Chapter 12

2.4K 216 22
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Jangan lupa tekan vote dan berikan dukungan komentar kalian 🙆🏻‍♀️❤️

Sedikit telat update untuk malam ini, maapin yaw.

Aku akan mulai mengupdate konten promosi dan spoiler di akun Instagram dan Tiktok [@hryntibooks] silahkan follow bagi yang mau ya👉🏻👈🏻

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Di dalam rumah mewah yang tersembunyi di jantung kota Melbourne, di ruang tamu dengan cahaya lampu temaram berwarna keemasan, Galen duduk sendirian di sofa kulit hitam di samping perapian. Di atas meja bundar kecil di sebelahnya, berdiri sebotol vodka setengah penuh dan gelas berisi es batu yang mulai mencair. Jemarinya menjepit rokok yang terus mengeluarkan asap putih tipis, membaur dengan udara yang sunyi.

Pandangan Galen terpaku pada nyala api yang perlahan memakan kayu-kayu di perapian, meninggalkan abu yang tersapu waktu. Ia mengenakan setelan santai, kaus polo hitam yang dipadukan dengan jeans hitam, sementara jaket kulitnya tersampir di sandaran sofa, ada sesuatu yang gelap dalam auranya.

Tidak lama kemudian, ponselnya bergetar di atas meja, memecah keheningan sejenak. Tanpa tergesa, Galen mengulurkan tangan dan meraih ponsel tersebut, lalu menekan ikon hijau untuk menerima panggilan.

"Kau di sana?" terdengar suara pria dari seberang.

Galen mengangkat rokoknya ke bibir dan mengisap dalam-dalam sebelum menjawab. "Um," suaranya serak, hampir tak terdengar.

Helaan napas panjang terdengar di seberang sebelum pria itu kembali berbicara.

"Kau benar. Ada satu tamu terdaftar atas nama Wild Corner. Dia datang dengan seorang wanita."

Asap rokok kembali mengepul, membentuk lingkaran putih samar di udara. Galen terdiam beberapa detik, menikmati sensasi nikotin yang membakar paru-parunya sebelum akhirnya bertanya.

"Menurutmu, apa yang dilakukan pria dan wanita di dalam kamar hotel berdua?" tanyanya dengan suaranya dalam dan serak.

Terdengar tawa kecil di seberang, diikuti deheman pelan. "Kecuali pria itu seorang gay, tentu saja bercinta."

Tawa serak Galen berbaur dengan udara dingin di dalam ruangan, menyatu dengan kegelapan yang semakin pekat. Namun, di balik tawanya, ada sesuatu yang mendidih: kemarahan terpendam yang menggulung seperti api di perapian.

Ia menyeka sudut bibirnya sebelum bicara lagi, kali ini dengan suara yang lebih rendah, hampir seperti bisikan.

"Haruskah aku lenyapkan keduanya?"

Di seberang telepon, suara pria itu ikut terkekeh, nadanya penuh cemooh. "Sedang ingin jadi kriminal untuk seorang wanita, huh?"

Galen tak langsung menjawab. Tatapannya tetap kosong, terpaku pada kobaran api yang menghanguskan kayu di perapian. Matanya kosong, namun jauh di dalam, ada badai yang siap meledak. Setelah beberapa detik berlalu, ia akhirnya bersuara lagi, kali ini dengan nada yang dingin dan tegas.

"Beri tahu aku semua yang kau ketahui tentang pria itu. Jangan sampai ada yang terlewat."

Seperti itu pembicaraan mereka terhenti. Tanpa sepatah kata lagi, Galen menaruh ponselnya di atas meja, lalu tangannya beralih ke botol vodka yang hampir kosong. Ia meneguknya dalam-dalam, merasakan cairan panas mengalir melewati tenggorokannya.

Ia menghisap rokok yang terselip di antara jarinya, sebelum kemudian Galen menarik napas panjang saat kekehan samar keluar dari mulutnya, bukan kekehan bahagia, melainkan tanda dari seseorang yang sudah berada di ambang batas.

LOSE OR GET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang