CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!Jangan lupa tekan vote dan berikan dukungan komentar kalian 🙆🏻♀️❤️
Follow Instagram [Hryntibooks_ ] untuk dapat info update dan spoiler
ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢
Matahari telah sepenuhnya tenggelam, meninggalkan langit yang awalnya berwarna keemasan berubah menjadi kelabu, mengisyaratkan datangnya malam. Di atas kap Ferrari merah, Ainsley dan Galen berdiri bersandar dalam diam.
Es krim di tangan Galen sudah mencair, jatuh ke tanah, bahkan sedikit mengotori sepatunya. Pandangannya terpaku pada Ainsley, yang juga menatap balik padanya dengan tatapan lembut, penuh penerimaan. Kata-kata wanita itu tadi masih menggemakan sesuatu yang tak mampu dia pahami sepenuhnya.
Bagaimana bisa, wanita yang selama ini ia sakiti justru mengatakan bahwa ia tidak bersalah? Bagaimana bisa Ainsley, yang telah ia hancurkan berkali-kali, menyampaikan kata-kata pengampunan dengan begitu mudah?
"B—bagaimana bisa kau mengatakan itu?" suaranya serak, nyaris bergetar.
Ainsley mengalihkan pandangan, menjatuhkan es krimnya ke tanah dengan pelan. Dengan santai, dia menjilat jari-jarinya yang basah oleh lelehan es krim, seolah mengulur waktu sebelum akhirnya bicara.
"Kau bukan Tuhan, Galen. Hidup dan mati seseorang, bahkan anakmu sendiri itu bukan kuasamu," katanya lembut. "Ingat, dokter Noah sudah memperingatkan bahwa peluang untuk keselamatan kandunganku sangat kecil. Jika ada yang harus disalahkan, mungkin itu aku. Aku tahu tubuhku terlalu lemah untuk menanggungnya, tapi aku… aku tetap ingin mempertahankannya."
Galen menatapnya dalam-dalam, kepedihan membayang di matanya. "Kenapa kau tetap mempertahankannya? Padahal kau tahu risikonya..."
Senyum samar terulas di wajah Ainsley, ada kehangatan dan kesedihan di sana. "Karena aku pikir... jika aku berhasil melahirkan anak ini, mungkin, hanya mungkin, kau akan melihatku benar-benar sebagai istrimu. Mungkin… kau akan belajar untuk mencintaiku lagi."
Keheningan kembali menyelimuti. Angin malam berhembus, menyentuh wajah mereka, membawa aroma dingin yang membuat keduanya merasa kosong namun juga penuh. Tak ada yang berbicara, hanya tatapan yang saling menyelami kedalaman rasa sakit dan pengampunan yang terpendam selama bertahun-tahun.
Setelah beberapa saat, Ainsley menghela napas pelan, lalu terkekeh kecil. "Tapi mungkin aku keliru soal itu."
Galen menunduk dalam, suaranya tertahan oleh beban rasa bersalah yang begitu besar. "Kalau begitu, semua ini memang salahku," gumamnya, membuat Ainsley menoleh padanya.
"Itu salahku, Ainsley," lanjutnya lirih, dengan napas yang seakan tersangkut di tenggorokan. "Kalau saja, kalau saja aku lebih cepat menyadari semuanya, kalau saja aku mencari tahu lebih awal. Mungkin semuanya akan berbeda. Mungkin kita berdua sudah bahagia sekarang. Kau dan aku."
Mereka saling menatap, tatapan yang penuh luka dan penyesalan. Mata Galen tampak kelam, tenggelam dalam lautan perasaan yang ia simpan terlalu lama. Ainsley pun tak luput, tatapan matanya lembut, namun tak bisa menyembunyikan rasa sakit yang sama.
"Ayo pulang. Udara mulai dingin," Ainsley akhirnya berkata, mencoba mengakhiri percakapan itu. Ia menegakkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu mobil. Namun, langkahnya terhenti saat Galen memanggilnya lagi, suaranya penuh dengan ketulusan yang tak pernah ia perlihatkan sebelumnya.
"Jika aku bersujud di hadapanmu, sekali lagi. Apakah kau akan memaafkanku? Kalau aku menyerahkan semua yang kumiliki, uang, kekayaan, reputasi… Apakah kau akan menerimaku kembali?" Mata Galen menatapnya dengan kerinduan yang mendalam, menanti jawaban yang ia tahu mungkin takkan bisa ia dengar.
Ainsley menarik napas panjang, matanya menatap kosong ke arah jalanan, lalu kembali pada Galen. "Ini bukan soal memaafkan, Galen. Demi Tuhan, aku sudah memaafkanmu… sejak lama."
Galen melangkah mendekat, matanya tak lepas dari wajahnya. "Lalu, bagaimana dengan menerimaku kembali? Maukah kau menerimaku lagi, Ainsley? Pria penuh ego, bajingan menjijikkan, yang telah menghancurkan hidupmu ini… Apakah aku masih pantas berada di hidupmu?"
Ainsley terdiam, tatapannya perlahan melunak. Di dalam hatinya, ia tahu betapa sulitnya menyatukan hati dan logika. Ia ingin mengatakan sesuatu, namun kata-kata itu tertahan, terlalu berat untuk diucapkan. Hanya detak jantungnya yang bergemuruh di antara dinginnya malam, memberikan jawaban yang bahkan dirinya sendiri tak mampu pahami.
ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢
Ferrari merah itu berhenti dengan mulus di depan gedung pencakar langit yang megah. Ainsley memandang sekeliling, bingung mengapa Galen membawanya ke tempat ini. Bangunan itu menjulang tinggi, dengan kaca-kaca yang memantulkan cahaya malam.
"Kita mau ke mana sebenarnya?" tanyanya, melihat Galen yang bersiap turun.
Galen tersenyum samar, senyum yang tak sepenuhnya menjawab, namun cukup menggoda rasa penasarannya. "Ikut saja, ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu."
Tanpa penjelasan lebih lanjut, Galen membuka pintu mobil dan berjalan menuju lobi, meninggalkan Ainsley yang terpaksa mengikutinya meski raut wajahnya penuh kebingungan.
Ia melangkah bersama Galen melewati dua penjaga yang berdiri tegap di depan pintu, lalu melihat pria itu melemparkan kunci mobil kepada salah satu dari mereka. Dengan santai, Galen terus berjalan, melewati pintu kaca besar hingga mereka berdua masuk ke dalam gedung.
Di dalam lift, Ainsley mengamati Galen yang menekan tombol lantai paling atas. Sesuatu berdesir dalam dirinya; rasa penasaran bercampur dengan keraguan.
Tak lama kemudian, lift berdenting, pintu terbuka dan Galen berbalik mengulurkan tangan padanya. "Ayo, hampir sampai," ucapnya.
Dengan hati yang tak sepenuhnya tenang, Ainsley mengikuti langkah Galen menaiki tangga terakhir hingga mereka tiba di depan sebuah pintu besi. Udara dingin dari atas terasa semakin menusuk, sementara keheningan di sekitar mereka menambah intensitas suasana.
Saat Galen membuka pintu besi itu, terhampar di hadapan mereka rooftop yang luas dan elegan. Di tengah-tengahnya, sebuah helikopter mewah terparkir anggun, dengan tulisan 'Barnaby' yang berkilauan di ekornya.
"Lewat sini," ucap Galen, suaranya lembut namun tegas. Ia menggandeng Ainsley, menuntunnya melewati helikopter menuju tepian rooftop, tempat pemandangan kota terpampang begitu menakjubkan di bawah mereka.
Ainsley terdiam, matanya membesar menatap kilauan lampu kota yang memancar seperti lautan bintang. Langit malam yang jernih dihiasi bulan sabit dan bintang-bintang, menciptakan suasana magis yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Galen bersandar di pembatas, menyaksikan ekspresi kagum Ainsley. Ada rasa bangga yang terselip di hatinya, bangga karena bisa membawa wanita itu ke dunia yang begitu indah nan damai, jauh dari segala keruwetan.
"Indah, bukan? Tempat ini selalu menjadi pelarianku untuk menenangkan diri," bisiknya, pandangannya bergantian antara Ainsley dan pemandangan kota.
Ainsley mengangguk pelan, masih terbuai oleh panorama malam di hadapannya. Tapi kemudian, suara Galen kembali membuyarkan lamunannya.
"Ainsley," Galen berbisik pelan, suaranya penuh harap dan sesuatu yang dalam. "Jika aku mengajakmu berkencan di sini, sebagai seorang pasangan... apakah kau keberatan?"
Ia melangkah mendekat, bayangannya seolah menyatu dengan angin malam yang lembut. Rambutnya berantakan tertiup angin, namun tatapan matanya tetap terfokus, seolah hanya Ainsley yang memenuhi pandangannya.
"Ayo kita mulai lagi," lanjutnya pelan, nyaris berbisik. "Berkencan denganku, jadilah kekasihku lagi. Mari kita tinggalkan semua yang menyakitkan dan memulai dari awal."
ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢
Lose Or Get You
[4 November 2024]
-
-Jujur, kalian kalau jadi Ainsley bakal jawab gimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
LOSE OR GET YOU
Romance[SEQUEL FADED DESIRE] [Mature 18+]‼️ Setelah hampir tiga tahun terpisah, Galen dan Ainsley akhirnya dipertemukan kembali. Galen, yang selama ini memendam penyesalan dan kebencian terhadap dirinya sendiri, berjuang keras untuk menebus kesalahan masa...