"Apa penyesalan terbesar dalam hidup kamu?"
Lara menoleh, menatap Raka yang duduk menekuk kedua kaki di sampingnya. Karena Lara saat itu sedang hamil lima bulan, Lara tak bisa ikut-ikutan menekuk kedua kaki dan hanya bisa berselonjor, membiarkan ombak tipis pantai mengenai kakinya.
Kembali Lara tatap ke depan. Laut biru mulai dibiasi terik senja yang memukau. Sementara angin sepoi-sepoi terus membelai rambut lurusnya yang tergerai.
"Penyesalan terbesarku ... ada banyak, sih." Lara tersenyum samar. "Saking banyaknya, aku sampe mikir ... apa aku dikasih hidup cuma buat nyesel doang?"
"Penyesalan paling besar," kata Raka. "Yang kalau kamu dikasih kesempatan buat kembali ke masa lalu, kamu bertekad buat perbaiki penyesalan kamu itu."
Lara tampak berpikir. Kemudian mengangguk pelan. "Ada," ucapnya sendu. "Sesalku paling besar itu ... waktu-waktu aku masih bisa ngeliat Mama tiap hari. Dan yang bikin aku nyesel itu, kenapa coba ... dulu tuh aku nggak pernah mau belajar masak sama Mama? Kenapa setiap Mama sibuk bikin ini-itu, nyobain resep ini-itu, aku cuma lengah di kamar dengerin musik? Kenapa coba, aku nggak ikut turun ke dapur; berdiri di samping Mama, ngobrol banyak hal sambil masak? Kenapa aku waktu itu selalu berpikir kalo aku pasti punya banyak waktu buat belajar masak sama Mama? Kenapa nggak pernah terpikir sama aku kalo Mama ... bisa pergi kapan aja? Kalo Mama bisa menghilang tiba-tiba dan nggak bakal pernah bisa balik lagi?"
Raka bergeming. Agaknya, dia sudah menanyakan sesuatu yang sangat sensitif. Namun, Lara tak menangis saat itu. Dia justru tersenyum mengenang penyesalan terbesarnya. Hanya saja, air mata Lara tetap jatuh meski dirinya terlihat tenang.
"Aku inget banget, Mama pernah bilang kalo dia pengen buka restoran atau streed food gitu. Tapi Papa nggak ngijinin. Alasannya banyak; salah satunya karena waktu itu kita masih punya banyak utang. Yang bikin nyesek sih, kalo Papa punya keinginan, Mama pasti bakal support. Tapi kalo Mama punya keinginan, Papa selalu matahin. Udah gitu Papa kayak ngalihin keinginan Mama ke keinginan dia aja gitu. Makanya ... setiap aku sadar aku udah ngelarang kamu ini-itu, aku jadi sering mikir ... apa jangan-jangan, aku nggak ada bedanya sama Papa? Egois, pengen enak sendiri. Orang lain harus nurut. Jadi kadang-kadang aku takut ... kamu bakal makan hati nggak ya, ngadepin kemauan aku yang kadang bertentangan dengan kemauan kamu?"
Raka menarik sudut bibirnya, tersenyum dengan menawan. Dia menyelipkan rambut Lara ke belakang daun telinga perempuan itu dengan sayang.
"Aku nggak pernah makan hati. Soalnya aku lebih suka sayap."
Lara menyorot datar wajah Raka dengan matanya yang memerah. "Tapi ini bukan tentang ayam."
"Nggak pernah, Yang. Karena aku selalu mikir gini; semua hal yang nggak kamu suka, itu pasti berdasarkan kekhawatiran kamu terhadap sesuatu itu. Contohnya, kamu nggak suka aku jadi pembalap. Itu karena kamu nggak mau aku mati konyol di atas kata 'kompetisi'. Kamu nggak suka aku jadi model, itu karena kamu khawatir aku punya fans fanatik yang bakal guna-guna aku lewat foto-fotoku. Dan kamu nggak suka aku follback akun artis-artis dan model-model lain, karena kamu nggak mau mereka baper cuma karena aku follback. Sampai-sampai sejagat dibikin bingung kenapa aku cuman follow satu akun doang yang bahkan followers-nya nggak nyampe seratus biji."
Lara tiba-tiba tertawa. Dia dibuat geli memikirkan akun sosmednya yang hanya memiliki 87 followers, menjadi satu-satunya akun yang Raka ikuti, padahal akun sosmed Raka saat itu sudah mencapai 2 juta lebih followers.
"Bener. Itu valid. Jadi aku nggak egois, 'kan? Aku ngelarang karena aku mikirin kamuuu."
Raka tersenyum. "Papa mungkin juga begitu, Yang," katanya, membuat Lara terdiam. "Mungkin kita ngeliat seseorang itu egois, pengen maunya doang yang diturutin. Tapi gimana kalo keegoisan seseorang itu cuma terlihat di luarnya aja, sedangkan sebenarnya dia malah justru mikirin orang lain? Contohnya kayak Papa; kita ngeliat dia ngelarang Mama buka restoran. Mungkin aja karena Papa khawatir sama sesuatu yang nggak bisa dijelasin ke kalian, jadi dia seolah-olah terlihat egois supaya kalian tetap dalam mode aman. Papa ngelarang kamu jadi penulis dan maksa kamu buat kerja di pemerintahan; mungkin aja itu karena Papa belum tau seberapa menjaminnya jadi penulis kalo udah hebat dan terkenal. Yah, emang sih, kata-kataku nggak cukup terbukti. Tapi, Yang ... percaya deh, papa kamu itu orang baik. Dia sayang banget sama kamu, sama mama kamu. Aku yakin itu karena aku deket sama papa kamu."
![](https://img.wattpad.com/cover/381015959-288-k779144.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Membenci Mantan
Romance"Aku nggak bisa jatuh cinta lagi, karena cintaku habis di kamu." Perceraian kedua membuat Lara memutuskan untuk sendirian seumur hidupnya. Di luar kendalinya, Raka si pembalap kondang kembali hadir di kehidupannya. Lara yang membenci Raka setengah m...