Chapter 15

2.9K 258 21
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Jangan lupa tekan vote dan berikan dukungan komentar kalian 🙆🏻‍♀️❤️

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Wajah Galen berubah sepenuhnya, mata tajamnya menyala dengan kemarahan yang tak terkendali. Tanpa berpikir dua kali, ia melangkah cepat menarik Wild dengan kasar dan melepaskan pukulan keras yang menghantam wajah pria itu dengan brutal.

Wild terlempar ke lantai, terduduk lemas dengan darah merembes dari hidungnya. Namun Galen tidak berhenti. Ia melangkah maju, mencengkeram kerah Wild yang sudah tak berdaya, lalu memukulnya lagi dan lagi, menumpahkan segala kemarahan yang telah dipendam terlalu lama.

Ainsley hanya bisa terduduk dilantai, tubuhnya gemetar, terkejut dan terguncang. Kedua tangannya menutupi mulutnya, tak percaya dengan kekerasan yang terpampang di hadapannya.

Memandang Galen yang mengamuk seperti badai, ingatan kelam menghantam pikirannya. Suara dentingan, jeritan ibunya dan darah yang berceceran di lantai, semua itu kembali menghantui seolah menghidupkan kembali mimpi buruk yang selalu berusaha ia lupakan.

Pandangannya mulai kabur, memori kelam mengaburkan kenyataan saat dadanya semakin sesak. Pukulan demi pukulan yang diterima Wild menggemakan trauma yang selama ini terkubur.

"Hen—hentikan!" pekik Ainsley, mencengkeram rambutnya, berharap mimpi buruk ini segera berakhir.

"Galen, hentikan! Cukup!" suaranya pecah, memohon dengan sisa tenaga yang tersisa.

Teriakan Ainsley menghentikan tangan Galen yang sudah berlumuran darah. Ia terdiam, menyadari bahwa Wild yang babak belur di bawahnya tak lagi memberikan perlawanan. Napas Galen tersengal saat ia melihat tangannya sendiri.

Dengan gentar, ia beringsut menjauh dari Wild dan melangkah ke arah Ainsley. Dia berjongkok, kedua tangannya merengkuh tubuh kecil Ainsley yang masih gemetar ketakutan. Dipeluknya wanita itu erat-erat, seolah mencoba menenangkan badai yang telah ia ciptakan.

"Maafkan aku," bisiknya, mengecup lembut kepala Ainsley, berharap kehangatan itu mampu meredam trauma yang kini membekap keduanya.

Ainsley terisak dalam dekapan Galen, tubuh mungilnya bergetar hebat. Dengan suara serak dan ketakutan, ia berbisik sambil menunjuk ke arah Wild yang masih tergeletak di lantai. "Dia… dia mati?"

Galen menolehkan kepala, menilai keadaan Wild yang terkulai lemah. Tidak, dia masih bernapas. Galen menghela napas dalam, merasa lega bahwa dia tak benar-benar menghabisi pria itu.

"Tenang, jangan pikirkan itu sekarang," bisiknya pelan, sambil melepas pelukan. Pria itu lalu merengkuh wajah Ainsley, mengangkatnya hingga mata mereka bertemu. Tatapannya lembut, seperti mencoba menghapus ketakutan dari benak Ainsley.

"Percaya padaku. Ikutlah denganku," ucap Galen, lembut namun penuh ketegasan.

Ainsley menatapnya, masih terombang-ambing antara ketakutan dan rasa aman yang perlahan menjalar dalam diri. Bayangan peristiwa mengerikan yang baru saja terjadi melintas di pikirannya, membuat tubuhnya semakin lemas. Meski tanpa suara, ia mengangguk pelan sebagai jawaban.

Tanpa ragu, Galen mengangkat tubuh Ainsley dalam gendongan bridal style, seolah ingin melindunginya dari segala yang baru saja terjadi. Langkah-langkahnya mantap ketika melewati Wild yang masih terbaring di lantai.

"Bagaimana dengannya?" Ainsley bertanya lemah, pandangannya terarah sekilas ke pria yang kini tak berdaya.

"Biarkan orang-orangku yang mengurusnya," jawab Galen singkat, nadanya tenang tapi tegas.

Ia membawa Ainsley melewati lorong sunyi, setiap langkah terasa seperti janji untuk menjauhkan wanita itu dari semua kegelapan yang baru saja mengancamnya. Ketika mereka sampai di dalam lift, Galen menunduk, mengusap lembut punggung Ainsley, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar kencang.

