Meski Raka berhasil mengintimidasi Michelle, Raka tetap tak pernah merasa tenang sejak saat itu. Dia resah kalau-kalau Michelle bertindak semakin jauh dengan mengatakan kebenarannya kepada Lara.
Saat itu, Raka kehilangan cara untuk mencegah Michelle melakukan sesuatu yang dapat menghancurkannya sekejap. Meski dia bisa saja membuat karier Michelle goyah atau membuat perempuan itu setidaknya pindah keluar negeri, kalau Michelle memberitahu soal malam itu pada Lara, tetap saja Raka akan kalah.
"Bee. Aku boleh keluar bentar?" tanya Lara ketika Raka baru selesai mandi setelah beberapa saat menghabiskan waktunya di ruang workout untuk melupakan kecemasan-kecemasan yang menghantuinya selama lebih dari dua bulan sejak dia berbicara dengan Michelle.
"Ke mana?" Raka menghampiri Lara hanya dengan sehelai handuk melilit pinggangnya. Dilihatnya Lara sudah siap saja dengan kemeja tunik sebetis, sementara rambutnya diikat seadanya.
Kalau sudah siap begitu, mana mungkin Raka akan melarang istrinya pergi.
"Tempat Michelle," jawab Lara sembari mengenakan jam tangannya. Raka yang tengah membuka pintu lemari spontan bergeming mendengar itu. Dia lalu menoleh menatap Lara saat Lara melanjutkan, "Dia sakit. Karena nggak ada yang jagain, dia minta aku ke sana."
Raka diam untuk berpikir. Kemudian bertanya, "Asistennya mana? Manajernya?"
"Lagi nggak bisa bantu katanya." Selesai dengan jam tangannya, Lara lantas melesat menghampiri Raka. Dia tak menyadari gerak terkesiap Raka saat dia mendekati suaminya untuk membantu mencarikan baju. Sambil mencari pakaian untuk suaminya, Lara berkata, "Dia kan udah sering bantu-bantu kalo aku butuh. Masa aku nggak bisa ngelakuin hal yang sama? Kasian juga kan, dari dulu apa-apa dia selalu sendiri. Asisten sama manajernya kan juga manusia. Nggak mungkin seratus persen selalu ada buat dia. Toh, mereka ngebantuin karena digaji, bukan karena perhatian."
Raka mendadak mencari alasan supaya Lara tak jadi pergi ke rumah Michelle. Firasatnya suka buruk jika Lara berduaan dengan perempuan munafik itu. Raka tak akan pernah bisa menebak kapan Michelle akan menghancurkan hubungannya dengan Lara.
"Tapi aku juga sakit, Yang." Raka mengambil tangan Lara dan meletakkannya ke keningnya. "Mending kamu di rumah aja ngerawat aku."
Lara menoyor kening Raka, lalu menarik tangannya kembali sambil menatap Raka dengan sudut matanya sebelum kembali mencari pakaian.
"Sakit kok masih bisa nge-gym?"
Tiba-tiba saja Raka merengkuh pinggang Lara dan membuat perempuan itu merapat padanya. "Ntar aja perginya. Aku lagi pengen kamu."
"Bee ...." Lara memelas. "Bentar doang, kok. Kalo nurutin kamu dulu ntar akunya udah males keluar. Ini aja udah siang."
"Yaudah, kalo gitu lain kali aja perginya."
Lara menatap Raka dengan sorot memohon. "Bee. Kamu nggak kasian? Sakit sendirian itu nggak enak, loh. Seenggaknya kudu ada yang temenin. Jadi pas mau apa-apa biar ada yang bantuin gitu."
Saat itu, Raka ingin menegaskan pada Lara bahwa tak sepantasnya Lara memberikan perhatian sebegitu besar kepada Michelle yang sudah menusuknya dari belakang. Tapi Raka tak bisa mengatakan itu semua karena hal itu justru akan memicu kecurigaan Lara.
"Bentar doang, kok. Sorean juga aku pasti udah nyampe rumah. Boleh, ya?" Karena tak kunjung mendapat jawaban, Lara mencoba menginjit kakinya agar dapat mengecup bibir Raka sebagai sogokan. Tapi yang bisa disentuh oleh bibirnya hanya dagu pria itu. "Kenapa makin lama kamu makin tinggi kayak tiang listrik? Nggak ngaruh sama balapnya, apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Membenci Mantan
Romantizm"Aku nggak bisa jatuh cinta lagi, karena cintaku habis di kamu." ------------- Perceraian kedua membuat Lara memutuskan untuk sendirian seumur hidupnya. Di luar kendalinya, Raka si pembalap kondang kembali hadir di kehidupannya. Lara yang membenci R...