Welcome!
This story is made with love, so please respect it. Read, enjoy, and support!
Jangan lupa follow Instagram aku ya [@astihrbooks_]
ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢
Tegangan di antara mereka begitu nyata, merayap dari sambungan telepon, menyusup ke dalam dada Ainsley, membelit seperti jerat tak kasatmata. Ia menggigit bibirnya, menimbang. Jika ia menolak, ia tahu persis Galen tak akan pergi begitu saja. Pria itu bukan tipe yang mengenal kata menyerah.
Dengan gerakan kasar, ia menutup laptop, meletakkannya di meja, lalu bangkit. Langkahnya terhenti di depan cermin besar di ruang tengah, menatap bayangannya.
Matanya terlihat sedikit sembab karena kurang tidur, rambutnya pun berantakan, ia hanya mengenakan kaus oversized yang nyaman tapi jauh dari kesan siap bertemu seseorang seperti Galen.
“Terserah,” gumamnya, nyaris seperti keluhan pada dirinya sendiri, sebelum meraih jaket yang tergantung di dekat pintu.
Saat ia akhirnya keluar dari apartemen dan menekan tombol lift, ponselnya kembali bergetar.
Sebuah pesan, dari Galen.
“Aku melihatmu.”
Jantung Ainsley mencelos. Ia mengernyit, instingnya otomatis menoleh ke arah jendela koridor. Tapi yang ia lihat hanyalah pantulan bayangan dirinya sendiri di kaca gelap.
Brengsek.
Lift berbunyi. Pintu terbuka. Ia melangkah masuk, udara di dalam kabin terasa lebih dingin dari seharusnya. Entah itu karena AC atau sesuatu yang lain—sesuatu yang menyeruak dari dalam dirinya sendiri.
Jantungnya berdetak lebih cepat.
Saat pintu lift terbuka di lobi, udara malam langsung menerpanya, menusuk kulitnya meski ia telah mengenakan jaket. Tapi bukan angin yang membuatnya menahan napas.
Di sana, di bawah temaram lampu jalanan, Galen berdiri. Mantel hitamnya kontras dengan cahaya di sekitarnya, membuatnya tampak seperti siluet yang mencuri tempat di dunia nyata.
Tatapannya tajam, menghujam lurus ke arahnya, seolah tiga tahun yang berlalu tak pernah benar-benar berarti.
Senyum tipis terukir di bibir pria itu—senyum yang selalu penuh misteri.
“Akhirnya,” katanya, nada suaranya nyaris seperti desahan puas. Sudut bibirnya sedikit terangkat. “Aku hampir saja naik ke atas.”
Ainsley menelan ludah.
Ia seharusnya tidak turun. Ia seharusnya tidak memberikan pria ini kesempatan.
Tapi sekarang, semuanya sudah terlambat.
Dengan gerakan cepat, Ainsley mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jaket, menekan layar hingga angka hitungan mundur lima menit muncul jelas. Tanpa ragu, ia menunjukkan layar itu ke hadapan Galen.
“Lima menit,” ucapnya tegas, sebelum kembali menyelipkan ponsel ke dalam saku. “Gunakan waktumu sebaik mungkin.”
Galen terkekeh pelan, nada suaranya sarat dengan rasa terhibur. Ia tak menyangka Ainsley benar-benar mengambil ucapannya secara harfiah.
Lima menit tadi hanyalah basa-basi, sebuah alasan murahan untuk membuatnya turun. Tapi sekarang, dengan ekspresi dingin wanita itu, ia sadar—Ainsley tak lagi bermain-main.
Namun, sayangnya untuk Ainsley, Galen juga tidak pernah bermain-main.
Tatapannya menelusuri setiap detail wajah di hadapannya. Tiga tahun. Sudah tiga tahun ia hidup dengan bayangan wajah itu, wajah yang menghantuinya bahkan dalam tidur. Tak ada satu pun malam yang berlalu tanpa pikirannya kembali ke sini—kembali ke Ainsley.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOSE OR GET YOU
Storie d'amore[SEQUEL FADED DESIRE] [BARNABY SERIES II] Tiga tahun lalu, Ainsley Lysander menandatangani surat perceraian dengan tangan gemetar dan hati yang hancur. Ia pergi tanpa menoleh, meninggalkan cinta yang menghanguskan sekaligus luka yang tak kunjung sem...