06. Desas-desus

378 41 8
                                    

Benar ucapan sang manajer pabrik, Pandu dan timnya sudah berada di ruang tunggu. Tapi bukan dengan Daniel, Chika tidak tahu dia siapa. Seorang pria berambut ikal memakai kemeja panjang yang lengannya digulung serta tak lupa lanyard yang menggantung.

Keduanya sedikit terkejut setelah mendengar Chika yang mendeham cukup nyaring. "Ekhhemmm..." Pria itu segera berbenah diri dan duduk dengan benar.

"Sorry ini bukan hotel, kalo mau mesra-mesraan jangan di pabrik saya." Posisinya sedikit intim, dimana pria tersebut bergelayut manja di bahu Pandu yang sedang duduk menatap ipadnya.

Menjijikkan ucap Chika dalam hati. "Oh iya, timnya mana lagi? Cuma berdua?" Tanya Chika.

"Maaf Bu Chika ya, sebelumnya perkenalkan saya Deo asisten Pak Pandu. Kebetulan siang ini tim yang ikut totalnya ada lima orang termasuk kami," ucapnya untuk diri sendiri dan Pandu. "Dan yang tiga sudah mulai mengambil footage area pabrik lebih dulu karena pas dengan momen pergantian shift. Mohon maaf tanpa izin dan instruksi dari Bu Chika." Jelasnya sedikit canggung.

"Ah ya tak masalah. Kalian memang dibayar mahal untuk itu." Sedikit lirikan sinis untuk Pandu. Sementara pria itu tidak merasa terpancing sama sekali.

"Baik Bu, untuk rekaman wawancara kiranya bisa dimana ya?" Chika menatap manajer pabrik seolah mencari bantuan. Karena dia sendiri pun tidak tahu area mana yang tidak terlalu bising oleh mesin giling.

"Harus area dengan background pabrik atau boleh di ruangan ya Mas?" Tanya manager pabrik.

"Bagusnya sih keliatan brand identity-nya, tapi kan ini mau brand rejuvenation ya. Mending keliat ada area pabriknya aja."

"Jangan! Di ruangan aja, nanti kalian bisa atur dan setting brand identity baru saat editing video." Chika ingin melihat apakah mereka bisa melakukannya?

"Si-siap Bu, di usahakan. Kalo gitu ruangannya yang ini atau dimana?"

"Pak, ruangan Pak Hari di lantai 2 ada apa aja ya?" Tanya Chika.

"Nah iya Bu, disana cocok. Di ruangan bapak lebih kedap dan rapi." Bukannya menjawab pertanyaan Chika, manager pabrik langsung menyetujui bahwa pengambilan video wawancara dilakukan di ruangan CEO.

"Yaudah ini bisa ambil video saya dulu gak? Saya sedikit sibuk gak bisa lama-lama. Mana list pertanyaannya?"

"Bi-bisa Bu," ucap Deo ragu. Dia segera mencari lembaran kertas yang entah ada di lipatan ke berapa dalam map tebal yang sedang dibukanya.

Deo menyerahkan satu lembar yang berisi pertanyaan seputar perusahaan yang sudah sangat diluar kepala sekali untuk menjawabnya, bagi Chika.

"Ini tolong atur sekarang biar saya bisa lanjut agenda lain ya Pak Pan-du dan Pak Deo." Chika menekankan pemanggilan nama untuk Pandu.

Deo pamit permisi untuk menghubungi rekan-rekannya yang sedang berada di luar.

"Tapi tetap Anda perlu mengambil footage di area pabrik."

Chika menoleh cepat dan pria yang berbicara tadi hanya diam dengan tetap menatap ipadnya.

"Harus banget?" Tanya Chika sinis.

"Ya." Jawaban Pandu tak kalah dingin.

Dengan terpaksa Chika melakukan pengambilan video di area pabrik, tentu langsung arahan dari Pandu. Tak sekali Chika mengeluh karena Pandu menyebalkan. Pria itu seperti mengambil kesempatan untuk bersentuhan fisik dengan Chika.

Alasannya "biar terlihat lebih natural."

"Pokoknya gitu deh Cel, selain doi di gelayutin sama tu cowok. Dia bisa-bisanya bersikap tenang seolah itu bukan hal yang aneh. Berarti doi emang udah biasa begitu." Chika sudah menjelaskan panjang lebar bagaimana pertemuan ketiga kalinya di minggu lalu dengan kakak sepupu Ashel.

SETARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang