Bara masih mengusap-usap punggung Gema yang sejak awal kedatangan Bara, sudah melemparkan dirinya untuk memeluk Bara sembari menangis. Mereka berdiri sambil berpelukan di ambang pintu rumah yang masih terbuka. Gema sama sekali tidak peduli jika ada tetangga yang melihat keadaan mereka, dia hanya ingin memeluk Bara menumpahkan rasa haru serta sedih yang sejak tadi menyelimuti.
"Udah nangisnya?" tanya Bara. Suaranya pelan dan lembut.
Gema sedikit melerai pelukan agar bisa menatap wajah Bara. Tangisnya memang sudah mereda, dan dia memberi anggukan lemah.
"Duduk dulu, ya. Pegal kalau berdiri terus."
Rasa haru dan sedih yang tadi mendominasi, kini nyaris sirna saat Gema mendengar apa yang Bara katakan. Wajahnya pun seketika berubah cemberut, namun Bara justru terkekeh pelan. Bara menggenggam jemari Gema hingga mereka duduk berdampingan. Tangannya mengusap jejak air mata di wajah Gema. "Kenapa bisa tiba-tiba ke sini? Kangen sama Ibu?"
Gema mengangguk. Selagi Bara menghapus air mata di wajahnya, Gema hanya terus memandangi wajah datar Bara yang saat ini membuatnya menemukan ribuan alasan baru untuk mencintainya.
"Mau aku temani ke Makamnya Ibu abis ini?"
"Kemarin aku baru aja dari sana."
"Oh."
"Kenapa?" Pertanyaan Gema itu dibalas Bara dengan lirikan. "Kenapa kamu melakukan semua ini?"
"Melakukan apa?"
"Rumah ini. Kamu menjaga rumah ini selama aku pergi."
Bara menghela napas samar. "Rumah ini kosong. Ibu udah nggak ada, kamu juga pergi. Kalau bukan aku yang menjaga dan mengurusnya, lalu siapa lagi?"
Gema memilih diam dan mendengarkan.
"Aku tahu gimana perjuangan Ibu sama kamu, sampai akhirnya bisa memiliki rumah ini. Rumah ini adalah kebanggaan kalian berdua." Bara mengamati seisi rumah dengan senyum tipis. "Jadi aku pikir, dari pada melihat rumah ini terbengkalai, lebih baik aku yang mengurusnya."
"Terima kasih." Ucap Gema tulus hingga mereka berdua saling berpandangan.
Lama sekali Bara memandangi wajah dan senyum Gema, hingga kemudian dia menghembuskan napas berat dan memperlihatkan ekspresi muram di wajahnya. "Sebenarnya, itu cuma salah satu dari banyak alasan kenapa aku mau merawat rumah ini."
Dahi Gema mengernyit tak mengerti.
"Karena alasan yang sebenarnya adalah... aku berharap bisa menemukan kamu di sini. Kamu pergi entah ke mana, aku nggak bisa menemukan kamu di mana pun. Tapi, yang aku tahu, satu-satunya tempat yang kamu miliki dan nggak mungkin kamu tinggalkan adalah rumah ini. Rumah yang memiliki banyak kenangan antara kamu dan Ibu. Aku selalu percaya, selalu berharap, kalau suatu hari nanti... kamu akan kembali ke rumah ini, dan aku bisa menemukan kamu."
Rasa-rasanya, dada Gema mencelos sesak mendengar ungkapan Bara. Jadi itu mengapa Bara mengarang cerita pada para tetangga, itu mengapa Bara merawat rumah ini dan sesekali menginap. Rumah ini pun masih terlihat sama seperti ketika Gema menginjakkan kaki di sana untuk yang terakhir kalinya.
Persis seperti apa yang Bara lakukan terhadap rumahnya.
Gema tahu, Gema mengerti. Namun dia sama sekali tidak menyangka kalau ternyata seorang Barata Malik Hamizan yang berhati dingin dan pernah menyakitinya berkali-kali, mampu melakukan hal luar biasa seperti ini. Padahal Bara bisa saja melupakan segalanya, Bara bisa saja mengganti seluruh kenangan mereka dengan menciptakan kenangan baru bersama sosok yang baru pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable 3
RomanceSetelah dua tahun hidup tanpa tujuan, pasca perceraian yang telah membuat hidup Bara hancur berantakan, dia kembali bertemu Gema, sang mantan istri yang sempat menghilang. Sejak awal, meski mengabulkan permintaan Gema untuk bercerai, namun Bara tida...