"Saya sudah lancang mencintai putri Bapak dan Ibu, dan saat ini kami sudah menjalin hubungan." Seolah sedang ijab kabul, Raga mengucapkan itu dengan satu tarikan nafas tanpa jeda, hanya saja dengan intonasi yang lebih baik dan tenang. "Mohon maaf sebelumnya jika kedatangan saya kesini sedikit terlambat, tapi jujur sejak kami kecil saya sudah mencintai dan ingin melindungi Chika."
Hari dan Aya diam. Mereka menatap Chika yang sudah menutup wajahnya dengan nampan yang belum disimpan di bawah meja.
"Wow," ini adalah reaksi Hari setelah melihat anaknya yang duduk disampingnya menutup diri.
"Saya mohon izin.." Raga belum melanjutkan kalimatnya, ia masih memperhatikan Hari dan Aya yang masih menatap Chika. Wanitanya itu masih enggan menurunkan nampan yang menutupi wajahnya.
"Saya mohon izin untuk memiliki hubungan lebih serius dengan putri Bapak dan Ibu." Ulangnya lebih jelas, kala Hari kembali menatap Raga dengan satu alisnya yang terangkat.
"Tunggu! Tadi kamu bilang sejak kecil?" Tanya Hari yang dijawab anggukan oleh Raga.
"Saya putra semata wayang dari Ayah Harlan dan Bunda Indiria, keponakan Papa Hardan dan Mama Anin." Hari pasti mengetahui siapa mereka.
"Aaaaa, jadi kamu Raga, abang sepupu Ashel? Kalian dulu sering main bareng di depan rumah?" Tanya Hari memastikan.
"Mas Pandu ini abang Raga, beneran?" Aya seolah tidak percaya bahwa laki-laki yang baru saja minta izin ingin serius dengan putrinya adalah pria kecil yang sesekali ia temui di dapur rumah atau di halaman rumahnya dulu.
Raga tersenyum mengangguk.
"Abang sekarang dimana? Mami beneran gak bisa ngenalin. Tapi dari pertama kali ketemu juga Mami rasa kamu kayak gak asing." Aya mengganti panggilan dirinya dengan sebutan yang kerap kali Raga panggil saat mereka kecil dulu.
Bahkan Aya sudah pindah duduk mendekati Raga. "Boleh Mami peluk?"
Raga menatap Hari sebentar. Chika yang sudah menurunkan nampan pun turut mengangguk.
"Mami pas dulu kamu pindah ke luar negeri berasa kehilangan anak lanang. Sehat kan kamu?"
"Sehat Mi Alhamdulillah. Ini Raga baik-baik aja."
Meskipun dulu Aya tidak terlalu sering berinteraksi dengan Raga. Tapi dia sangat menyukai keponakan Anin ini. Dia bisa menjaga dan menemani Chika saat ia terpaksa harus menitipkan anak pertamanya di rumah Ashel jika perlu bepergian jauh menemani suaminya, Hari.
"Berarti pindah ke sini lagi sejak kapan bang?" Tanya Hari.
Pelukan Aya dan Raga terlepas. "Resmi stay lagi di Indo itu sejak selesai s1 kayaknya Pak, eh Pi." Sebetulnya Raga sedikit merasa canggung setelah bertahun-tahun tidak pernah sedekat ini dengan Chika dan keluarganya.
"Papi turut berduka cita atas meninggalnya ayah dan bunda ya Bang." Raga mengangguk dan tersenyum. "Kamu jangan ngerasa sendirian. Masih ada Hardan dan Anin, ada Chika, ada Papi dan Mami."
"Kamu juga punya adik satu lagi, namanya Risty. Eh udah ketemu ya? Dia hari ini lagi ada kegiatan di rumah temennya." Ujar Hari.
Lantas siapa saja adik yang lainnya? Apakah permohonan izin Raga tidak dianggap serius oleh Hari.
"Emm, tadi kamu beneran minta izin serius sama Chika?" Rupanya Hari memperhatikan perselisihan wajah Raga yang tadi masih malu-malu menjadi bingung dan datar.
"Iya Pi, maaf kalo saya lancang." Keduanya saling bertatapan. Raga tidak mampu membaca ekspresi Hari. "Untuk itu saya mohon izin untuk membawa hubungan ini lebih serius lagi."
![](https://img.wattpad.com/cover/370857278-288-k164914.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SETARA
ChickLit⚠️ Adult ⚠️ "Sstttt..." Aya mencoba menenangkan Chika dengan mengusap-ngusap bahu dan punggungnya. "Insecure itu cuma berlaku untuk yang jadi selingkuhan. Kalo kamu yang diselingkuhinya, apapun itu kamu tetep pemenangnya Nay." SETARA, 2024