"Bang Raga!" Kedua manusia yang terkejut itu sedikit menjaga jarak lalu melihat seseorang yang mana adalah nyonya besar di rumah ini menyaksikan adegan tidak senonoh dalam rumahnya. "Loh Chika."
"Ma," Raga sedikit kikuk. "Ma, Raga bisa jelasin."
Bukannya marah, justru Mama Ashel sedang tersenyum girang dan berkata "Maaf Mama ganggu ya Bang."
"What?" Respon Mama Ashel tidak seperti dugaan keduanya. Alih-alih Raga akan mendapatkan ceramah panjang, yang ia dapati malah satu kalimat permintaan maaf yang ambigu.
"Kalian pacaran? Kok gak bilang Mama, Bang?" Wanita paruh baya yang tadi berdiri itu sudah menarik salah satu kursi di meja makan.
Terpampang jelas dari raut wajah Chika, malu dan bingung harus bagaimana. Ia masih berdiri di samping kabinet kitchen set dengan rasa kikuknya. Ah sepertinya saat ini dia lebih membutuhkan pintu kemana saja atau sebuah mantra agar bisa menghilang dengan cepat.
Mau ditaruh dimana wajah malu karena terciduk berbuat hal kurang pantas di dapur rumah orang, terlebih tetangga Chika sendiri.
"Duduk Chika, jangan takut!" Meski dengan suara lembut dan senyuman manis, Chika tetap khawatir bahwa ini akan menjadi masalah panjang. Apa dosa yang ia telah perbuat sampai semua hal buruk bertubi-tubi datang padanya semenjak pulang ke Indonesia.
"Iya tante." Chika duduk sedikit hati-hati. "Mama bikin Chika takut," timpal Raga bersamaan.
"Abang belum jawab pertanyaan Mama, kalian pacaran?"
"Iya."/"Engga." Jawab Raga dan Chika bersamaan.
"Jadi yang bener yang mana nih?" Goda sang Ibu.
"Ada apa nih?" Dua pertanyaan saling bersahutan di dapur rumah Ashel, ketika Papa Ashel baru saja ikut bergabung dan duduk bersama mereka.
Chika diam masih menunduk, dan Raga ada di sampingnya tampak sedikit lebih santai namun belum mau menjawab. Chika melirik sekilas, bisa-bisanya pria itu tersenyum saat mata mereka bertemu.
Permintaan Ashel malah membuat suasana menjadi kacau. Sumpah serapah sudah ia layangkan untuk sahabatnya itu, tentu dalam hati. Entah saat ini perempuan satu itu sedang apa di kamarnya?
"Kenapa kok pada diem?" Tanya Mamanya sekali lagi. "Raga, yang ngajak ngomong itu Mama bukan Chika. Jatuh cinta sih boleh tapi ini orang tua lagi ngajak ngobrol." Anak dari Kakaknya yang ia anggap seperti anaknya sendiri itu terus menatap Chika dengan senyuman.
Papa Ashel yang dibuat bingung dengan situasi yang sedang terjadi ini dia menyikut pelan lengan istrinya. "Anak kamu abis kepergok ciuman sama Chika. Tapi Mama tanya mereka pacaran apa engga, yang satu ngaku yang satu bilang nggak. Kan jadi penasaran yang benernya yang mana?"
"Nakal kamu Bang, beneran pacaran?" Papanya bertanya.
"Enggak om, tan-"
"Iya Pa, Ma." Raga buru-buru memotong jawaban Chika. Pria itu menjawab dengan cengiran dan nada yang santai sambil menatap Chika yang ternyata juga tengah menatapnya dengan delikan yang tajam. Kakinya sudah ditendang berkali-kali oleh Chika di bawah sana.
"Sekali lagi nih Mama tanya, jadi kalian beneran pacaran?" Ternyata wanita paruh baya itu tidak serta merta puas dengan pengakuan Raga yang berselisih dengan jawaban Chika.
Chika kembali menunduk.
"Apa Mama perlu tanya Ashel?" Seketika Chika menggeleng menatap wajah wanita di hadapannya. Gawat! Jika Mama Ashel bertanya pada anaknya pasti jawaban gadis itu akan sama gilanya dengan jawaban Raga.
"Kenapa Chika?" Tanya Papa Ashel. "Kalian ngelakuin itu bukan karena gak sengaja kan? Mama cuma butuh jawaban iya atau nggak secara jujur."
"Mama cuma penasaran. Kalo pun kalian beneran pacaran dan sembunyi-sembunyi dari kita karena takut gak direstuin, kami restuin. Iya nggak Pa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
SETARA
Literatura Feminina⚠️ Adult ⚠️ "Sstttt..." Aya mencoba menenangkan Chika dengan mengusap-ngusap bahu dan punggungnya. "Insecure itu cuma berlaku untuk yang jadi selingkuhan. Kalo kamu yang diselingkuhinya, apapun itu kamu tetep pemenangnya Nay." SETARA, 2024