Chapter 11

2.4K 198 15
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Jangan lupa tekan vote dan berikan dukungan komentar kalian 🙆🏻‍♀️❤️

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Ferrari merah menyala terparkir mencolok di depan hotel, dengan seorang pria berjaket kulit hitam bersandar santai pada pintu mobilnya. Galen menunggu dengan tenang, matanya tajam memantau pintu kaca hotel.

Tak lama kemudian Ainsley muncul, mengenakan piyama satin biru muda. Wanita itu tampak seperti singa betina yang sedang marah. Wajahnya berang, langkahnya cepat menghampiri Galen dengan aura kemarahan yang membara.

"Apa maumu?!" Suara Ainsley memekik tajam, langsung menghantam telinga Galen. Ia sedikit memundurkan kepalanya, terkejut dengan kemarahan Ainsley yang membuncah.

"Kau terus mengirimiku pesan, menelepon tanpa henti, padahal aku bilang sibuk! Dan sekarang kau muncul di sini menyuruhku keluar? Brengsek kau!" Suaranya nyaris menggelegar, membuat beberapa pejalan kaki di sekitar menoleh heran.

Alih-alih merasa terpojok, Galen malah mengamati Ainsley dengan tenang, sebuah senyum samar bermain di sudut bibirnya. "Jadi... kau tidur di hotel sekarang? Sudah tidak punya rumah?" tanyanya sambil menyilangkan tangan di dada, tatapannya mencermati piyama yang dikenakan Ainsley.

"Pria mana yang kau temani kali ini?" lanjutnya, nadanya seakan-akan menuduh, namun dengan keangkuhan yang membuat darah Ainsley mendidih.

Mata Ainsley menyipit, rahangnya mengeras dan setiap syaraf di tubuhnya menjerit ingin meninju pria di depannya. Sumpah, kalau bisa dia akan menjambak rambut Galen, menyeret kepalanya ke aspal dan melindasnya dengan truk jika perlu.

"Ini pesta gadis untuk temanku yang akan menikah! Kau menuduhku tidur dengan pria lain?! Jika aku ingin bercinta dengan orang lain, aku bisa melakukannya di rumahku sendiri, bukan di hotel!" balas Ainsley tajam, matanya berkobar dengan rasa muak yang mendalam.

Galen tak bisa menahan senyumnya, lega dan terhibur dengan respon Ainsley. Wajah wanita itu memerah, bukan karena malu, tapi karena marah.

"Kalau begitu, bercintalah di rumahmu. Aku akan menontonnya." Galen menjawab dengan santai, seolah melempar bensin ke atas api yang sudah menyala-nyala.

Hening. Hanya suara malam yang mengisi ruang kosong di antara mereka. Galen, dengan senyum kecil di wajahnya, terus menatap Ainsley seolah menantang amarah yang jelas terpancar di mata wanita itu. Tatapan mereka bertahan beberapa detik sebelum akhirnya Ainsley meledak.

Seperti bom waktu yang akhirnya pecah, Ainsley mulai memukul-mukul dada Galen dengan tinjunya, menendang kakinya, dan berteriak tanpa kendali.

"Brengsek! Sialan kau! Fuck you!" Teriakannya menggema, menembus malam.

Namun, bukannya merasa bersalah atau menahan diri, Galen malah tertawa. Tawa rendah yang terdengar begitu santai seolah ia sedang menonton sebuah pertunjukan. Pukulan-pukulan kecil Ainsley tak lebih dari cubitan bagi tubuh kokoh pria itu. Dengan mudah ia menahan serangan Ainsley, berusaha menghalau tangan dan kakinya yang bergerak tak terkendali sambil tertawa terbahak-bahak.

"Hentikan, hentikan," ucap Galen di sela tawanya.

Tapi bukanya berhenti, Ainsley semakin menggila. Ia meninju dada Galen dengan kekuatan yang ia miliki dan sesekali, kakinya menendang pria itu. Semua yang ia pendam selama ini keluar begitu saja, tanpa saring.

"Hei, hei," Galen akhirnya berhasil mencengkram kedua lengan Ainsley, memaksa wanita itu untuk berhenti, meski tawa masih terdengar samar dari bibirnya. "Orang-orang sedang melihat kita, Ainsley," bisiknya sambil menyembunyikan senyum.

Ainsley terengah-engah masih terbakar amarah, tapi Galen dengan lembut menangkup wajahnya, menyentuh pipinya yang merah akibat kemarahan dan kelelahan.

"Tenang, tarik napas," ucapnya, kali ini suaranya lebih lembut, namun tetap ada nada geli dalam setiap katanya.

Ainsley mencoba untuk tetap marah, namun melihat pria di depannya yang masih tersenyum dan mencoba menenangkan dirinya, ia justru terjebak dalam momen absurd ini.

Sedikit demi sedikit, bibirnya tertarik, meski hatinya masih terasa panas. Ia akhirnya tertawa, tawa lelah yang tak bisa ia tahan, bahkan ketika amarahnya belum sepenuhnya reda.

Sebuah keheningan baru tercipta, namun kali ini dipenuhi oleh tawa kecil keduanya. Sebuah gencatan senjata singkat ditengah medan perang emosi yang belum selesai.

"Kau benar-benar menyebalkan," gumam Ainsley di antara tawa kecilnya, meski kini hatinya terasa sedikit lebih ringan.

Galen mundur selangkah, memberi jarak antara dirinya dan Ainsley, matanya menyapu wajah wanita itu dengan tatapan lembut namun serius.

"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Kalau kau tak mau kejadian seperti ini berulang, setidaknya balaslah pesanku dengan benar."

Ainsley memicingkan matanya, tatapannya tajam. "Memang kau siapa sampai aku harus beri kabar?"

Galen tersenyum tipis, sedikit getir. "Mungkin aku memang bukan siapa-siapa lagi bagimu. Tapi kalau aku bertanya kau di mana, sedang apa, dengan siapa, jawab saja dengan jelas. Bukan hanya ‘aku sibuk’ tanpa keterangan apa pun." Suaranya tegas, tapi tidak berniat memaksa.

Ainsley mendengus, memalingkan wajahnya sedikit. "Aku sibuk persiapan, Galen. Aku tak mau terlihat tidak sopan dengan terus memegang ponsel di hadapan teman-temanku."

"Tapi yang lebih tidak sopan adalah kau, tiba-tiba datang tanpa izin, seenaknya," balas Ainsley tajam.

Galen menarik napas panjang, lalu berkata dengan nada lembut, "Aku minta maaf, Nyonya."

Kata-kata itu menggantung di udara, membuat Ainsley ragu sejenak. Tatapannya bertemu dengan sorot mata hangat Galen yang tampaknya tulus meminta maaf. Ada sesuatu dalam pandangan itu yang membuat Ainsley merasa canggung, seolah ada hal yang belum sepenuhnya selesai di antara mereka.

"Baiklah," Galen melanjutkan dengan nada lembut. "Silakan lanjutkan pestanya."

Ainsley berkedip beberapa kali, merasa ada sesuatu yang masih menggantung di udara antara mereka. Meskipun begitu, ia tak ingin membahas lebih lanjut lalu memilih untuk berbalik dan melangkah menuju pintu hotel. Tetapi sebelum itu, langkahnya terhenti, ia menoleh lagi.

"Kau... pulanglah dengan hati-hati."

Galen mengangguk pelan. "Um," gumamnya, senyum kecil masih tersisa di bibirnya.

Tak ada lagi kata yang terucap. Ainsley berlari kecil kembali masuk ke dalam hotel, sementara Galen tetap berdiri di tempatnya. Ia menunggu beberapa detik lebih lama, memastikan sosok Ainsley benar-benar hilang dari pandangannya sebelum akhirnya bergerak.

Galen menghela napas panjang, matanya menyapu deretan mobil mewah yang terparkir. Pandangan Galen berhenti pada sebuah Mercedes-Benz Maybach hitam dengan baret yang mencolok di sisi kirinya.

Senyum tipis terukir di wajahnya, samar-samar mengingat ketika ia yang menyebabkan baret itu. Ia tahu pasti siapa pemilik mobil itu, dan tahu persis bagaimana penyok itu terjadi.

Senyum kecil muncul di sudut bibirnya. Pandangannya kembali ke arah gedung hotel tinggi itu, lalu ia menghela napas panjang. Dengan suara rendah, ia berbisik pada dirinya sendiri.

"Pesta gadis, huh?"

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Lose Or Get You
[22 Oktober 2024]
-
-

Hayo, ingat tidak mobil Mercedes punya siapa?

LOSE OR GET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang