24 | Resah

358 52 74
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Dasar anak kecil kurang ajar!!! Kalian teh enggak diajarin sopan santun, hah, sama orangtua kalian??? Beraninya masuk ke sini tanpa izin!!!" Desi menunjukkan murkanya.

"Enggak usah bawa-bawa orangtua, ya, perempuan enggak tahu diri!!! Nyuruh orang belajar sopan santun, diri sendiri enggak ada sopan-sopannya!!! Di mana letak sopan santunmu, sehingga berani menyuruh kuntilanak peliharaanmu mengambil dan membantai ayam-ayam milik para peternak di desa sebelah??? Kamu mikir enggak, waktu nyuruh kuntilanak laknat itu beraksi???" balas Reva, benar-benar tak mau kalah dalam urusan adu mulut.

Desi mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ruby sama sekali tak mau ikut campur dengan urusan balas-membalas ucapan. Ia lebih senang langsung berkelahi dan membuat seseorang babak belur, daripada harus menghabiskan tenaga untuk adu mulut.

"Tutup mulutmu!!! Malam ini, kalian berdua enggak akan kubiarkan bisa keluar lagi dari sini dengan selamat!!! Kalian akan mati di sini!!!"

Desi langsung menyerang ke arah Reva dan Ruby. Reva dan Ruby segera memisahkan diri, lalu mengepung Desi dari dua arah berbeda. Ruby menjerat tubuh Desi dengan tali miliknya, lalu membantingnya ke lantai. Biasanya hal itu berhasil membuat lawannya kesakitan dalam waktu singkat, namun ternyata tidak kali itu. Desi langsung bangkit dengan cepat dari lantai dan memukuli wajah Ruby dengan kepalan tangannya yang sangat kuat.

BUGH-BUGH-BUGHH!!!

Ruby terkapar di lantai sambil meringis kesakitan. Reva pun gantian menyerang Desi menggunakan pedang jarumnya. Namun perempuan itu berhasil menghindari setiap sabetan pedangnya dengan mudah dan kembali berhasil mendaratkan tinju pada perut Reva beberapa kali, hingga Reva ikut meringis kesakitan seperti yang terjadi pada Ruby.

"Hah! Hanya segitu yang kalian mampu? Kalian ternyata hanya bisa besar mulut, tapi enggak bisa ...."

BRUAKH!!!

Ruby langsung menerjang Desi dari arah belakang, sampai perempuan itu tersungkur dan kepalanya membentur ke lantai. Ruby dengan sigap melilit tangan Desi dengan talinya, lalu menghadiahi tinju berulang-ulang kali pada wajah perempuan itu.

BUGH-BUGH-BUGHH!!!

"Besar mulut, katamu??? Ini, rasakan bagaimana itu yang namanya besar mulut!!!" amuk Ruby.

BUGH-BUGH-BUGHH!!!

Reva bangkit kembali dari lantai, lalu mendekat ke arah Ruby dan Desi. Namun belum beberapa langkah Reva mendekat, Desi berhasil mendorong tubuh Ruby dari atas tubuhnya dan balas menjerat Ruby dengan tali hingga lehernya tercekik. Reva segera menyabetkan pedang jarumnya pada lengan dan punggung Desi, hingga perempuan itu mengalami luka menganga yang lebar.

"ARGGGHHHHH!!!" teriaknya, sangat kesakitan.

"Uhukk-uhukk-uhukk!!!" Ruby terbatuk-batuk usai terlepas dari cekikan Desi.

Reva membantu gadis itu berdiri dengan cepat. Ruby kembali meraih talinya dari lantai, lalu mempersiapkan diri untuk menyambut pertarungan selanjutnya yang akan mereka hadapi. Desi menatap marah ke arah mereka, sambil menahan sakit atas luka menganga yang ia dapatkan di lengan dan punggungnya. Darah segar mengalir begitu banyak dan mulai membasahi lantai. Reva dan Ruby sadar, bahwa lantai akan menjadi licin akibat tetesan darah perempuan itu. Namun sebisa mungkin, mereka akan menyiasatinya jika pertarungan kembali dimulai.

"KALIAN TEH BENAR-BENAR BAJINGAN!!! DASAR MANUSIA LAKNAT!!! BERANINYA KALIAN MELUKAI AKU SAMPAI BERDARAH-DARAH SEPERTI INI!!!" teriak Desi, mulai menggila.

