"Minggu depan kita pulang."
Gerakan tangan Gema yang sedang mengangkat pakaian dari jemuran terhenti manakala Gana yang sejak tadi berdiri di belakang tubuhnya, mengamatinya dalam diam, tiba-tiba saja bersuara.
Pulang...
Gema menolehkan wajahnya ke belakang, wajah Gana yang dia pandang terlihat gamang.
"Tadi Aku abis dari bukit. Kak Alma telepon, dia bilang... waktunya sudah tiba."
Gema tidak mengatakan apa pun, hanya matanya saja yang memandang Gana dengan sorot resah, lalu tanpa sadar, dia memeluk beberapa pakaian yang tersampir di lengannya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Gema bergegas melanjutkan pekerjaannya.
Langit tampak mendung, barangkali sebentar lagi hujan akan turun. Tapi bukan hal itu yang membuat Gema ingin bergegas beranjak dari sana.
Bukan.
Gema hanya ingin segera mengakhiri percakapan itu. Karena setiap kali memikirkan kembali ke tempat di mana Gema selalu merasa terluka, hatinya selalu memberontak.
Kini Gema masuk ke dalam kamarnya. Meletakkan semua pakaian di atas ranjang, lalu duduk di tepinya untuk melipat pakaian-pakaian itu.
Dan sejak tadi, Gana selalu mengikuti ke mana Gema pergi. Bahkan kini dia berdiri menyandar di kusen pintu kamar Gema, memandang Gema sendu.
Gana tahu apa yang Gema rasakan, namun dia memilih menunggu, tidak ingin memaksa apa lagi mendesak Gema.
"Berangkatnya hari apa?" tanya Gema tanpa menatap.
"Sabtu atau Minggu."
"Dijemput Kak Alma?"
"Nggak. Kamu masih ingat Darel, kan, yang antar kita ke sini. Dia juga yang nanti jemput kita."
Kita...
Lagi-lagi tangan Gema berhenti bergerak. Kini kedua tangan Gema terkulai lemah di atas pangkuan. Wanita itu menghela napas berat, lalu pada akhirnya memandang Gana dengan sorot lirih. "Kalau kamu aja yang pergi... nggak apa-apa, Gan? Di sana ada Kak Alma sama Bang Javier. Kalau mereka udah minta kamu pulang, artinya mereka udah menyiapkan semuanya. Kamu hanya perlu berjuang sebentar, dan setelah itu..."
Kembali ke tempat ini.
Gema ingin mengatakan kalimat itu, namun dia memilih menyimpannya di ujung lidah. Rasanya egois sekali jika dia meminta Gana menetap sedangkan Gana sudah berpisah terlalu lama dengan orang-orang yang dia sayangi.
Melihat Gema menundukkan kepalanya dalam, Gana mendesah panjang kemudian duduk di sebelahnya. "Kamu nggak mau ikut aku?"
Gema menggelengkan kepala. "Aku suka tempat ini."
"Aku juga." Gana mengangguk setuju.
Gema tersenyum getir. "Tapi kamu nggak mungkin selamanya tinggal di sini, Gan. Kamu harus pulang. Ada keluarga kamu yang menunggu di sana. Kalau aku..." Gema mengedikkan bahunya ringan. "kan udah nggak punya siapa-siapa lagi."
Gana berdecak, lalu dengan sengaja mendorong tubuh Gema dengan bahunya hingga Gema berdecak kesal karena hampir berbaring ke samping. "Nggak punya siapa-siapa gimana, terus suami kamu ini apa, hm?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable 3
RomanceSetelah dua tahun hidup tanpa tujuan, pasca perceraian yang telah membuat hidup Bara hancur berantakan, dia kembali bertemu Gema, sang mantan istri yang sempat menghilang. Sejak awal, meski mengabulkan permintaan Gema untuk bercerai, namun Bara tida...