Chapter 4 - Amarah

2.2K 330 45
                                        

Duduk dengan kaki bersilang dan menggenggam segelas wine, Nadi masih belum bisa berhenti memikirkan kejadian sore tadi. Saat itu, Nadi yang merasa kelelahan karena pekerjaan, beranjak dari kursinya untuk menghampiri jendela yang memperlihatkan pemandangan dari luar butik sembari merenggangkan otot tubuhnya.

Dari lantai dua butik itu, Nadi bisa melihat ke arah jalan. Hal itu sering kali dia lakukan ketika dia sedang ingin menghilangkan rasa lelahnya sejenak.

Hanya saja, sore tadi, Nadi menemukan hal yang tak biasa di sana. Hal yang membuatnya mematung untuk beberapa saat, tak bisa bergerak apa lagi beranjak, hanya bisa menatap gamang pada sosok yang berdiri di seberang butik dan menghadap ke arah butik.

Nadi tidak bisa melihat wajahnya, namun hanya dengan melihat postur badannya saja pun, Nadi tahu siapa yang sedang berdiri dan mengamati butik.

Maka setelah berhasil menyadarkan diri dari rasa terpaku itu, Nadi bergegas keluar dari ruangan. Berlari tergesa-gesa dengan jantung yang berdetak cepat, sempat menabrak beberapa orang yang dia lewati. Namun semua itu tidak berarti bagi Nadi.

Dia hanya ingin segera menemui sosok itu, ingin melihat sosok itu secara nyata. Ingin berhenti bersabar untuk menanti kepulangan yang tak pernah bisa dia pastikan.

Tapi sayangnya, setelah Nadi berhasil keluar dari butik, berdiri di depan butik dan menatap tempat di mana tadi dia melihat sosok itu, Nadi tidak lagi menemukan siapa-siapa.

Sosok itu telah menghilang, membuat pelupuk mata Nadi dipenuhi air mata saat rasa kecewa dan juga kesedihan kembali menghantam dengan sangat perih.

Nadi masih ingat bagaimana dia menggumamkan nama itu dengan sangat lirih dan putus asa.

"Gan..."

Disertai air mata, Nadi terus bergumam lirih penuh sesak. Berharap Gana kembali berdiri di sana. Tak apa jika Gana tidak mau mendekat, tak apa jika Gana tidak mau Nadi menghampirinya. Tapi setidaknya biarkan Nadi memuaskan diri untuk menatap keberadaannya, biarkan Nadi memberi makan rasa rindu yang menyiksanya selama dua tahun ini.

Tapi Gana sudah tidak terlihat lagi. Gana tidak ada di mana pun lagi. Bahkan meski Nadi bergegas mengosongkan butik, menyuruh semua karyawan pulang lebih cepat dengan harapan, barangkali Gana akan muncul ketika dia tahu kalau butik Nadi aman dari siapa pun.

Tapi berjam-jam lamanya Nadi berdiri seorang diri di depan butik, menatap sekelilingnya dengan penuh harap, namun Gana tak pernah muncul.

"Gana," gumam Nadi lirih dengan sorot mata yang nanar. "Itu pasti Gana. Aku nggak mungkin salah lihat. Itu Gana."

Nadi tak bisa berhenti berperang dengan isi kepala dan hatinya sejak tadi. Ada yang berbisik sinis dan mengatakan kalau itu hanya lah halusinasi Nadi. Tapi ada juga yang mengatakan kalau Nadi harus segera menemukan Gana atau mereka tidak akan pernah bisa kembali bertemu.

Nadi meneguk minumannya lagi, gestur tubuhnya mulai gelisah. Wajahnya tampak sangat muram. Nadi ingin bertemu Gana, dia hanya ingin memastikan Gana baik-baik saja. Namun bagaimana caranya? Nadi bahkan tidak pernah tahu di mana keberadaannya.

Ketika ponsel Nadi yang tergeletak di atas meja berdering, mata Nadi melirik ke benda itu. Ada sebuah nomer tanpa nama yang menelepon. Maka dengan gerakan cepat, setelah meletakkan gelas di atas meja, Nadi segara menyambar ponsel dan menjawab panggilan itu.

Jika dulu, Nadi selalu mengabaikan telepon dari nomer yang tidak dia kenali. Maka selama dua tahun ini, siapa pun yang menelepon Nadi, entah nomer itu dia kenal atau tidak, Nadi pasti mengangkatnya.

Unstoppable 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang