Chapter 19

1.4K 150 6
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Maaf ya beberapa hari ini aku tidak sempat update (author lagi galau🤧)
Sebagai gantinya, malam ini aku double update🙆🏻‍♀️

Jangan lupa untuk follow Instagram [Hryntibooks_ ] untuk dapat info update dan spoiler.

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Brakk!

Pintu tertutup dengan keras, suaranya memantul di koridor sepi, seolah menegaskan batas yang tak mungkin ditembus. Galen berdiri terdiam, menatap pintu yang kini terkunci di hadapannya. Nafasnya tertahan, mencoba mencerna bahwa ketukan hatinya dijawab dengan diam. Dia tahu, pintu yang tertutup itu adalah jawaban atas harapannya-tidak.

"Aku kembali ke Chicago besok... mungkin akan lama sampai aku bisa datang lagi," ucapnya, suaranya sedikit bergetar, tapi cukup keras agar seseorang di balik pintu bisa mendengarnya. "Setidaknya, izinkan aku menemanimu sebentar... sebelum aku pergi."

Hening. Tak ada suara dari dalam, seolah pintu itu memisahkan mereka dengan dingin yang tak terukur, seperti tembok yang sengaja dibangun tanpa celah untuk kembali.

Galen menarik nafas berat, pandangannya terpaku pada permukaan kayu yang terasa begitu asing. Tangannya terulur, jemarinya menyentuh pintu itu dengan pelan, seolah berharap bisa menembus jarak di antara mereka.

"Sampai jumpa lagi," bisiknya dengan suara nyaris tak terdengar, sebelum ia memaksa dirinya berbalik melangkah pergi, membawa serta kepingan hatinya yang hancur.

Di dalam, Ainsley berdiri mematung di balik pintu, mendengar setiap kata yang pria itu tinggalkan. Perasaannya bergejolak, antara ingin membiarkannya pergi atau menahan tangan itu sekali lagi. Mendadak , ia teringat pada satu kutipan dalam buku yang pernah dibacanya, sebuah kalimat yang terasa nyata di detik ini:

"Menghindari rasa sakit hati dengan cara menikam jantungmu sendiri."

Itulah yang Ainsley rasakan tiap kali berhadapan dengan Galen. Rindu yang menyakitkan, cinta yang memukul hatinya tanpa ampun, menyisakan perih yang ia sendiri tak tahu kapan akan hilang.

Tak lama kemudian, suara pintu berderit pelan di belakang, mengusik keheningan di lorong. Ainsley berdiri di ambang pintu, memandang Galen yang tengah berdiri di depan lift, punggungnya yang tegap nyaris tenggelam dalam bayang-bayang.

"Hei!" serunya, memecah kesunyian yang tegang. Galen menoleh, alisnya terangkat penuh tanya, tapi ada percikan harap di matanya.

"Masuklah," ucap Ainsley, suaranya sedikit serak namun tegas, seolah-olah kata-kata itu lebih dari sekadar undangan, lebih seperti sebuah kesempatan terakhir yang ia berikan, meski dengan hati yang masih ragu.

Sesaat, Galen terpaku di tempatnya, mencoba menangkap makna di balik tatapan wanita itu. Kemudian, tanpa ragu, dia melangkah kembali mendekatinya, dengan langkah yang sarat harapan, seakan-akan setiap jejak membawa mereka kembali ke momen yang telah lama hilang.

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Galen melepas jaket hitamnya, menaruhnya asal di punggung kursi meja makan dan duduk dengan tenang, matanya tak lepas dari sosok Ainsley yang kini tampak sibuk di dapur. Wanita itu berjalan menuju kompor, menyiapkan sarapan meski jelas sekali terlihat kegugupannya; seakan dirinya tak tahu apa yang sedang ia lakukan atau kenapa ia membawa pria itu masuk.

LOSE OR GET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang