"Thanks." Ucap Bara setelah Gema menyiapkan seluruh keperluan sarapan paginya. Semenjak Gema kembali ke rumah, dapur dan meja makan yang selama dua tahun ini jarang sekali Bara gunakan dan terasa dingin serta sepi, kini kembali hangat karena keberadaan Gema.
Gema yang berada di belakang kursi Bara, merunduk sembari melingkarkan tangan di dada Bara. "Besok jadi kan ke Psikiater?" tanya Gema.
Diingatkan tentang itu, wajah Bara berubah sedikit sebal. "Hm."
"Jam berapa?"
"Nggak tahu."
"Kok nggak tahu?"
"Biasanya Kak Adel yang atur."
Gema mulai berpikir. Kalau dia menghubungi Adel dan meminta bantuannya, apakah itu tidak apa-apa? Bagaimana kalau Adel marah padanya? Bagaimana pun, Gema lah yang telah membuat Bara seperti ini, kan.
"Aduh!" Gema memekik pelan saat merasakan cubitan di tangan.
"Nggak usah mikir aneh-aneh," cibir Bara. "nanti aku telepon Kak Adel, biar dia yang atur gimana jadwalnya."
"Oh..." Gema mengangguk mengerti. Saat dia hendak beranjak, tiba-tiba saja Bara menahan tangannya.
Kali ini Bara menolehkan wajah hingga mereka saling berpandangan. "Buat besok aja. Selebihnya jadi urusan kamu."
Gema mengerjap. Dia tidak perlu bertanya maksud ucapan Bara yang tidak begitu jelas, karena Gema lebih dari mengerti. Dan kini, hatinya kembali menghangat meski sejak tadi mantan suaminya itu selalu saja bicara dengan nada dingin serta sorot matanya yang tampak kesal. Maka sembari menyengir kecil, Gema mengecup bibir Bara.
Mula-mula sekali, lalu dua kali, kemudian tiga kali hingga dia terkekeh pelan dengan ekspresi malu-malu.
Bara mendengus. "Genit." Cibirnya. Meski setelah itu, dia mengecup bibir Gema lama, sebelum melanjutkan kegiatan sarapan paginya sembari mengulum senyum.
Selanjutnya mereka berdua sarapan pagi dengan tenang sembari mengobrol ringan. Saat Bara membicarakan pekerjaannya, tiba-tiba saja Gema teringat tentang Gana.
Selama ini Gema selalu memantau kasus Gana melalui berita, tidak berani bertanya pada Bara karena tidak mau mengacaukan perasaan Bara. Mengetahui bagaimana usaha Bara untuk menyelamatkan Gana saja pun, Gema sudah merasa sangat terharu sekaligus bersalah.
Dan menyebut nama Gana di hadapan Bara hanya akan membuat Bara merasa marah. Bara sudah sebaik ini, bagaimana bisa Gema melakukan sesuatu yang merusak kebahagiaan Bara.
Hanya saja, pagi ini Gema tidak bisa menahan diri untuk menanyakan sesuatu.
"Bara..."
"Hm."
"Boleh nanya nggak?"
Bara diam, menatap Gema lekat untuk sejenak sebelum membuang muka. "Gana, kan?"
Gema sedikit terbelalak. Bagaimana Bara bisa tahu? "Kok kamu tahu?"
Bara hanya diam awalnya, namun pada akhirnya kembali bertanya. "Dia baik-baik aja."
"Oh... baguslah." Jawab Gema kaku. Gema berusaha menahan diri untuk tidak kembali bertanya, tapi mulutnya yang cerewet benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama. "Aku boleh ketemu sama Gana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable 3
RomanceSetelah dua tahun hidup tanpa tujuan, pasca perceraian yang telah membuat hidup Bara hancur berantakan, dia kembali bertemu Gema, sang mantan istri yang sempat menghilang. Sejak awal, meski mengabulkan permintaan Gema untuk bercerai, namun Bara tida...