"ITU RISIKONYA JIKA BERKELAHI, PEREMPUAN TOLOL!!! MAKANYA JANGAN MENANTANG ORANG LAIN UNTUK BERKELAHI, KALAU KAMU ENGGAK MAMPU MELAWAN!!! CENGENG, TAPI BANYAK GAYA!!!" balas Reva, ikut memanas.

Rijad dan Hasbi sama-sama menegang di tempat masing-masing. Dudung dan Jajang juga sama tegangnya, namun sama-sama tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu. Suara lantang Desi dan Reva terdengar begitu jelas sampai ke jalanan tempat mereka berada. Ketiganya tampaknya sedang terlibat perkelahian yang sengit di dalam rumah milik Desi. Hal itu jelas menimbulkan banyak pertanyaan di benak masing-masing warga. Mereka merasa takut, apabila Desi tidak bisa dikalahkan dan akan tetap berada di desa itu bersama kuntilanak peliharaannya. Perasaan mereka resah tak tentu arah. Sebagian berharap semuanya cepat berakhir, sebagian lagi meragu kalau perkara yang terjadi malam itu bisa berakhir.

"Apakah sebaiknya kita tetap diam saja di sini sampai urusan mereka di dalam sana selesai, Pak Hasbi?" tanya Jajang, berharap ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk membantu.

"Saya tidak bisa memberi jawaban, Pak Jajang. Masalahnya, perempuan bernama Desi itu sedang menjalankan ritual pesugihan. Jika kita gegabah, bisa saja kita yang akan terkena serangan ilmu hitam. Karena kita tidak bisa melihat hal-hal gaib yang mungkin saja sudah dia siapkan untuk menjebak seseorang," jawab Hasbi.

"Tapi sepertinya perkelahian di dalam sana terjadi sangat sengit, Pak. Bagaimana kalau akhirnya orang-orang dalam tim yang Bapak panggil justru akan kalah? Apakah itu tidak akan lebih berbahaya lagi bagi para warga di desa ini?" Dudung mengungkapkan keresahannya.

Hasbi dan Rijad kini saling menatap satu sama lain. Sejujurnya mereka sama sekali tidak kepikiran akan menghadapi pusat masalah di desa itu. Mereka tadinya berpikir bahwa akar masalah ada di Desa Ciasem Tengah, sehingga semuanya akan diselesaikan di sana. Tapi faktanya mereka justru harus menghadapi masalah itu di desa orang, sehingga menimbulkan keresahan bagi warga desa yang awalnya tenang-tenang saja. Namun demikian, jelas tidak ada jalan lain yang bisa mereka tempuh. Jika Desi dan kuntilanak peliharaannya tidak segera ditangani, maka keadaan akan semakin tidak bisa dikendalikan.

"Begini saja," Hasbi telah memutuskan, "saya akan mencoba mendekat ke arah rumah perempuan itu. Saya akan mencari tahu bagaimana perkembangan yang terjadi di sana secara diam-diam, lalu kembali lagi ke sini untuk melaporkannya pada Pak Jajang dan Pak Dudung."

"Apakah Pak Hasbi tidak perlu ditemani?" kaget Rijad.

"Tidak perlu, Pak Rijad. Tetaplah di sini bersama yang lain, agar warga tetap bisa ditenangkan."

Hasbi pun segera pergi menuju ke arah rumah Desi. Pria paruh baya tersebut berusaha berjalan mengendap-endap, ketika akhirnya sampai di halaman rumah perempuan itu. Ia menyelinap ke arah teras dan mendekat pada daun jendela yang sedikit terbuka. Di sana, ia berusaha memantau yang sedang terjadi. Ia pun merasa kaget, saat melihat bahwa Desi, Reva, dan Ruby kini sama-sama babak belur dari berbagai sisi. Tampaknya ada perlawanan yang begitu hebat dari Desi, sehingga kedua gadis itu agak sedikit kewalahan ketika menghadapinya. Namun begitu, Reva dan Ruby sama-sama tidak ingin menyerah sebelum berhasil menaklukkan perempuan itu. Hasbi bisa melihat semangat mereka yang justru semakin membara usai melewati perkelahian yang cukup panjang.

PAK RIJAD RT
Mereka sama-sama babak belur, Pak Rijad. Tapi Neng Reva maupun Neng Ruby masih terus mencoba melawan perempuan itu. Sampaikan pada Pak Jajang dan Pak Dudung.

* * *

KUNTILANAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang