PART 17
Qilah PoV
Hari pertama, kedua, ketiga, dan tidak terasa sekarang sudah hari ketujuh. Tepat satu minggu gue jadian sama Jovan, kakak kelas idiot itu, gara-gara dare dari Diana. Awas aja deh bocah itu.
Gue terus menatap kalender yang menempel di dinding. Masih ada 7 hari lagi. Dan besok adalah hari Minggu. Jovan ngajak gue jalan.
Rumah lagi sepi banget. Bunda sama ayah lagi jalanin bulan madu yang gak tau deh ke-berapa ratus milyar kali. Abang? Dari tadi sore belum pulang. Mungkin ngapel. Maklum, Satnight.
Biasanya, jam segini di malam Minggu seperti ini Mila pasti ke rumah gue. Ngapain aja. Dan berujung dengan acara menginap.
Tapi, semenjak Mila sudah digebet orang, Mila jadi jarang main ke rumah gue. Ya, tau lah gimana nasib gue. Walaupun gue sekarang juga punya pacar, tapi berasa kayal masih jomblo. Si idiot gak tau deh kemana.
Gue merebahkan diri di kasur tercinta gue yang beralaskan sprei berwarna merah dengan corak bunga-bunga. Gue melihat ke langit-langit kamar, tempat dulunya banyak hiasan bintang yang sekarang sudah hilang. Abang yang dulu membuat hiasan itu. Katanya, biar gue bisa menghitung ada berapa bintang yang tersebar di langit-langit kamar ketika gue gak bisa tidur. Sulit sebenarnya. Karena abang bikin bintang-bintang itu pakai manik-manik bekas prakaryanya yang kecilnya naujubilah. Sampai gue yang tiduran dulu cuma bisa melihat pantulan sinarnya doang.
♢♢♢♢
Gue melihat ke sekitar gue sekarang berada. Rumah sakit? Siapa yang sakit?
Ayah tampak berlari tergesa menuju ke arah gue dengan wajah tersenyum cerah. Ada apaan sih?
"Dek, kamu ini kok masih diam disini? Dari tadi bunda udah nungguin di ruangan," katanya.
Di ruangan?
Ayah membalikkan badan sambil menarik pergelangan tangan gue dengan halus. Menuntun agar gue mengikuti langkahnya menaiki tangga menuju dua lantai di atas.
Gue cuman mengikuti ayah dari belakang. Tidak berusaha bertanya ada apa dan kenapa.
Dan di sebuah ruang rawat kelas VIP, seorang wanita sedang tertidur dan seorang laki-laki berdiri di samping si wanita. Laki-laki itu melihat ke arah gue dan ayah yang baru masuk ke ruangan putih itu lalu tersenyum.
♢♢♢♢
"Qil, bangun!!"
Badan gue rasanya berguncang. Dengan malas gue membuka mata dan melihat abang berdiri dengan pakaian yang rapih. Gue mengerutkan kening.
Perasaan, tadi gue di ruangan rawat deh. Oh, mimpi ya?
"Kebo banget sih lo jadi cewek! Noh pangeran lo udah nunggu dari subuh!"
"Ah... lebay lo," suara gue masih serak saat ngomong. Efek bangun tidur, jadi seksi gini deh ah rasanya. "Suruh balik aja si Jovan. Bilang gue lagi ngebo seksi."
"Darimana seksi, sih? Lo sama Chika aja masih lebih semok Chika."
Kurang ajar abang ini. Nyamain gue sama ikan kesayangan ayah. Saking sayangnya sama itu ikan, sampe dikasih nama bagus banget gitu. Sampai dianggap anak. Padahal cuman ikan koi.
"Gue gak se level sama ikan," protes gue. "Sono lo balik ke habitat lo!" Gue menendang kaki abang dengan pelan pertanda mengusir lalu segera membalikkan badan untuk melanjutkan tidur cantik. Masih penasaran kenapa di mimpi gue bunda bisa masuk rumah sakit.
OH IYA BUNDA!
"ABANG!"
"Apaan sih lo gak usah terika gitu kali! Gue gak congek woy!" Abang yang ternyata masih dengan setia berdiri tidak jauh dari tempat tidur gue memprotes.