CHAPTER 22

5 2 0
                                    

Sesampainya di rumah sakit

Kenzie berlari memasuki rumah sakit seperti orang gila, bajunya yang lusuh, wajah yang gusar berlari menuju ruang gawat darurat.

Ia melihat Eric yang sedang duduk termenung di kursi depan ruangan. "Om, gimana bunda? Bunda kenapa?" Tanya Kenzie dengan penuh khawatiran.

"Bunda kamu lagi ditangani dokter, kamu terus berdoa aja, biar bunda kamu selamat, om mau kabarin kakek kamu dulu ya" Eric berlalu pergi melewati Kenzie.

Selang beberapa menit, datang seorang pria paruh baya, diikuti dengan wanita paruh baya. "Gimana Ric keadaan adik kamu?" Tanya Kamil, kakek Kenzie sekaligus ayah Carolline.

"Adek masih ditangani dokter yah" Jawab Eric seadanya.

"Sayang, kamu jangan sedih ya, nenek yakin, bunda kamu pasti bisa melawan rasa sakitnya" Sofia mengusap air mata Kenzie dan menenangkannya.

"Bener nek, bunda pasti gapapa, bunda kan orangnya hebat" Ujar Kenzie sambil berusaha tersenyum. Teman-temannya yang melihat keadaan Kenzie berusaha untuk menenangkan pikiran Kenzie.

"Eric? Gimana keadaan Carolline?" Tanya Aaroon yang baru saja tiba di depan ruang gawat darurat diikuti oleh Aurora, Ayu dan Joseph. Eric yang ditanya pun hanya menggeleng.

Krekkk

"Dok, gimana keadaan anak saya?" Tanya Sofia, dan dokter pun menggelengkan kepala. "Nyonya Carolline tidak bisa diselamatkan, terdapat infeksi dalam yang baru kami ketahui tadi, dan itu sudah memencar ke seluruh tubuh nyonya."

"Ga!! Bunda ga mungkin meninggal!! Bunda orang kuat!! Dok, coba periksa lagi!!! Ga mungkinn hiks" Pecah, lagi-lagi tangisan Kenzie pecah.

Kenzie berlari menuju pintu gawat darurat itu namun berhasil ditahan oleh Eric. "Ken!! Sabar!! Kamu harus ikhlasin bunda kamu nak."

"Ga om!! Itu pasti ada kesalahan teknis, bunda pasti masih hidup!!"

"Sayang, udah, bunda kamu udah tenang di alam sana, jangan nangis gini nak, bundamu pasti ga seneng kalo liat kamu nangis kayak gini" Aurora menenangkan Kenzie dengan cara memeluknya.

"Tapi ma, bu-"

"Dok, dokter, pasien atas nama Carolline kembali bernapas" Teriak sang suster dari depan pintu gawat darurat.

Segera dokter tadi berlari masuk dan menutup pintu ruangan itu, Kenzie yang mendengar itu pun tersenyum senang.

"Lihat kan, bunda itu kuat, pasti bunda ga bakal nyerah gitu aja!!" Ujar Kenzie sambil tersenyum mengarah ke teman-temannya dan keluarganya.

Menit demi menit telah berlalu, hingga pintu ruangan terbuka kembali. "Dok gimana keadaannya?" Tanya Eric.

"Pasien ingin bertemu dengan kalian semua" Ujar sang dokter lalu pergi, seluruh orang yang ada di depan ruangan itu segera masuk dan menuju ke ranjang milik Carolline.

"Sayang? Kamu gapapa nak?" Tanya Sofia. "Ma, makasih udah sempetin dateng ke sini ya ma, padahal mama dan papa sekarang lagi tinggal di Korea" Ujar Carolline dengan lemas.

"Hus kamu ini bilang apa, kamu itu anak papa mama, kalo kamu kenapa-kenapa mama dan papa berhak tau" Jawab Kamil sambil mengelus kepala Carolline.

"Sayang?" Panggil Carolline ke Kenzie.

"Iya bun?"

"Jangan nangis terus, nanti mata kamu bengkak, kamu anak yang kuat, bunda tau itu, tolong jaga pesen bunda ya" Kenzie yang dibilang seperti itu pun mengangguk lemas, tak kuasa menahan rasa sedihnya.

"Vio?" Panggilnya lagi, dan Olivia pun segera menuju ke ranjang itu. "Iya bunda" Jawabnya.

"Kamu masih ingatkan pesan bunda waktu itu? Tolong dilaksanain ya" Ujar Carolline dan Olivia pun mengangguk sambil menangis.

"Karel, Bimo, Verrel, Salsa, Paramita, Ari, Arthur, Rizky, tolong jaga Ken seperti jaga adik kalian ya, jangan bertengkar lohh" Dan yang dipanggil pun mengangguk sedih, bahkan Karel yang cool pun menangis disaat-saat seperti ini.

"Aaroon, Aurora, Ayu, Joseph, tolong jagain anak aku ya, makasih banyak selama ini udah bantuin aku a-aghh aku mau minta maaf kalo aku ada salah."

"Apasih lo ini Lin, lo ga ada salah sama kita, tapi kita yang ada banyak salah sama lo Lin, maafin kita" Ayu menangis sejadi-jadinya mengingat semua perbuatan buruknya semasa SMA.

"Bang Eric, tolong jagain anak aku, jaga seperti anak kamu sendiri" Eric pun mengangguk lemas.

"Kenzie?" Carolline memanggil Kenzie sekali lagi.

"Kamu harus tetep jadi penyanyi seperti yang kamu cita-citakan ya, kamu harus mewujudkan mimpi keluarga kecil kita, mimpi kamu, mimpi bunda, dan mimpi ayah."

"Bunda tau Ken pasti bisa ngelakuinnya tanpa bunda, bunda bakal ada selalu di sini" Carolline memegang dada Kenzie, tepat bagian hati.

"Ken juga bakalan selalu ada di hati bunda dan ayah, pesan bunda tolong tetap jadi diri kamu sendiri, meskipun tanpa ada bunda di sisimu."

"Kamu harus jadi hero buat anak kamu dan istri kamu nanti ya, inget pesan bunda dulu ya, kasih itu ke istri kamu."

"Jangan pernah kamu sakiti istri kamu ya, kalo kamu sakiti istri kamu nanti, itu sama aja kamu nyakitin bunda."

Setelah mengucapkan itu, Carolline tersenyum dan menutup matanya, dan senyuman itu adalah senyuman terakhir kalinya yang bisa mereka lihat.

"BUNDAA" Kenzie berteriak saat bunyi EKG berhenti. Suster segera masuk dan melepaskan semua peralatan medis yang menempel dalam tubuh Carolline.

"Engga sus, bunda saya masih hidup, jangan dilepas!!" Ujar Kenzie sambil berusaha menuju ranjang Carolline, namun ditahan oleh teman-temannya.

"Ken hiks, tenang dulu" Olivia berusaha menenangkan Kenzie dengan segala cara, namun itu tidak berhasil.

Brukkk

Tubuh Kenzie terjatuh lemas, ia tak sadarkan diri, Olivia yang melihat itu pun panik tak karuan. "Om, Tante, Ma, Pa, Kek, Nek!! Kenzie pingsan" Teriaknya.

Segera Eric keluar dari ruangan itu dan segera memanggilkan dokter untuk mengecek keadaan keponakannya itu.

Dear BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang