Chapter 20 - Siasat

847 158 23
                                        

Gema sudah sering kali melakukannya. Memandangi Gana yang tertidur pulas hingga mulutnya terbuka. Saat mereka masih tinggal di desa, entah sudah sebanyak apa Gema diam-diam masuk ke kamar Gana hanya untuk mengamatinya tidur. Namun baru kali ini Gema merasa luar biasa bahagia hanya dengan memandangi wajah lelaki itu.

Tidur Gana bukan hanya terlihat nyenyak, tapi juga damai. Sesuatu yang selama dua tahun ini sulit sekali Gana temukan di hidupnya. Gema bukannya tidak tahu mengapa Gana sering kali menyelinap keluar dan berkumpul bersama warga dan kembali ketika pagi. Dia melakukannya karena selalu kesulitan untuk tidur.

Setiap kali malam menyapa, saat hanya ada keheningan tanpa suara, Gana merasa gelisah. Kemungkinan yang Gema pikirkan adalah Gana selalu memikirkan orang-orang yang dia tinggalkan ketika dia sedang sendirian tanpa melakukan apa pun. Itu mengapa Gana butuh teman bicara, namun tidak pernah mau mengganggu tidur nyenyak Gema.

Gana memang hanya terlihat sedih selama beberapa bulan awal kedatangan mereka di desa. Selebihnya, dia terlihat jauh lebih kuat dari Gema. Gana lah yang menghibur Gema, meyakinkan Gema kalau mereka akan baik-baik saja. Gana pula yang membantu Gema perlahan-lahan melupakan kehidupan yang telah mereka tinggalkan.

Namun meski begitu, Gema tahu kalau Gana hanya memakai sebuah topeng. Karena sejujurnya, Gana lah yang butuh bekerja lebih keras untuk menghibur dirinya, dan melupakan semua yang telah dia tinggalkan.

Gema hanya meninggalkan cintanya, itu pun atas keinginannya sendiri. Namun Gana... dia telah meninggalkan keluarga, hidup, dan juga cintanya tanpa bisa menemukan jalan keluar lain atas dosa yang tidak dia lakukan.

Gema tahu kehancuran seperti apa yang selama ini Gana simpan di hatinya. Namun tak sekalipun dia mau memperlihatkannya pada Gema. Gana hanya selalu tersenyum, tertawa, bercanda bersamanya, seolah-olah tak ada beban di pundaknya. Padahal di hatinya menyimpan rasa rindu, takut, dan juga kecewa yang begitu besar.

Itu mengapa Gema merasa sangat bahagia saat ini.

Karena pada akhirnya, Gana bisa kembali tidur di kamarnya sendiri. Di rumah di mana kedua orangtua serta adiknya berada. Tanpa rasa takut, tanpa ada gelisah yang membuatnya takut memejamkan mata.

Setetes air mata haru meluruh di wajah Gema. Namun dia bergegas menghapusnya. Nggak boleh nangis-nangis lagi pokoknya, gumam Gema di dalam hati.

Keadaan mereka berdua sudah membaik saat ini. Tak ada lagi yang harus dikhawatirkan, apa lagi ditangisi. Gema sudah kembali bersama Bara, sedangkan Gana sudah mendapatkan kehidupannya kembali. Jadi, tidak boleh ada tangisan lagi di antara mereka.

"Gan," berdiri di samping ranjang, Gana mengguncang pelan tubuh Gana. "Gana."

Jangankan bangun, bergeming saja pun tidak.

"Kebo banget sih," rutuk Gema. Kesal, Gema menambahkan pukulan saat membangunkan Gana kembali. "Gan, bangun!"

"Ssshh..." Gana meringis, menggeliat dengan wajah berkerut kesal dalam tidurnya. Lalu perlahan-lahan, matanya terbuka. Mengerjap lambat beberapa kali, sebelum memandang Gema dengan sorot mata sayu karena masih mengantuk. "Gem?"

Gema menghela napas malas. "Kebo banget sih. Nggak bangun-bangun dari tadi."

Menguap lebar, Gana beranjak duduk sembari menggaruk-garuk lehernya. Punggungnya menyandar ke dipan ranjang, wajahnya sembab karena tidur terlalu lama. Mata mengantuk itu kembali memandang Gema lekat dan lama, dan kemudian, senyum lebar kekanakan terpatri di bibirnya. "Aku tidur nyenyak banget, Gem. Mungkin karena tidur di kasur sendiri, ya." Gana terkekeh seperti anak kecil.

Unstoppable 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang