- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Tari membuka ponselnya setelah selesai mencuci piring. Rasyid sedang menggendong Batagor dan Ketoprak, sambil melihat pemandangan malam hari dari balkon lantai dua. Tari memilih duduk di kursi panjang dekat pintu, sambil membaca pesan dari Revan yang masuk sejak beberapa saat lalu.
SULUNG
Assalamu'alaikum, Mak. Ada yang mau aku bicarakan sama Mamak.SULUNG
Aku mau mengakui sesuatu sama Mamak. Sebenarnya, sudah sejak setahun lalu aku memendam perasaan terhadap seseorang. Aku memilih untuk memendam perasaanku darinya, karena tahu bahwa dia butuh waktu untuk bisa membuka diri.Tari langsung mengulum senyum, saat membaca curahan hati putra sulungnya. Itu adalah pertama kalinya Revan berani bicara terbuka padanya, meski hanya melalui sebuah pesan.
"Apa, Batagor? Mau pindah posisi gendongan, Nak?" tawar Rasyid, yang sempat terdengar oleh Tari.
SULUNG
Tapi sekarang, aku rasa sudah waktunya bagiku untuk berhenti memendam perasaan. Aku sudah bicara jujur padanya mengenai perasaanku, dan meminta dia memikirkan soal boleh atau tidak aku mendekatkan diri padanya. Mamak mengenal orang yang aku maksud. Mamak tahu persis siapa dia, karena Mamak sering sekali bertemu dengannya selama setahun terakhir. Sebelum aku dapat jawaban darinya (meski aku belum tahu apakah dia akan menerima perasaanku atau tidak) aku ingin Mamak tahu lebih dulu daripada Bapak. Aku ingin Mamak memberiku masukan atau nasehat mengenai dia. Aku ingin Mamak bisa menerimanya, meski mungkin dia memiliki banyak kekurangan.SULUNG
Orang yang aku maksud adalah Zya, Mak. Maaf apabila wanita yang aku pilih benar-benar sangat jauh dari harapan Mamak. Tapi, aku enggak bisa membohongi hatiku soal dia. Aku jatuh cinta sama Zya, Mak. Aku benar-benar sayang padanya, beserta semua kekurangan yang dia miliki. Tolong beri aku jawaban, Mak. Apakah Mamak akan memberi aku restu, jika sekiranya aku akan melamar dia dalam waktu dekat?Wajah Tari bersemu merah jambu. Ia benar-benar berusaha menahan tawa dan airmata pada satu waktu bersamaan. Hal itu membuat Rasyid segera mendekat, karena kaget melihat kedua mata istrinya yang mendadak berkaca-kaca. Batagor dan Ketoprak ia lepaskan dari gendongan, agar dirinya bisa segera duduk di samping Tari.
"Sayang? Ada apa? Kenapa wajah kamu memerah dan kamu juga terlihat seperti sedang menahan tangis?" tanya Rasyid, seraya membawa Tari ke dalam dekapannya yang hangat.
Tari melingkarkan lengannya di pelukan Rasyid, lalu menumpahkan airmatanya seraya tertawa pelan.
"Revan itu benar-benar copy-paste kamu, Kang Mas Rasyid-ku," ujar Tari.
"Iya, dong. Jelas. Aku 'kan, Bapaknya. Enggak mungkin dia lebih mirip sama Raja, Mika, atau Alwan dong, Sayang," sahut Rasyid.
BUGH!
"Bukan itu! Bukan ke sana, maksudku!" omel Tari, mendadak merasa gemas pada suaminya.
Rasyid meringis pelan, usai mendapat pukulan manja Tari pada lengannya. Namun ia tidak peduli. Ia lebih memilih mempererat dekapannya, agar Tari merasa nyaman.
"Yang aku maksud itu, Revan benar-benar mirip kamu hampir dalam semua hal. Aku benar-benar terharu saat baca pesannya. Dia ... mengungkapkan isi hatinya dengan jujur padaku, seperti saat kamu mengungkapkan isi hatimu padaku ketika akan meminangku. Aku baru sadar, anak sulungku ternyata sudah dewasa dan sudah siap memasuki babak baru dalam hidupnya. Aku baru sadar, bahwa waktu berjalan sangat cepat sampai kita tidak menyadari kalau Revan sudah bukan anak-anak lagi."
"Oh ... Revan baru saja kirim pesan padamu, ternyata. Dia bilang apa? Dia mengungkapkan isi hatinya dalam rangka apa, Sayangku?" Rasyid mulai penasaran.
Tari pun menyodorkan ponselnya ke tangan Rasyid.
"Bacalah sendiri, Kang Mas Rasyid-ku. Aku mau memikirkan dulu jawaban terbaik yang akan aku berikan untuk putra sulung kita," ujar Tari.
Rasyid pun mulai membaca pesan yang Revan kirimkan untuk Tari. Pria paruh baya itu langsung tersenyum, diiringi kedua mata yang mulai berkaca-kaca. Tari benar, bahwa waktu sangat cepat berlalu dan membuat mereka tidak sadar bahwa Revan telah beranjak dewasa dan siap memasuki babak baru dalam hidupnya. Mereka sama-sama tidak menyadari itu, sampai akhirnya Revan mengungkapkan secara langsung soal isi hatinya.
"Wah ... Zya, ya? Wanita yang dipilih oleh putra sulung kita adalah sosok pendiam yang selalu saja menculik Bakpau saat Ai sedang lengah. Ha-ha-ha-ha-ha! Betul-betul anak itu," komentar Rasyid, mencoba untuk tidak terlihat haru di depan Tari.
Tari kembali menggebuk lengan Rasyid, karena tahu bahwa suaminya sedang mencoba menyembunyikan perasaan soal Revan.
"Ungkapkan saja kalau memang ada yang ingin kamu ungkapkan. Jangan ditahan-tahan," saran Tari.
"Mm ... pasti akan aku ungkapkan kalau nanti Revan pulang. Aku hanya ... hanya sedang sedikit memikirkan, bahwa keadaanku dulu tidak sama dengan Revan yang saat ini memiliki kita berdua. Aku merasa tenang, karena dia memiliki kita pada saat apa pun. Tidak seperti aku yang harus menghadapi semuanya sendirian, bahkan saat akan meminang kamu untuk menjadi istriku. Aku bahagia karena Revan tidak kekurangan satu hal pun dalam hidupnya, sehingga dia punya banyak waktu untuk bertanya, meminta nasehat, dan bahkan nanti dia pasti akan meminta kita untuk meminang Zya pada orangtuanya jika sudah tiba waktunya. Aku merasa lega, Sayang. Aku merasa lega saat sadar bahwa Revan tidak kekurangan apa pun ketika sedang butuh-butuhnya didampingi," ungkap Rasyid, sengaja menumpahkan isi hatinya.
"Ya. Aku juga merasa begitu. Aku juga sama leganya seperti kamu saat ini," tanggap Tari, yang kemudian kembali memeluk Rasyid dengan erat.
Desi terus saja mondar-mandir di dalam rumahnya. Perasaannya mendadak tidak enak, setelah tahu bahwa ada seseorang yang bisa memberikan serangan begitu dahsyat pada kuntilanak peliharaannya. Sampai saat itu, ia masih juga tidak menemukan jalan agar bisa memberi tumbal segar yang sudah ia janjikan. Ia berpikir terus-menerus sejak tadi, namun tetap tidak juga mendapat jalan yang bisa dipikirkan.
"Kalau aku tidak bisa menyuruhnya kembali ke kandang ayam di desa sebelah, maka artinya aku harus kembali mencarikan dia tumbal segar seperti sebelum-sebelumnya. Duh ... tapi itu sangat merepotkan! Aku jelas harus kembali merasa lelah, kalau sampai tumbal segar pun aku yang harus cari. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung sekarang," gumamnya.
Pikirannya benar-benar bercabang tiada henti sejak tadi. Di desanya sendiri, ia sudah terlalu sering menyuruh kuntilanak itu untuk mencuri bebek-bebek peliharaan warga. Bebek-bebek itu sudah mulai berkurang jumlahnya, jika ada yang memerhatikan. Jika kuntilanak itu melakukannya terus-menerus, warga desa akan mulai curiga dan mulai mencari tahu soal hilangnya bebek-bebek peliharaan mereka. Itu jelas bukan hal yang Desi inginkan. Ia ingin tetap menjalani hidup damai, meskipun faktanya ia adalah pemelihara kuntilanak.
"Ah, memusingkan!" keluhnya. "Sebaiknya kupikirkan nanti saja mengenai ayam-ayam itu! Lebih baik aku bertapa dulu, sekarang. Agar pikiranku bisa jauh lebih terbuka dan mendapatkan solusi, soal berganti tumbal segar untuk kuntilanak yang kupelihara," niat Desi, yang kemudian segera berjalan menuju ruang ritualnya kembali.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
KUNTILANAK
Terror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 4 Perjalanan kali itu berbeda dari biasanya. Iqbal merasa ada yang begitu mengganjal dalam hatinya selama perjalanan berlangsung. Sejak mendengar soal permintaan tolong klien dari Ruby, sesuatu seakan langsung me...