14 | Kehilangan Jejak

350 56 58
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Ayo, Nad! Kita ikut pengejaran!" ajak Iqbal, penuh semangat.

Nadin tersenyum kala melihat luapan semangat Iqbal. Ia segera berlari bersama pemuda itu, karena tahu bahwa berada di sisinya adalah hal terbaik yang pernah ia jalani dalam kehidupan masa mudanya. Iqbal benar-benar berbeda bagi Nadin. Iqbal memiliki sesuatu dalam dirinya yang mampu membuat Nadin larut dalam setiap tindakannya. Dia tidak membosankan dan justru selalu meledak-ledak seperti kembang api yang begitu indah.

Keduanya terus berlari. Mencoba menyamai langkah anggota tim yang lain menuju hutan, demi mengejar kuntilanak yang baru saja melarikan diri dari hadapan Iqbal. Posisi mereka cukup jauh dari area kubangan yang seharusnya mereka datangi. Mereka mencoba mengambil jalur pinggiran hutan, sesuai dengan arah terbangnya kuntilanak yang mereka kejar.

Hasbi dan Rijad ikut mengejar bersama ketujuh anggota tim yang ada di sekeliling mereka. Itu adalah pengalaman pertama bagi keduanya dalam pengejaran makhluk halus. Mereka tidak menyangka akan melewati kejadian itu, karena sebelumnya sama sekali tidak ada yang menduga kalau kuntilanak akan muncul kembali di kandang ayam. Kali itu, Revan memimpin di depan. Orang-orang yang ada di belakang pemuda itu benar-benar mencoba untuk tidak tertinggal, meski kuntilanak yang mereka kejar terbang semakin cepat di atas pepohonan.

"Kuntilanak itu benar-benar percaya diri sekali, ya. Dia tidak segan-segan menunjukkan dirinya, sekalipun itu di depan orang yang tidak memiliki kemampuan melihat makhluk halus," ujar Ruby.

"Mungkin dia ingin terlihat eksis, By. Dia ingin semua orang takut dengan keberadaan dan kemunculannya. Maka dari itulah dia sengaja menunjukkan diri seperti itu," pikir Reva.

"Reva jelas benar. Kuntilanak itu pasti ingin sekali ditakuti oleh para warga desa. Sehingga setiap kali dia muncul, warga desa tidak akan berani keluar rumah dan dia akan dengan mudah mengambil ayam-ayam dari kandang para peternak untuk dibantai," Samsul setuju.

"Dan apakah menurut kalian dia akan terus terlihat seperti itu malam ini?" tanya Hasbi.

"Semoga saja, Pak. Karena kalau kuntilanak itu mendadak menghilang lagi, maka artinya kita akan kehilangan jejak dan pengejaran ini menjadi sia-sia," jawab Nadin.

Kuntilanak yang melarikan diri dari Iqbal itu terlihat terbang lurus di antara pepohonan menuju ke suatu tempat. Tampaknya tempat yang dituju oleh kuntilanak itu cukup jauh dari desa ataupun hutan tersebut. Semua orang yang ikut dalam pengejaran malam itu sama sekali tidak peduli, tentang sudah berapa jauh mereka berlari di pinggiran hutan. Mereka hanya ingin segera menemukan dari mana asal-usul kuntilanak itu, agar bisa membongkar alasannya mengambil dan membantai ayam-ayam para peternak di Desa Ciasem Tengah.

Harapan mereka sudah jelas menginginkan kuntilanak itu tetap mempertahankan wujudnya, agar selalu terlihat. Sayangnya harapan itu kini tinggal harapan belaka, saat akhirnya kuntilanak itu tak lagi terlihat terbang di antara puncak pepohonan di atas sana.

"Hilang! Kuntilanak itu hilang!" seru Rijad.

"Masih ada, Pak! Kami bertiga masih bisa melihatnya, meski dia sudah menyembunyikan wujudnya agar tak lagi terlihat oleh pandangan mata manusia," sahut Karel, mewakili Samsul dan Nadin.

"Terus saja ambil jalan lurus ke depan! Dia masih terbang di jalur yang sama!" Nadin menginformasikan.

Belum ada yang berhenti berlari di pinggiran hutan itu. Semua masih tetap mengambil jalur yang sama, meski kini hanya Karel, Samsul, dan Nadin yang bisa melihat wujud kuntilanak tersebut.

