Chapter 14 - Our Destiny

13.7K 750 24
                                        

Welcome!

This story is made with love, so please respect it. Read, enjoy, and support!

Jangan lupa follow Instagram aku ya [@astihrbooks_]

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Apa yang harus Ainsley lakukan sekarang?

Malam tadi, mantan suaminya dengan terang-terangan memintanya untuk kembali. Untuk memperbaiki sesuatu yang hancur tiga tahun lalu—seolah luka itu bisa diperbaiki hanya dengan kata-kata.

Seberapa pun Ainsley ingin menyangkal, ia tahu satu hal yang tak bisa ia ingkari: ia masih mencintai Galen.

Itu adalah kenyataan yang menyakitkan sekaligus tak terelakkan.

“Melamun terus.”

Sentuhan dingin di pipinya membuat Ainsley tersentak. Ia menoleh cepat, mendapati Wild kini sudah duduk di sisinya, menyodorkan sekaleng kopi dingin.

“Terima kasih,” gumamnya, menerima tanpa berpikir.

Di taman sekolah, mereka duduk bersebelahan di atas bangku kayu. Dari tempatnya, Ainsley bisa melihat lapangan basket yang menyatu dengan arena lari. Anak-anak berlarian, tertawa, sibuk melatih sportifitas mereka. Sekolah ini memang berbasis seni, tapi olahraga tetap menjadi bagian dari keseharian mereka yang ingin.

Di sisinya, Wild tidak langsung berbicara. Ia hanya melirik sesekali, matanya yang sebiru laut menyimpan tanya. Hingga akhirnya, ia membuka suara.

“Akhir-akhir ini, kau sering melamun. Ada masalah?”

Ainsley tersenyum kecil, mencoba meredam kegelisahannya dengan satu tegukan kopi. “Tidak ada yang aku pikirkan. Hanya sedikit lelah.”

Wild diam sejenak, lalu tanpa basa-basi, ia bertanya, “Kau... kembali pada mantan suamimu?”

Ainsley membeku. Jemarinya secara refleks menggenggam kaleng minumannya lebih erat.
Wild memang selalu to the point, tapi kali ini... pertanyaannya tepat sasaran.

Pria itu jelas melihat sesuatu—mungkin caranya menatap kosong, mungkin ekspresi di wajahnya yang lebih sulit ia sembunyikan belakangan ini. Atau mungkin... fakta bahwa Wild melihat Galen keluar dari apartemennya beberapa hari lalu, dengan wajah yang jelas menunjukkan mereka baru saja bercumbu.

Ainsley menarik napas, bibirnya tetap melengkungkan senyuman, meski hatinya bergemuruh.

“Dulu, aku akan dengan mudah mengatakan bahwa aku tidak akan pernah kembali padanya.” Ia berhenti, menatap kaleng kopi di tangannya. “Entah kenapa sekarang, aku tak bisa mengatakannya.”

Wild terdiam.

Ia menyesap kopinya perlahan, mata birunya menatap langit keemasan senja dengan tatapan kosong. Tapi jauh di dalam dadanya, ada sesuatu yang bergejolak—sesuatu yang panas, membakar perlahan.

Sudah ia duga.

Kemunculan pria itu pasti akan membuat Ainsley berubah pikiran.

Dan itu berarti, selama ini, usaha dua tahunnya tak pernah benar-benar berarti.

Sial.

Kenapa selalu masa lalu yang jadi pemenangnya.

“Tak ingatkah kau, sejahat apa dia dulu?”

Kalimat itu menghentikan Ainsley seketika.
Wild menatapnya tajam, matanya yang biasanya lembut kini dipenuhi kemarahan yang tertahan.

“Dia begitu jahat padamu, Ainsley. Kau menangis selama bertahun-tahun karenanya, kau kehilangan dirimu, harga dirimu, bahkan...” Wild menarik napas, mencoba meredam emosinya, “bahkan calon anakmu. Kau melupakan segalanya?”

LOSE OR GET YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang