CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!Jangan lupa tekan vote dan berikan dukungan komentar kalian 🙆🏻♀️❤️
Follow Instagram [Hryntibooks_ ] to get updates and spoilers.
Maaf ya telat.
Happy Reading🫶🏻ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢
Ainsley duduk di kursi ruang guru, mencoba fokus pada tumpukan lembar tugas siswa yang belum selesai diperiksa. Setelah beberapa hari cuti, ia kembali tenggelam dalam rutinitasnya sebagai guru di SMA seni bergengsi di Melbourne ini. Yang sialnya, adalah sekolah milik si pria menyebalkan, Galen. Meski begitu, Ainsley menepis pikiran tentang pria itu dan berkutat dengan pekerjaannya.
Jam istirahat seharusnya membuatnya sudah berada di kantin bersama rekan-rekan guru yang lain, tapi Ainsley memilih kesunyian ruang guru sebagai pelarian. Ia berpikir, mungkin begini lebih baik daripada harus mendengar gosip-gosip tentang dirinya dan Galen yang beredar di kalangan staf.
"Ainsley!"
Suara nyaring Leny tiba-tiba memenuhi ruangan, menarik perhatian beberapa orang di sana. Ainsley mengangkat wajahnya, mendapati Leny tengah melangkah ke arahnya dengan senyum lebar dan tatapan penuh minat.
"Hai, Leny," sapa Ainsley, berusaha terdengar tenang.
Leny, wanita berwajah cantik dengan sorot mata biru tajam, berdiri di samping meja Ainsley. Matanya menelusuri Ainsley dari atas ke bawah, seperti sedang menilai. Setelah diam sejenak, Leny akhirnya bersuara.
"Jangan bilang kalau cutimu kemarin gara-gara gosip itu," katanya langsung, tanpa basa-basi.
Ainsley hanya tersenyum tipis, tahu persis apa yang dimaksud Leny. Sejak pertemuan pertamanya dengan Galen, segala gerak-gerik mereka menjadi bahan pembicaraan. Bagaimana tidak? Galen selalu mendekatinya secara terang-terangan, membuat para guru dan siswa memiliki tontonan gratis setiap kali mereka berpapasan.
Ainsley hanya tersenyum simpul, menatap Leny sekilas lalu kembali menunduk, berpura-pura sibuk dengan tumpukan kertas di depannya.
"Gosip apa tuh?" tanyanya dengan nada yang dibuat-buat seolah tak tahu apa yang dibicarakan.
Leny mendengus pelan, menggeleng sambil memasang ekspresi sebal. Ia tahu, Ainsley bukan tipe yang suka menceritakan urusan pribadinya, dan Leny menghormati hal itu. Tapi entah mengapa, dia selalu penasaran.
"Hah, ya sudahlah. Yang penting kau baik-baik saja," ujar Leny sambil melambaikan tangan. "Aku mau ke kantin. Kau tidak ikut, kan? Yasudah, nanti kalau lapar menyusul saja."
Leny sudah hampir melangkah pergi ketika suara lirih Ainsley menghentikannya.
"Eh... Leny," panggil Ainsley pelan. "Boleh tidak... aku tanya sesuatu?"
Leny menoleh, terkejut sekaligus senang. Jarang sekali Ainsley mau membuka diri seperti ini, bahkan sekadar untuk bertanya. Tanpa pikir panjang, Leny kembali, menarik kursi kosong di sebelah Ainsley, duduk dengan penuh antusias. Ia menyandarkan sikunya di meja, memandang Ainsley dengan senyum hangat.
"Spell it love," jawabnya lembut.
Ainsley meletakkan bolpoin di atas meja, menatap Leny dengan sorot mata yang penuh pertimbangan, lalu menghela napas panjang.
"Jadi begini." Suaranya pelan, namun jelas mengandung beban yang ingin ia lepaskan. "Aku pernah punya hubungan... yang sangat dalam, namun akhirnya hancur. Dia menyakitiku, Len, hingga aku benar-benar merasa terluka, seperti... patah yang tak bisa sembuh."
Leny terdiam, menyimak dengan penuh perhatian, tak ingin menginterupsi curahan hati yang begitu langka dari sahabatnya itu.
"Akhirnya, kami berpisah. Aku pikir itu sudah selesai... tapi sekarang dia kembali. Bukan hanya untuk minta maaf, tapi dengan segala sesal yang dulu tak pernah terucap. Dia bilang semuanya dulu adalah kesalahpahaman, ada hal-hal yang sebenarnya dia pendam, yang tak pernah dia ungkap."
Leny menyipitkan mata penasaran. "Terus?"
Ainsley menundukkan kepala, seolah mencari jawaban di antara barisan tugas siswa yang berserakan di mejanya. "Dia... benar-benar minta maaf, Len. Semua yang dia lakukan dulu ternyata karena salah paham. Tapi... aku bingung harus bagaimana. Apa aku harus menerimanya kembali? Apa aku bisa memaafkan?"
Leny menatapnya dalam-dalam, lalu tersenyum lembut. "Pertanyaannya sekarang, bukan soal dia, tapi soal dirimu, Ainsley. Apa yang kau rasakan sebenarnya?"
Ainsley terdiam, matanya berkabut. "Aku... aku tidak tahu."
Leny mengangguk penuh pengertian, lalu meletakkan tangan di pundak Ainsley. "Begini, sebelum kau memutuskan, tanyakan dulu pada hati kecilmu. Jangan memilih karena marah, dan jangan memilih karena merasa kasihan. Pilih saat kau benar-benar yakin, supaya apapun keputusanmu nanti, tidak ada lagi penyesalan."
Ainsley tersenyum tipis. Kata-kata Leny sederhana, namun menyentuh jauh ke dalam hati, memberi ruang pada pikirannya yang penuh pertimbangan.
Sekali lagi, Leny mengelus lembut pundak Ainsley. "Pilihlah saat kau yakin."
ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢
Malam itu, Ainsley berdiri di balkon apartemennya, menatap kerlip lampu kota yang berpendar seperti jutaan bintang di bumi. Angin malam menerpa kulitnya, membawa aroma dingin yang menenangkan namun tak cukup mengusir kebimbangan yang memenuhi benaknya sejak percakapannya dengan Leny siang tadi.
Leny benar, pikir Ainsley. Keputusan ini tidak bisa ia buat dengan sekadar mengikuti dorongan hati atau nostalgia. Baik jawaban iya maupun tidak, masing-masing memiliki konsekuensi besar yang akan mengguncang kehidupannya. Dia tahu ini bukan tentang masa lalu, tapi tentang masa depan dan kebahagiaannya.
Dia menarik napas panjang, membiarkan udara malam memenuhi paru-parunya. Tepat saat dia menutup mata, meresapi ketenangan yang rapuh itu, ponselnya bergetar di dalam saku.
Ainsley mengeluarkan ponselnya, menatap layar yang menampilkan nomor tak dikenal. Dahinya berkerut; siapa yang menelepon di tengah malam begini? Namun, didorong rasa penasaran, ia menekan tombol hijau dan menempelkan ponsel di telinganya.
"Halo?"
Hening. Tak ada suara dari seberang. Dia melirik layar, memastikan sambungan telponnya masih terhubung. "Halo? Siapa ini?"
Setelah jeda beberapa detik yang terasa panjang, suara pria berat yang familiar terdengar, menghantamnya seperti petir di tengah malam.
"Hai, Ainsley."
Ainsley terdiam, tubuhnya kaku. Suara itu, ia tidak mungkin salah mengenalinya. "Who's this?"
Kekehan ringan terdengar dari seberang. "Ouch, sepertinya waktu benar-benar membuatmu melupakanku, ya?"
Ainsley menghirup napas tajam, seakan untuk menyangga dirinya dari kenyataan yang tiba-tiba menghantamnya.
"Marvel."
ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢
Lose Or Get You
[5 November 2024]
-
-
KAMU SEDANG MEMBACA
LOSE OR GET YOU
Romance[SEQUEL FADED DESIRE] [Mature 18+]‼️ Setelah hampir tiga tahun terpisah, Galen dan Ainsley akhirnya dipertemukan kembali. Galen, yang selama ini memendam penyesalan dan kebencian terhadap dirinya sendiri, berjuang keras untuk menebus kesalahan masa...