Tiga

32 1 0
                                    

Lara menatap kosong kotak bekal yang dia letakkan di meja kerjanya. Komputernya sudah menyala, namun dia belum melakukan apa pun karena harus dibuat bingung dengan bekal sarapan yang diberikan Raka untuknya.

Benar-benar pengangguran si Raka itu, begitu terniat menyiapkan bekal untuk Lara. Entah apa maksudnya, Lara tak terlalu peduli soal itu. Dia lebih dibingungkan oleh tindakan apa yang harus dia lakukan terhadap bekal sarapan ini.

"Eh, tumben Larasati bawa bekal?" Rita terlihat semringah saat duduk di kursi kerjanya; tepat di samping Lara. "Gue juga bawa bekal disiapin Paksu, hehe. Sarapan bareng, yuk."

Lara melihat Rita yang terlihat bahagia saat membuka kotak bekal yang katanya disiapkan oleh suaminya. Kadang-kadang, Lara merasa iri dengan kehidupan rumah tangga Rita yang harmonis. Mereka sudah punya dua anak yang sama-sama sudah bersekolah, dan masih damai meski Rita dan suaminya sama-sama bekerja.

Walau begitu, Rita tak pernah menceritakan keharmonisan rumah tangganya kepada Lara yang dia tahu telah gagal pernikahannya. Hanya saja, kadang-kadang Rita selalu keceplosan menyebut kebaikan suami dan anak-anaknya. Namun, itu tak terlalu mengapa untuk Lara. Rasa irinya tak menimbulkan kebencian. Dia hanya merasa miris dengan kehidupannya, di samping itu dia tetap merasa bahagia karena Rita tak pernah mengalami hal yang sama dengannya.

Jangan sampai Rita melewati apa yang sudah Lara lewati. Biarkan Rita hidup bahagia, karena Rita orang baik.

Lara kemudian melihat kotak bekalnya. Dia kurang memperhatikan Raka saat pria itu menyiapkan bekal sarapan untuknya, jadi dia tak tahu apa yang sudah Raka beri untuknya. Begitu kotak bekal dibuka, aroma nasi goreng seketika menyeruak. Tapi sepertinya itu bukan nasi, sebab setiap butirnya seperti bola-bola kecil.

"Eh, itu sorgum, ya? Sorgum goreng?"

Lara menoleh. Dia sedikit menarik diri ketika Rita melongok untuk melihat bekal sarapan Lara lebih dekat.

"Iya, tuh. Sorgum. Lo yang masak, Dek? Enak banget tuh, baunya."

Alih-alih menjawab, Lara malah justru menawarkan Rita untuk menyicip bekal sarapannya. "Lo mau?"

"Maulah, dikit."

Rita mengambil sendoknya dan mengambil sedikit nasi goreng sorgum milik Lara. Lara menunggu reaksi Rita saat Rita sudah memasukkan makanan itu ke mulut dan mengunyahnya. Reaksi Rita tidak buruk. Dia langsung mengacungkan jempolnya sambil angguk-angguk, lalu mencoba sorgum itu sekali lagi.

"Enak banget. Yang bikin pada jago masak kayanya, nih."

Lara tersenyum miring. Yah, tak dapat dipungkiri, Raka memang jago masak. Bahkan lebih jago dari Lara yang hanya bisa masak sesuatu yang biasa dimasak seperti mie instan dan telur ceplok.

"Dan yang pasti bukan lo yang masak, 'kan? Terakhir lo bawa nasi goreng buatan lo, gue sampe trauma liat nasi goreng."

"Yang asin itu, ya? Yang bawang merah sama bawang putihnya enggak gue tumis, malah dicampurin mentah-mentah ke nasi?"

"Iya. Nasi goreng terburuk sepanjang sejarah. Jangan lo bikin lagi, ya. Nggak enak."

"Makasih, Kak, atas pujian dan sarannya."

Rita mengangguk khidmat sambil mengusap lengan Lara dramatis. "Semangat. Nggak pinter masak, nggak bikin lo masuk neraka. Jadi siapa yang bikin?" Tiba-tiba Rita tersenyum jail. "Pacar baru?"

"Tetangga," jawab Lara jujur. Dia mengambil sendok dan bersiap melahap sarapan buatan Raka. Meski Lara membenci Raka, makanan tidak ada hubungannya. "Gue punya tetangga baru."

"Wih, baik bener tetangga baru bikinin bekal?"

"Jangan langsung disangka baik. Kita liat dulu. Kalo habis makan ini gue mati diracun, lo bisa jadi saksi kalo gue habis dibunuh sama tetangga."

Jangan Membenci MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang