Prolog

1.8K 90 24
                                    


***


Hingar bingar ibu kota mulai terasa sejak pukul enam sore, tepat saat Chika mendarat di Bandara Soekarno-Hatta setelah menempuh perjalanan udara selama lima belas jam dari Inggris menuju Jakarta.​

Gadis dengan tinggi badan 164 sentimeter itu hanya menarik sebuah koper besar dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menjinjing satu tas kertas berisi oleh-oleh spesial. Bukan, ia bukan pulang dari liburan musim dingin di awal tahun 2024 ini. Ia baru saja menyelesaikan pendidikan magisternya dalam program studi Bisnis dan Manajemen selama dua tahun terakhir.​

Kacamata hitam yang semula terpasang di atas hidung mancungnya kini telah ia lipat. Pandangannya menyapu sekeliling, mengamati satu per satu lalu lalang dan berbagai papan petunjuk yang terpampang.​

Kini, matanya berpindah menatap layar ponsel yang menampilkan foto dirinya bersama sang kekasih, Arvi. Lebih tepatnya, calon suaminya. Sebelum Chika terbang ke Inggris, mereka telah bertunangan dan berencana melangsungkan pernikahan setelah Chika menyelesaikan pendidikannya.

Mobil sedan berwarna biru telur asin menjadi tumpangan Chika menuju apartemen Arvi. Rencananya, ia ingin memberikan kejutan dari kepulangannya yang tidak ia beritahukan kepada siapa pun. Chika tersenyum-senyum sendiri di kursi penumpang belakang, membayangkan betapa terkejutnya Arvi dengan kedatangannya yang mendadak ini. Selain karena merindukannya, Chika ingin menebus rasa bersalahnya karena tidak dapat pulang untuk merayakan ulang tahun Arvi seminggu lalu.​

"Mbak, kita sudah sampai di Apartemen Parama. Mau saya antar sampai mana ya?"

Sibuk memikirkan reaksi Arvi dan membayangkan wajah tampannya, Chika baru menyadari bahwa sopir taksi telah membawanya sampai di depan lobi utama.​

"​Sampai sini saja, Pak. Terima kasih ya, kembaliannya ambil saja." Itu adalah ungkapan terima kasih Chika kepada sopir taksi yang telah membantu memasukkan dan mengeluarkan koper super berat dari bagasi.

Ah, Chika rasanya sudah tidak sabar bertemu dengan Arvi. Ia ingin segera menemui dan memeluk kekasihnya itu sepuasnya. Lift masih berada di lantai tiga, sedangkan unit Arvi ada di lantai sembilan. Terakhir kali ia mengunjunginya di sini sekitar tujuh bulan lalu saat Chika sedang libur kuliah dan mereka merayakan anniversary ketiga mereka.​

Lift telah membuka pintu saat Chika tiba di lantai sembilan. Unit Arvi berada di paling ujung, dan Chika segera menempelkan jarinya di akses sidik jari. Ia berharap di malam minggu ini Arvi sedang berada di apartemen. Sebelumnya, ia telah bertanya tentang agenda Arvi hari ini dan mendapat jawaban bahwa tidak ada agenda apa pun, sehingga Chika memutuskan untuk pulang ke Jakarta.​

Ruangan apartemen Arvi masih sama. Tidak ada yang berubah. Bahkan aroma maskulin pria itu tercium semerbak dari pintu saat Chika baru saja masuk dan menyeret kopernya.​

Ruangan apartemen Arvi masih sama. Tidak ada yang berubah. Bahkan aroma maskulin pria itu tercium semerbak dari ujung pintu saat Chika baru saja masuk dan menyeret kopernya.

Oleh-oleh yang dimaksud adalah sebuah kue tart kecil lengkap dengan lilinnya. Setelah mendarat tadi, ia menyempatkan memilih kue ulang tahun di salah satu gerai kuliner di bandara.​

Lilin telah terpasang dan ia nyalakan. Baru saja ingin membawanya mencari keberadaan Arvi untuk memberinya kejutan, betapa kagetnya Chika melihat tunangannya itu sedang asyik bercumbu dan menggiring wanita setengah tak berbaju keluar dari sebuah kamar.​

Kue tart yang dipegangnya jatuh ke lantai dan berserakan, bunyi piringan kue yang beradu dengan lantai vinil sedikit menggema dan membuat dua orang yang sedang dimabuk birahi itu menghentikan aktivitasnya.

"Chi ... ka ..."

Benar, Arvi terkejut. Bahkan wajahnya seketika memucat. Namun, Chika tidak menyangka bahwa ia juga akan sama terkejutnya akibat ulah Arvi.​

Cincin berlian di jari manisnya telah terlepas. Wanita yang menjadi selingkuhannya itu sama sekali belum membalikkan badan. Alih-alih mengamuk, Chika malah mengangkat cincin itu ke atas agar Arvi melihatnya, lalu menyimpannya di atas meja buffet.​

"​We're done! Thanks, Arvi."​

Chika kembali menyeret kopernya meninggalkan apartemen Arvi tanpa menghiraukan teriakan tunangannya—ralat, mantan tunangannya—yang tidak mungkin menyusulnya karena ia sudah tidak memakai celana sama sekali.





***



Holaaa ges, welcome back wkwk anw ini aku update via browser ya biar lebih enak ngetik tapi sepertinya spasinya agak kurang nyaman kalo by mobile sorry ya. Semoga masih tetep enak dibacanya. Oh ya cerita ini updatenya mau dijadwalin sih rencananya. Coba pilih mau yang mana?

1. Setiap hari minggu

2. Seminggu sekali bebas asal bukan senin

Komen dulu menurut kalian setelah baca prolog ini, gimana? Baru vote dan komen kalian pilih no 1 atau 2. See you 😊


SETARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang