"Abang sto-" suara Chika sedikit tertahan. Bersamaan dengan Raga yang mengatakan "Jangan ditahan sayang!" Hisapan yang diberikan Raga kali ini membuatnya hilang kendali. "Aahhhhh.." Sebuah desahan lolos dan membangunkan sesuatu dalam diri Raga.
"Abang wait." Chika bersusah payah mengatakan itu diantara jemari Raga yang sedang asyik memberikan remasan pada dadanya dari luar.
"Hm?" Pria di depannya tidak terusik sama sekali meski tangan Chika sudah berusaha menahan tangan Raga agar tak melakukan aksinya, namun tenaganya kalah.
Tapi ini terlalu nikmat untuk ia sudahi, sensasi baru yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya sekalipun dengan Arvi, Chika pikir Raga pun seharusnya tidak kelewatan. Batas antara akal sehatnya dan kenikmatan dari Raga masih berselisih untuk menjadi pemenang.
"Abanghh.."
"Ya sayang?" Cumbuan Raga kembali menuju leher jenjang Chika. Ia sudah tengadah, memberikan keleluasaan agar prianya bisa menjelajah dengan bebas. Tubuhnya bergerak gelisah, ia masih bisa berpikir jika ini dibiarkan maka hari ini mereka benar-benar akan pulang subuh.
Ternyata Raga sangat normal, bagian bawah yang Chika duduki dengan seribu gerakan absurdnya sudah semakin mengeras. Pikiran Chika mengakui bahwa pria ini 1000% masih menyukai wanita, dan bukan seorang gay.
"Aaahhhh Raga please, don't!" Chika berteriak dengan desahan yang kuat kala ibu jari dan telunjuk Raga berhasil memilin puting kanannya.
Kali ini Raga berhasil berhenti dan ada rasa menyesal dalam raut wajah Chika.
"Sorry sweety, aku kelewatan ya?" Raga turut membenahi pakaian Chika. Ia juga merapikan rambut gadisnya yang sedikit berantakan.
Chika berpindah duduk di sampingnya, dan ia melihat celana Raga yang tampak menggembung. Aset keras yang Chika duduki tadi seperti siap meronta.
"Your eyes sweety," ucap Raga lembut.
Sial. Chika tertangkap basah sedang memperhatikan milik Raga, meski dari luar tapi itu berhasil membuat pipinya merah merona.
Chika berdeham dan memalingkan wajah ke arah frame di depannya. Berdiam diri sebentar.
"Gak usah bayangin yang iya iya sweety."
"Iih apa? Aku lagi liat frame itu kok." Tunjuk Chika pada frame yang tadi mereka kerjakan isinya. Padahal memang sebetulnya Chika sedang memikirkan yang iya-iya, tapi...
"Gak usah bohong, nanti matanya bintitan." Celetuk Raga.
"Lagian dia udah kembung aja, sensitif banget." Jawab Chika asal.
"Kalo gak sensitif nanti kamu gak suka sayang."
"Kok gitu? Kenapa?"
"Nanti dia gak bisa bikin kamu jerit-jerit keenakan." Goda Raga dengan suara yang berbisik.
Chika mengerti tapi rasanya ini terlalu dini untuk sefrontal itu dengan Raga.
"Huuuwww, udah yuk pulang nanti dicariin Papi Mami."
"Yahhhh, padahal.." kalimat Raga terpotong pertanyaan Chika. "Apa?"
"Masih kangen." Raga memeluk Chika dari samping.
"Besok ketemu lagi sayang, ini mumpung hujannya reda tuh keknya."
"Oh udah reda ya?" Raga mengurai peluknya. Ia menatap jendela dan ternyata benar, rintik hujan sudah tidak berjatuhan di kaca jendela ruangannya.
"Aku ke toilet bentar ya?" Bukannya mengizinkan kekasihnya, Chika malah menatap Raga dengan senyuman menggoda.
"Apa kok malah senyum? Gapapa kan aku ke toilet bentar?" Tanya Raga, lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SETARA
ChickLit⚠️ Adult ⚠️ "Sstttt..." Aya mencoba menenangkan Chika dengan mengusap-ngusap bahu dan punggungnya. "Insecure itu cuma berlaku untuk yang jadi selingkuhan. Kalo kamu yang diselingkuhinya, apapun itu kamu tetep pemenangnya Nay." SETARA, 2024