"Kalau boleh tahu, kenapa sekarang kami enggak bisa lagi melihat wujud kuntilanak itu? Apakah dia memang sengaja membuat wujudnya enggak terlihat?" tanya Rijad.

"Kemungkinan karena saat ini kita sedang menuju ke tempat yang biasa dia lalui untuk menuju persembunyiannya, Pak. Dia harus menyembunyikan dirinya. Karena kalau sampai ada manusia yang tahu di mana tempat persembunyiannya, maka dia harus pindah ke tempat yang baru dan lebih aman," jawab Iqbal, yang tahu persis soal perkara kuntilanak lebih dari yang lain.

Rijad pun memahami jawaban itu. Ia segera menyamai langkah dengan Hasbi, sementara Iqbal masih berlari bersama Nadin di sisinya.

"Begitukah yang terjadi, Bal, saat kamu terus-menerus mendatangi tempat berdiamnya kuntilanak di dekat rumahmu? Dia benar-benar pindah ke tempat baru dari tempatnya yang lama?" tanya Revan.

"Iya, Van. Nyai Murti benar-benar pindah dari tempatnya yang lama, gara-gara aku sering berkunjung dan mengganggu ketenangan dunianya," jawab Iqbal.

"Terus, kamu tahu dia pindah ke mana atau enggak, setelah tidak lagi menempati pohon beringin di dekat rumahmu itu?" Samsul ikut bertanya.

"Iya. Aku tahu dia pindah ke mana. Nyai Murti tidak pindah jauh-jauh, kok, dari tempat yang sebelumnya."

"Apakah dia pindah ke pohon lain, My Prince?" Nadin penasaran.

"Enggak, My Princess. Dia enggak pindah ke pohon lain. Dia pindah ke atap rumahku. Tepatnya, di atas atap kamarku."

"Hah??? Apa, Bal??? Wah, gila kamu!!! Itu Tante Rere atau Om Vano tahu atau enggak???" kaget Reva.

"Enggak, dong. Kalau Ayah Ibuku tahu, bisa-bisa aku disuruh tidur di atap buat menemani Nyai Murti," jawab Iqbal, seakan tidak punya dosa.

"Ck-ck-ck! Iqbal ... Iqbal ...! Ada saja gebrakan edanmu kalau lagi gabut, ya! Tapi aku jelas akan mendukung Tante Rere dan Om Vano, jika mereka akhirnya akan menyuruhmu tidur di atap!" seru Revan.

"Iqbal adalah cowok yang susah ditebak, guys! Maklumi saja," pinta Nadin, sambil menahan tawa.

"Iya, kami tahu, Nad! Dan stressnya lagi, kamu cinta pula sama dia!" sahut Reva, mengeluarkan unek-unek terpendamnya.

Di depan, Karel mendadak menarik Revan agar segera berhenti berlari.

"Stop! Stop di sini!"

Semua orang yang ikut dalam pengejaran itu akhirnya berhenti pada satu titik yang sama. Nafas mereka terengah-engah, namun semangat mereka untuk mengejar kuntilanak masih belum padam.

"Ada apa, Rel? Kenapa kita mendadak harus berhenti?" tanya Revan.

Samsul langsung menepuk pundak Revan, agar Revan bisa segera mengendalikan diri.

"Kuntilanak itu hilang, Van. Arah terbangnya enggak bisa aku lihat lagi. Bahkan Nadin dan Karel pun pasti melihat yang sama denganku," jawabnya, mewakili Karel.

"Kita kehilangan jejaknya. Yang artinya kuntilanak itu mungkin benar-benar tidak ingin ada satu manusia pun mengikutinya sampai ke tempatnya bersembunyi. Ada hal yang rasanya sangat janggal dalam kasus kita kali ini. Tapi aku sama sekali belum tahu ke mana arahnya," ujar Nadin, apa adanya.

Semua orang terdiam selama beberapa saat.

"Kalau begitu sebaiknya kita kembali ke tujuan awal. Kita harus pergi ke tempat kubangan berada dan segera memeriksanya. Mungkin di sana kita bisa mendapatkan petunjuk," saran Ruby.

"Ya. Ruby jelas benar. Ayo, sebaiknya kita segera menuju ke tempat kubangan itu berada," Samsul mendukung.

* * *

KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang