"Kamu penasaran sama yang dibawah?" Chika menelan ludah. "Gimana kalo kita coba dari yang atas?"
Pandu membawa wajah tegang Chika untuk lebih mendekat, Chika tidak bergeming. Tatapan mata Chika sudah berpusat pada bibir merah Pandu. Semakin dekat dan Pandu semakin menundukan wajahnya. Bibir keduanya bertemu. Bukannya berontak, Chika malah menutup mata sesaat setelah lumatan pertama Pandu ia rasakan pada bibir atasnya.
"Abang, Chika." Tautan bibir keduanya sudah terlepas. Mereka menatap ke arah yang sama yaitu pintu kamar mandi. Tapi rupanya teriakan Ashel berasal dari dalam. "Kalian masih diluar kan? Gak ninggalin aku kan?"
Keduanya masih berdiri berhadapan.
"Iya Ashel. Abang dan Chika masih disini." Seru Pandu.
"Kenapa Chika?" Pandu menatap Chika dalam. "Kamu juga penasarankah apakah saya gay atau bukan?"
Chika sedikit mengangguk ragu. Jika dilihat lebih dekat Pandu ternyata tampan, benar kata Ashel. Dia memiliki karisma yang berbeda dari pria-pria yang pernah ia temui sebelumnya, pikir Chika.
"Adik saya bangun," tunjuknya pada bagian bawah dengan sorot mata. Chika bisa melihat dengan jelas bahwa bagian celana Pandu ada yang menonjol. "Kamu pasti sudah mengerti kenapa itu bisa terjadi."
Chika masih menatap Pandu dalam diamnya. "Saya masih tertarik dengan perempuan," lanjutnya pelan. "Terutama kamu."
Raut wajah kebingungan dengan rasa ingin tahu lebih banyak apa maksud dari ucapan Pandu harus Chika tahan. Ashel sudah membuka pintu dan muncul saat Pandu telah duduk kembali.
"Loh abang pipis dicelana?" Melihat celana Pandu basah, Ashel mengira laki-laki itu tidak kuat menahan diri sampai buang air kecil di celana.
Pandu melirik Chika sekilas, "Tadi minum Abang tumpah. Udah yuk, pulang sekarang." Ajak Pandu mengalihkan dan berlalu lebih dulu keluar ruangan.
"Ceroboh banget." Ashel bersiap-siap merapikan barangnya.
"Chik lo mau bareng gak?"
"Gu-"
"Udah yuk bareng aja, tadi lo kan sama bonyok." Ashel menarik lengan Chika.
"Bentar, gue rapiin dulu barang."
Mereka pun pulang bertiga, Chika duduk di samping Pandu tentu dengan paksaan Ashel.
"Bang," panggil Aahel.
"Hm?"
"Abang gak ada hubungan apa-apa kan sama si boti itu?"
"Kenapa nanya gitu?"
"Soalnya.." Ashel belum berani mengatakan bahwa keluarga mereka sering kali membicarakan yang tidak-tidak tentang abang sepupunya ini. "Soalnya kata Chika kemaren abang pelukan mesra di pabrik."
Rasanya ingin sekali Chika menghadiahi jitakan bertubi-tubi pada sahabatnya. Apa yang Ashel katakan itu lebih hiperbola daripada cerita Chika beberapa minggu lalu.
"Kamu menggunjing saya?" Mendapatkan pertanyaan seperti itu membuat nyali Chika ciut kembali.
"Ngg-gak." Jawabnya terbata.
"Iih jawab aja Abang, Abang beneran kan gak ada hubungan apa-apa sama boti itu?"
"Namanya Deo Ashel."
"Terserah, mau beo, mau deo, mau deodorant juga Ashel gak peduli."
"Tapi kamu nanya-nanya."
"Ashel nanya ke Abang, jadi yang Ashel peduliin ya Abang." Pandu menatap Ashel dari kaca tengah.

KAMU SEDANG MEMBACA
SETARA
Literatura Feminina⚠️ Adult ⚠️ "Sstttt..." Aya mencoba menenangkan Chika dengan mengusap-ngusap bahu dan punggungnya. "Insecure itu cuma berlaku untuk yang jadi selingkuhan. Kalo kamu yang diselingkuhinya, apapun itu kamu tetep pemenangnya Nay." SETARA, 2024