- DUA EPISODE TERAKHIR
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Usulan Samsul kepada Hasbi untuk menyeret Desi jelas tidak diwujudkan. Desi dibawa keluar dari rumahnya menggunakan tandu dan diangkat oleh beberapa orang anak buah Hasbi yang baru saja tiba. Warga yang sejak tadi ditahan-tahan oleh Jajang, Dudung, dan Harsa kini tak lagi bisa mengendalikan diri saat melihat keberadaan Desi.
"Huh!!! Dasar perempuan aneh!!! Pemuja setan geuningan!!!"
"Awas maneh lamun balik deui ka dieu!!! Bakal dipaehan maneh ku urang*!!!"
"Pergi dari desa ini!!! Jangan kembali lagi!!!"
"Usir dia!!! Penjara saja seumur hidup kalau perlu!!!"
Teriakan-teriakan itu terdengar sangat lantang dan cukup bising. Amarah warga jelas tidak bisa ditahan, terutama saat tahu kalau ketentraman desa menjadi terganggu akibat dari perbuatan yang Desi lakukan. Melakukan pesugihan dan memelihara kuntilanak tidak bisa dianggap biasa. Karena jika sampai ada yang menganggap biasa, maka semua orang mungkin akan terkena imbasnya suatu saat nanti.
Rijad dan Hasbi mendekat pada ketujuh orang anggota tim yang kini baru saja berkumpul di halaman depan rumah Desi. Karel, Iqbal, dan Nadin baru bergabung, karena mereka juga baru selesai menuntaskan urusan dengan kuntilanak bertaring di belakang rumah. Hasbi maupun Rijad sepertinya sudah mengucapkan terima kasih pada Harsa, Uuy, dan Bana atas bantuan mereka memberi informasi serta mengantar sampai ke rumah Desi. Ketiga orang itu kini ikut bersama warga lain yang tengah mengawal Desi menuju ke ambulans milik pihak kepolisian.
"Mari kita kembali ke Desa Ciasem Tengah. Kali ini naik mobil saja, karena anak buah saya telah menyiapkan satu mobil yang bisa kita pakai untuk kembali ke desa tanpa melalui jalur hutan," ajak Hasbi.
"Terima kasih banyak, Pak Hasbi. Kebetulan kami memang sudah terlalu lelah jika harus kembali menempuh jalur hutan agar bisa kembali ke penginapan di Desa Ciasem Tengah," tanggap Ruby, mewakili yang lainnya.
Mereka pun bergegas berjalan menuju mobil yang akan Hasbi kemudikan. Mereka benar-benar diantar sampai ke depan penginapan, sehingga tak perlu lagi berjalan kaki dari rumah Rijad seperti sore tadi.
"Apakah kalian akan pulang malam ini juga?" tanya Rijad, setelah sampai di depan penginapan.
"Tidak, Pak Rijad. Kami akan beristirahat dulu di penginapan ini. Saat pagi nanti, barulah kami akan pulang ke Jakarta," jawab Karel.
"Kalau begitu, sebaiknya kami pamit sekarang juga. Kalian harus beristirahat, agar pagi nanti keadaan kalian bisa kembali pulih saat pulang ke Jakarta," saran Hasbi.
"Baik, Pak Hasbi. Sekali lagi, terima kasih atas tumpangannya sampai ke sini," ucap Ruby.
"Sama-sama, Neng. Mari, kami pergi dulu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," jawab semua orang, kompak.
Setelah Rijad dan Hasbi pergi, Iqbal segera menghentikan langkah Nadin secepat mungkin. Yang lainnya menatap kedua insan tersebut, sambil menduga-duga hal apa yang akan Iqbal lakukan kali ini di hadapan Nadin. Pemuda itu merogoh ke dalam ranselnya, lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hijau mint yang disodorkan langsung ke hadapan Nadin. Semua orang mendadak menahan nafas, saat sadar kalau Iqbal akan melamar Nadin di hadapan mereka.
"Nadin Sadewa, sekarang baru jam sebelas lewat dua puluh delapan menit. Aku akan langsung saja mengatakan niatku di sini, di depan para sahabat baik kita yang tampaknya sudah ingin sekali bertemu bantal dan guling," Iqbal memulai.
"Heh! Bisa-bisanya, loh, kamu mau ngelamar dadakan sambil menyindir kita! Kok bisa kepikiran, sih, Bal?" omel Samsul.
"Diam, Sul! Diam! Kali ini saja," mohon Revan, sambil membekap mulut Samsul dengan penuh keikhlasan.
Reva dan Ruby segera berdiri di samping Nadin yang wajahnya kini sudah memerah sempurna tanpa celah. Karel merekam situasi saat itu, karena tahu bahwa momen itu tidak akan terulang dua kali dalam hidup Iqbal dan Nadin. Iqbal membuka kotak cincin yang ia sodorkan, lalu berlutut di depan Nadin yang hampir menangis akibat rasa haru di tengah lamaran dadakan tersebut.
"Nadin Sadewa, Putri tunggal kesayangan Om Alwan dan Tante Karin, malam ini aku melamar kamu untuk menjadi istriku. Kamu adalah wanita pertama dan Insya Allah kamu juga wanita terakhir yang akan melengkapi hidupku. Nadin, maukah kamu menjadi istriku dan bersedia menikah denganku setelah kita pulang ke Jakarta besok pagi?" tanya Iqbal.
"Jangan jawab sekarang, Nad! Tahan dulu dua jam!" saran Samsul, merasa sebal karena kembali keduluan oleh orang lain dalam urusan lamar-melamar.
"Diam, Samsul! Jangan sampai aku bikin kamu begadang malam ini, ya!" Revan kembali mengomel.
Nadin menyeka airmatanya dan tersenyum cantik seperti yang biasa Iqbal lihat selama ini. Tatapan teduh gadis itu membuat Iqbal merasa bahagia, setiap kali mereka berjumpa dalam setiap kesempatan. Semua hal yang ada pada diri Nadin, telah lama membuatnya enggan menatap ke arah lain. Ia tahu, hanya kepada Nadin hatinya akan berlabuh.
"Iya. Aku bersedia menerima lamaran kamu malam ini, Iqbal. Dan Insya Allah aku juga bersedia menikah dengan kamu, setelah kita pulang ke Jakarta besok pagi," jawab Nadin, kembali menangis karena tak bisa menahan rasa bahagianya.
"Alhamdulillah," ungkap Iqbal, dengan perasaan yang meledak-ledak hebat dalam dadanya.
Ruby mengambil cincin dari dalam kotak yang Iqbal sodorkan, lalu memakaikannya di jari manis tangan kiri Nadin untuk mengakhiri acara lamaran dadakan tersebut. Karel berhenti merekam dengan ponselnya, lalu mengirim rekaman tadi kepada Ayah, Ibu, Paman-paman, dan juga Bibi-bibinya. Ia tahu, bahwa kabar baik itu memang harus segera disebarkan. Ia tahu, bahwa Iqbal dan Nadin tidak lama lagi akan segera bersatu dalam indahnya ikatan pernikahan.
"Allah selalu memberikan yang terbaik, selama hamba-Nya meyakini bahwa pilihan Allah adalah yang terbaik," batin Karel, sambil menatap ke arah para sahabatnya.
"Dek Ruby ...."
Semua mata pun teralih kepada Samsul yang sudah siap mengeluarkan suara emasnya.
"Senyummu sungguh menawan ... wajahmu ayu rupawan ... ke mana mata memandang ... hanyalah dirimu yang selalu terbayang. Ay-ya-ya, hatiku tergoda. Ay-ya-ya, sungguh mempesona. Ay-ya-ya, saat memandangmu hati bergetar. Ay-ya-ya, kau sungguh jelita. Ay-ya-ya, tak dapat kulupa. Ay-ya-ya, padamu aku benar-benar cinta**."
PLETAK!!!
Satu jitakan akhirnya mendarat di kepala Samsul, akibat Revan yang sudah tidak bisa menahan sebal terhadap pemuda itu. Diakhiri dengan jeweran maut, Samsul akhirnya diseret oleh Revan menuju ke pintu depan penginapan.
"Orang lagi lihat momen romantisnya Iqbal dan Nadin, bisa-bisanya kamu menyela pakai lagu dangdut buat merayu Ruby! Dasar bandel!" omel Revan, mewakili Reva yang hampir saja beraksi dan menjambak rambut Samsul.
"Uh ... untung saja kali ini Revan mewakili aku," ungkap Reva, sambil tertawa senang saat melihat penderitaan Samsul.
"Ampun, Van! Ampun!" mohon Samsul, yang tidak akan dipenuhi oleh Revan.
Ruby hanya bisa berdoa sambil meringis untuk keselamatan telinga Samsul malam itu.
* * *
*TRANSLATE : Awas kamu kalau balik lagi ke sini! Saya bunuh kamu!
**King Nassar - Gejolak Asmara

KAMU SEDANG MEMBACA
KUNTILANAK
Horor[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 4 Perjalanan kali itu berbeda dari biasanya. Iqbal merasa ada yang begitu mengganjal dalam hatinya selama perjalanan berlangsung. Sejak mendengar soal permintaan tolong klien dari Ruby, sesuatu seakan langsung me...