Chapter 22 - Kebohongan Gema

477 120 5
                                    

Pagi ini Gema kembali berkunjung ke rumah Gana. Meski tadi malam, sebelum pulang, Gana mengatakan kalau perasaannya sudah jauh lebih baik setelah bercerita pada Gema, namun Gema tahu kalau Gana masih sangat membutuhkannya.

Dan dugaan Gema benar adanya. Karena saat Gema masuk ke dalam kamar Gana, dia menemukan lelaki itu sedang duduk termenung di depan jendela yang terbuka. Ada sebatang rokok yang terselip di celah bibir.

Ketika Gana menoleh dan menyadari kedatangan Gema, meski lelaki itu tersenyum, namun Gema tahu kalau semalaman ini Gana pasti tidak tidur. Lingkar hitam di sekitar matanya sudah lebih dari cukup menjelaskan.

Gema menghela napas samar. Perasaannya berubah risau. Dia teringat kejadian beberapa tahun lalu, ketika Gana sedang stres atas hubungannya bersama Nadi, dan memilih barang sialan itu untuk melarikan diri.

Gema tidak mau hal itu terulang lagi. Gema tidak ingin melihat hidup Gana kembali rusak untuk yang kedua kalinya. Maka itu kali ini dia tidak akan membiarkan Gana melalui kesulitannya seorang diri.

"Belum tidur ya kamu?" tanya Gema, seraya duduk di samping Gana.

Gana hanya tersenyum kecil. Berbohong pun juga percuma, karena Gema pasti mengetahuinya. Alih-alih memberi jawaban, Gana justru menekan ujung rokok yang terbakar ke atas asbak, menyudahi kenikmatan yang cukup membantu menenangkan pikiran yang berkecamuk.

"Tidur, Gan." Ujar Gema. Suaranya terdengar lembut dan lirih.

"Belum ngantuk, Gem."

"Gimana bisa ngantuk kalau kamu ngerokok terus."

Gana hanya mendesah panjang. Lalu dia merapatkan diri agar bisa menyandarkan kepala di atas bahu Gema. Saat Gema merunduk, dia melihat mata Gana yang sudah terpejam. "Tidur di ranjang sana." suruh Gema lagi.

"Di sini aja. Kalau di ranjang, aku nggak bisa tidur."

"Kenapa?"

"Kepikiran Nadi. Dia pasti nggak bisa berhenti nangis."

Saat mengatakan kalimat itu, bisa Gema temukan ekspresi sedih di raut wajah Gana yang lusuh. Merasa iba, jemari Gema bergerak perlahan, menyentuh kepala Gana, mengusap lembut penuh kasih sayang. "Masih belum terlambat, Gan. Kamu masih bisa melanjutkan apa yang sejak dulu kamu impikan bersama Nadi."

"Nggak bisa, Gem..."

"Apanya yang nggak bisa? Kamu cinta Nadi, Nadi juga cinta kamu."

"Tapi aku nggak bisa buat Nadi bahagia. Nggak akan bisa."

"Kamu terlalu pesimis."

Gana tersenyum patah. "Aku pernah berusaha, berkali-kali, tapi hasilnya selalu gagal. Kalau aku teruskan, aku cuma akan menghancurkan Nadi perlahan-lahan sampai akhirnya nggak akan ada lagi yang tersisa." Mata Gana terbuka perlahan, menatap kosong ke depan. "Nadi berhak hidup bahagia. Dia berhak mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari aku, dan bisa mencintainya dengan sempurna."

Bibir Gema melengkung sedih. "Terus kamu?" Bukan tanpa alasan Gema bertanya seperti ini. Karena jika hal itu terjadi, Gema bisa membayangkan seperti apa kesedihan yang Gana rasakan.

Aku? Batin Gana.

Entah lah. Gana pun tidak tahu apa yang akan terjadi padanya jika hal itu terjadi.

Menarik napas panjang sembari menegakkan tubuh, Gana menoleh memandang Gema. Sorot mata Gema yang lirih adalah hal pertama yang dia temukan, membuat Gana merasa bersalah karena harus menarik Gema ke dalam kesedihannya.

Unstoppable 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang