Suara tangisan bocah laki-laki yang berusia enam tahun tersebut membelah sepinya malam hari. Ia sudah menangis lebih dari dua jam hingga seluruh wajahnya berwarna merah dan matanya menjadi bengkak
Jam telah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, akan tetapi bocah kecil bernama Earl ini masih setia menangis setelah dua jam yang lalu mengetahui bahwa sahabatnya, Grey, akan pindah ke luar negeri dan tak tahu kapan akan kembali
Suara kenop pintu dibuka dan Earl yang di temani oleh sang ibu menoleh ke sumber suara, dan di sana lah orang yang membuat Earl menangis muncul. Grey melangkahkan kakinya dengan perlahan, langkahnya terlihat berat, hingga akhirnya dia naik ke atas kasur dan memeluk Earl yang tangisannya makin keras
Tak tahan melihat Earl yang menangis sesenggukan didalam pelukannya, Grey pun akhirnya ikut meneteskan air mata akan tetapi ia mencoba untuk tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
Keadaan Grey sebenarnya tak jauh berbeda dengan keadaan Earl. Sebab sehari sebelumnya ia telah memohon-mohon kepada kedua orangtuanya, bahkan sampai bersujud di kaki keduanya agar mereka mengubah pikiran mereka. Tapi seolah baja, keputusan kedua orangtuanya sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi. Mereka berdua tetap memutuskan untuk pindah
Grey membawa Earl untuk berbaring dan Earl tak pernah melepas pelukannya pada Grey. Tubuh mereka berdua menyatu, tak terpisahkan bahkan satu inci pun. Bahkan saat Grey bergerak untuk mengucapkan selamat malam pada ibu Earl, tubuh kecil dalam pelukannya itu makin mengeratkan pelukannya, membuat Grey sedikit sulit bernapas
Empat jam telah terlewati dan orang tua Grey menjemputnya yang telah terbangun namun masih dalam pelukan Earl yang sama sekali tidak berubah. Akhirnya sedang susah payah Grey keluar dari pelukan Earl yang kini memeluk guling. Ia menatap Earl dengan tatapan sedih kemudian mencium kening dan pipinya cukup lama, baru ia akhirnya turun dari ranjang dan pulang untuk bersiap-siap
Grey membereskan semua foto yang menempel di dinding kamarnya kemudian memasukkannya kedalam tas kecil yang ia sembunyikan didalam kopernya. Tangannya mengambil boneka naga yang diberikan oleh Earl pada hari ulang tahunnya kemudian memeluknya erat, sebelum akhirnya ia keluar dari kamarnya setelah ibunya memanggilnya
Grey melirik ke arah kamar Earl yang tak menunjukkan tanda bahwa anak itu sudah bangun. Hal ini membuat Grey meras tenang, sebab dia tak perlu menyaksikan tangisan menyakitkan itu lagi dari Earl
Namun, apa yang dia inginkan tak terjadi. Setelah mobil melaju, telinganya menangkap suara yang sangat familiar. Ia mengeluarkan kepalanya dan menatap kebelakang, ia membelalakkan matanya melihat Earl yang mengejar mobil hanya mengenakan piyama tanpa alas kaki, sembari menangis lagi. Air mata kembali menetes dari sudut mata Grey melihat kesayangannya mengejar mobilnya hingga kakinya yang tak beralaskan apapun telah terluka, terlihat dari bercak darah yang tertinggal di aspal
Grey yang melihat Earl makin lama makin jauh, mengeluarkan tangannya dan melambaikan nya sembari ia memaksakan bibirnya untuk tersenyum, "Sampai jumpa," ucapnya dengan penuh keyakinan
"GREY!"
•••
"GREY!"
Keringat dingin membasahi tubuh Earl. Ia lagi dan lagi memimpikan hal yang sama. Kenangan terburuk dalam hidupnya.
"Kau bermimpi lagi?"
Mendengar suara yang familiar, Earl menoleh pada ponselnya yang ternyata masih tersambung pada Grey yang semalam menghubunginya. Ia mengelap keringatnya kemudian menjawab, "Iya, entah yang ke berapa kali ini?"
"Ini sudah sepuluh tahun dan kau masih memimpikan hal yang sama. Bukankah aku sudah bilang kalau kita pasti akan bertemu lagi suatu hari nanti."
Earl menganggukkan kepalanya, melupakan fakta bahwa Grey tidak bisa melihatnya, "Aku yakin. Tapi suatu hari nanti itu kapan? Ini sudah sepuluh tahun dan apakah kau tidak berniat untuk kembali?"
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION
RomanceEarl dan Grey, sahabat kecil yang dipisahkan karena keegoisan keluarga Grey, membuat mereka berpisah selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya mereka bertemu lagi dan kembali menjadi sahabat Tapi siapa sangka, sahabat sekaligus cinta pertamanya itu men...