Nadi berdiri di sebuah Kafe dan memeriksa alamat serta nama Kafe itu untuk yang kedua kalinya, memastikan kalau dia tidak salah tempat. "Benar, ini Kafenya." Gumam Nadi setelah memeriksa ponsel.
Kemudian dia memasuki Kafe itu, tersenyum sopan pada Karyawan yang mengangguk hormat dan menyapa para customer.
Nadi mengitari tempat itu, mencari nomer meja yang dia tuju. Hingga kemudian dia menemukannya dan melihat punggung seorang lelaki yang sudah lebih dulu berada di meja itu.
Sejenak, Nadi hanya berdiri diam di tempatnya, mengamati punggung itu dengan tatapan penuh arti. Masih sedikit merasa takut dan gelisah, bahkan Nadi kembali merasa ragu.
"Tapi kamu udah sampai sejauh ini, Di." Gumam Nadi pada dirinya sendiri. Dia butuh beberapa waktu untuk menenangkan diri dan meneguhkan pendiriannya. Demi Gana, pikir Nadi yang pada akhirnya melanjutkan langkah menghampiri lelaki itu. "Kak Darel, ya?" tanya Nadi begitu dia berdiri di samping meja yang dia tuju.
Hal pertama yang Nadi temukan ketika dia menghampiri lelaki itu adalah, pemandangan seorang lelaki dewasa berwajah muram dan sedikit dingin yang sedang sibuk berkutat dengan ponsel di tangannya. Lelaki itu memakai kemeja hitam, lengan kemejanya di gulung hingga bawah siku.
Dilihat dari ekspresi wajahnya, dia tampak sangat serius dengan dahi sedikit berkerut. Seolah-olah sedang melakukan hal penting. Tapi saat Nadi mencuri lirik ke layar ponselnya, Nadi mengerjap beberapa kali manakala mengetahui kalau lelaki bernama Darel itu sedang bermain game.
Karena lelaki itu hanya diam, Nadi mulai merasa sedikit canggung. Dia melirik sekitarnya sembari berpikir apa mungkin dia salah menghampiri orang lain. Tapi di antara semua pengunjung, hanya lelaki ini yang duduk seorang diri. nomer mejanya pun juga sama seperti yang lelaki itu beritahu pada Nadi.
Sembari bergelut dengan perasaan canggung, Nadi memandangi wajah lelaki itu sekali lagi. Wajahnya tidak seperti penduduk lokal. Dari bentuk rahang, hidung dan juga warna kulitnya saja pun, Nadi bisa menebak kalau lelaki itu adalah orang asing.
"Salah orang deh kayanya." Gumam Nadi sembari meringis pelan. Pantas saja dia tidak peduli pada Nadi, mungkin lelaki ini tidak mengerti dengan bahasa yang Nadi pakai.
Menghela napas berat, Nadi akhirnya memutuskan untuk pulang. Tapi saat dia hendak beranjak, tiba-tiba saja lelaki itu berteriak pelan sambil mengibaskan satu tangannya ke udara hingga Nadi sedikit terperanjat menatapnya.
"Yes! Menang juga akhirnya." Gumam lelaki itu senang. Satu sudut bibirnya terangkat ke atas, membentuk seringai miring yang membuat paras wajahnya terlihat tampan dan sempurna.
"Eh," gumam Nadi begitu saja saat menyadari sesuatu. "bukan orang asing ternyata."
Lelaki itu menoleh, memandang Nadi dengan wajah sedikit menengadah ke atas. Senyuman miringnya perlahan menghindar, matanya mengerjap lambat, namun Nadi terpaku pada dua bola mata biru lelaki itu.
Untuk sejenak, mereka berdua saling menatap satu sama lain dengan atmosfir yang asing.
Nadi dengan tatapan bingung, sedang lelaki itu dengan tatapan tenang tak terbaca.
Ketika mulai merasa canggung, Nadi berdeham sebentar lalu bergumam ragu. "Hm... maaf, saya—"
"Nadi."
"Hah?"
"Kamu Nadi, kan?"
Nadi mengangguk seperti orang linglung. Dari mana dia tahu nama aku? Pikirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable 3
RomanceSetelah dua tahun hidup tanpa tujuan, pasca perceraian yang telah membuat hidup Bara hancur berantakan, dia kembali bertemu Gema, sang mantan istri yang sempat menghilang. Sejak awal, meski mengabulkan permintaan Gema untuk bercerai, namun Bara tida...