Sesampainya di parkiran, Galen membuka pintu mobilnya dengan hati-hati, lalu mendudukkan Ainsley di kursi penumpang, memastikan ia merasa nyaman. Pria itu membungkuk, menatap wajahnya sekali lagi dengan penuh perhatian, seperti ingin menyerap setiap kepingan rasa takut yang tersisa.

"Bersamaku, kau aman," ucapnya pelan, memberikan kepastian yang begitu dibutuhkan oleh hati Ainsley yang rapuh.

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Sudah hampir lima belas menit Galen berdiri di depan pintu kamar, tanpa suara, hanya ditemani detik jam di pergelangan tangan yang menunjukkan jam satu dini hari. Ia gelisah. Sejak mereka tiba satu jam lalu, para pelayan telah membawakan segala keperluan Ainsley, namun Galen belum sempat menemuinya. Kekhawatiran yang tak biasa muncul di hatinya.

Akhirnya, Galen memutuskan mengetuk pintu pelan sebelum mendorongnya hingga terbuka. Pemandangan pertama yang ia tangkap adalah Ainsley, berdiri di depan cermin dengan hanya memakai celana tidur dan bra. Dari pantulan di cermin, Ainsley bisa melihat sosok Galen yang berdiri di ambang pintu, sejenak keduanya terdiam.

"Boleh aku masuk?" Galen bertanya dengan suara rendah.

Ainsley menoleh dan mengangguk kecil sebelum berjalan ke kasur, meraih piyama yang tergeletak di sana. Galen melangkah masuk perlahan, matanya menyapu ruangan hingga berhenti pada nampan berisi makanan di meja sisi tempat tidur, tak tersentuh. Perhatiannya kemudian tertuju pada Ainsley, tepat saat wanita itu hendak mengancingkan piyamanya, di leher dan dadanya, samar-samar terlihat jejak kemerahan dan luka gores kecil.

Panas mendesak di dada Galen. Ia melangkah lebih dekat, anpa izin lalu menyentuh tangan Ainsley, menghentikan gerakannya. Tangan lainnya yang bebas naik, bergetar sedikit, mengusap lembut tanda-tanda kemerahan itu. Jarinya menyusuri luka gores yang baru, memucat dan membiru.

"Apa sakit?" suaranya hampir berbisik, namun penuh dengan kekhawatiran.

Ainsley menatap Galen, memperhatikan setiap gurat emosi di wajahnya. Air mata menggenang di matanya sebelum ia mengangguk pelan.

"Sakit," jawabnya lirih dengan suara penuh luka yang tertahan. "Sakit sekali."

Hati Galen hancur mendengar pengakuan itu. Tanpa sadar, ia merapatkan diri hingga hanya beberapa inci memisahkan mereka. Perlahan, ia merunduk saat bibirnya menyentuh lembut bekas kemerahan di leher Ainsley, seolah mencoba menghapus jejak yang ditinggalkan pria lain. Dari leher hingga dada, sentuhan hangatnya menggantikan setiap tanda, menciptakan bekas baru yang membawa namanya.

Ainsley hanya bisa memejamkan mata, pasrah dalam keheningan, membiarkan setiap kecupan Galen berbicara lebih dari ribuan kata yang tak terucap. Ketika akhirnya Galen berhenti, ia menatap wanita di hadapannya dengan mata yang berkaca-kaca, tak mampu menyembunyikan perasaan yang tersimpan selama ini.

"Sakit… melihatmu disentuh pria lain," bisiknya serak, menahan gejolak yang menghimpit dadanya. Kedua tangannya kini menyentuh pipi Ainsley, ibu jarinya mengusap lembut, seakan mencoba menghapus luka di hati mereka berdua.

Mata Galen basah, air mata jatuh tanpa dapat ia kendalikan. "Ainsley…," suaranya melemah, hampir seperti doa yang lirih. "Apakah begini juga rasanya ketika kau tahu aku menyentuh wanita lain?"

Ainsley terdiam, tapi pandangannya berbicara. Air mata ikut mengalir di pipinya, melukiskan kepedihan yang selama ini terkubur dalam. Keduanya saling menatap dalam diam, rasa sakit dan penyesalan tergurat dalam sorot mata mereka, terhubung dalam kesunyian, terbelenggu oleh luka yang sama, menanggung beban cinta yang seolah terlambat tersadari.

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Lose Or Get You
[27 Oktober 2024]
-
-

Ekhmm...

LOSE OR GET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang