Raka pikir Lara akan menurut dan masuk ke rumahnya. Ternyata, sekembalinya dia dari supermarket, Lara malah masih berada di teras rumah dalam posisi berjongkok memeluk kedua kakinya. Raka seketika mengernyit heran. Mengapa Lara rela kedinginan di sana alih-alih mandi air hangat di dalam rumah Raka?
"Kok, nggak masuk?" tanya Raka begitu sampai di depan Lara. Seketika Lara bangkit dari jongkoknya dan berdiri menghadap Raka, lalu melangkah sedikit untuk menyerahkan kunci rumah pria itu pada empunya.
"Sori. Gue nginep di hotel aja."
Raka menatap Lara lekat sekali. Dia mengangkat tangan kanannya, tampak hendak mengambil kunci rumahnya dari tangan Lara. Namun, alih-alih mengambil kunci itu, Raka malah justru menggenggam tangan Lara, dengan genggaman yang erat.
Lara jadi terpegun. Kenapa Raka malah tiba-tiba menggenggamnya?
"Lo nggak percaya sama gue?" Raka benar-benar bertanya. Dan Lara langsung paham apa maksud dari pertanyaan pria itu. "Kita pernah kecil bareng-bareng, Ra."
"Terus?" balas Lara.
"Ya ... gue nggak mungkin jahat sama lo."
"Tapi lo pernah jahat sama gue," kata Lara tenang, membungkam Raka. "Gimana gue bisa percaya sama lo?"
Raka tampak kehilangan kata-kata. Lara dapat melihat jakun pria itu naik-turun menelan ludah, sementara matanya mengerling ke arah lain. Tangannya masih menggenggam Lara hangat dan lembut, meski masih erat.
"Di hotel nggak nyediain baju ganti. Lo juga bakal keburu pingsan sebelum sampai ke hotel. Lo udah pucat banget, tau." Raka menatap Lara dengan tatapan teduh dan membujuk, seperti tatapan yang selalu dia berikan setiap Lara marah dan merajuk. "Nggak papa nginap di sini dulu. Gue tidur di atas, lo di bawah. Setiap pintu kamar ada kuncinya. Lo nggak perlu takut. Kalo perlu, sekalian lo bawa golok ke kamar biar jadi senjata kalo gue macem-macem."
Lara diam.
"Udah malem, Ra. Lo juga udah basah gini. Kasian." Raka mengangkat kedua alis tebalnya, berisyarat meminta pendapat Lara. "Ya? Nginap, ya? Gue udah beliin, nih, yang lo butuhin. Di rumah ada mie rebus juga, ntar gue masakin enak-enak buat lo. Sekalian lo ambil entar kuker buatan Mamah. Dia nitipin ke gue buat dikasih sama lo."
Raut wajah Lara spontan berubah begitu mendengar ada kue kering buatan Resti yang akan diberikan padanya. "Kue? Dari Mamah?"
"Iya."
"Beneran?"
"Iyaaa."
"Yaudah ayok," sahut Lara sambil menarik tangannya dari genggaman Raka. Dia juga menyerahkan kunci rumah pada Raka dan berbalik menghampiri pintu, berdiri di sana. Karena Raka bergeming bingung, Lara lantas menengok ke belakang sambil berseru, "Buruan!"
Raka menggeleng tak habis pikir. Ternyata membujuk Lara itu selalu mudah, asal Lara dibujuk dengan sesuatu yang Lara cintai. Contohnya, dibujuk dengan kue kering buatan Resti.
Lekaslah Raka menghampiri Lara; berdiri di samping perempuan itu saat membuka pintu. Begitu pintu dibuka, Lara menunggu Raka yang masuk lebih dulu, baru dia ikut masuk. Lara sedikit gamang saat melihat Raka menutup pintu rumahnya dan menguncinya. Dia seketika membuang muka saat Raka menoleh padanya.
"Tunggu apa lagi? Sana mandi!"
Lara menggunakan tatapan datarnya untuk mengintimidasi Raka. "Lo pikir gue tau hal-hal goib? Seenggaknya tunjukin dulu letak kamar mandinya di mana!"
"Elah ... bukannya model rumah kita sama, ya?"
"Beda woi."
"Kamar mandinya di dalam kamar. Lo liat itu ada foyer di kanan, 'kan? Nah, masuk ke sana ada kamar. Kalo lo ke kiri, ntar jumpa dapur. Ini rumah bukan kastel. Lo nggak bakal tersesat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Membenci Mantan
Romance"Aku nggak bisa jatuh cinta lagi, karena cintaku habis di kamu." ------------- Perceraian kedua membuat Lara memutuskan untuk sendirian seumur hidupnya. Di luar kendalinya, Raka si pembalap kondang kembali hadir di kehidupannya. Lara yang membenci R...