Chapter 7

2.4K 185 15
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Jangan lupa tekan vote dan berikan dukungan komentar kalian 🙆🏻‍♀️❤️

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Beberapa hari sudah berlalu, dan Galen tak ubahnya seperti bayangan yang tak pernah lepas dari Ainsley. Dari pagi hingga malam, di mana pun Ainsley berada, Galen selalu ada di sana. Sekolah, supermarket, kafe, bahkan restoran. Galen selalu muncul seperti penguntit yang tak tahu malu. Ainsley tentu saja sadar, tapi dia memilih untuk mengabaikannya, menganggap Galen tak lebih dari sosok bayangan yang menjengkelkan.

Namun, hari Minggu itu, segalanya mencapai puncaknya. Pagi yang seharusnya tenang dengan rutinitas lari paginya di taman dekat apartemen berubah, Ainsley berharap bisa menikmati waktunya tanpa gangguan. Tapi, tentu saja, Galen muncul.

Pria itu turun dari Ferrari merahnya dengan setelan olahraga kasual, kaos hitam press body yang menonjolkan ototnya, celana training Adidas, dan sepatu olahraga yang tampak mahal. Tak lupa, topi hitam yang membuat pria berusia 31 tahun itu terlihat semakin memikat.

Melihat Galen mendekat, Ainsley hanya bisa menghela napas panjang. Rasa jengahnya memuncak. Seberapa lama lagi ia harus bertahan dari kehadiran pria ini?

Galen mulai berlari pelan, menyamakan langkahnya dengan Ainsley. "Hai," sapanya ringan, seperti tak ada yang salah.

Ainsley memalingkan wajah, berharap pria itu akan menyerah kalau ia tetap acuh tak acuh. Tapi Galen? Menyerah? Itu tak ada dalam kamusnya.

"Kau terlihat cantik hari ini," ucap Galen lagi, suaranya serak, penuh godaan.

Ainsley akhirnya berhenti, tak lagi mampu menahan diri. Ia berbalik, menatap Galen dengan tatapan tajam yang nyaris menusuk.

"Kau ini pengangguran atau bagaimana?" sergah Ainsley, suaranya penuh nada tajam yang tak bisa disembunyikan.

Galen tertawa pelan, sebuah tawa rendah yang terdengar dalam dan seksi. "Kau benar-benar berpikir aku bangkrut dan jadi pengangguran?"

"Sejak kemarin kau mengikutiku ke mana-mana! Apa kau tak punya pekerjaan lain selain menjadi penguntit?" balas Ainsley, frustrasi.

Galen tergelak, membuka topinya lalu menyisir rambut ikalnya dengan jari sebelum mengenakan topi itu kembali.

"Aku terbang hampir 21 jam dari Chicago ke Melbourne hanya untukmu. Itu pekerjaan utamaku sekarang," ucapnya, nada suaranya setengah bercanda, setengah serius. "Dan meski Nyonya Judes ini terus menghindariku, aku di sini, untukmu."

Senyum tengil Galen tak memudar sedikit pun, sementara Ainsley hanya bisa mendesah panjang. Bagaimana mungkin pria ini tak paham kode halusnya? Sepertinya tak ada cara lain selain mengatakan secara tegas.

Dengan cepat, ia berkacak pinggang, menatap Galen dengan tatapan yang seolah bisa membakar. "Aku muak melihatmu, pergilah!" suaranya tegas, hampir penuh amarah.

Namun Galen dengan santainya mengikuti gerakan Ainsley, berkacak pinggang pula ia dengan tubuh merunduk sedikit ke depan, mendekati wanita itu.

"Aku ini merindukanmu, jangan usir aku," suaranya rendah dan menggoda.

Ainsley terkejut sejenak, dahinya berkerut saat ia mundur satu langkah, menyadari betapa dekat jarak di antara mereka sekarang. Aroma cologne Galen yang khas segera menyeruak di udara, membuat detak jantungnya tak terkendali.

"Cih... Keras kepala, tak tahu malu!" gumam Ainsley, berusaha menahan kegugupannya.

Namun bukannya tersinggung, senyum Galen malah semakin melebar, seakan menikmati setiap kata kasar yang keluar dari mulut Ainsley.

LOSE OR GET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang