LAST

36 3 8
                                    

"Betapa bahagianya seseorang, ketika ia tak harus meninggalkan siapapun dan tak sedang menunggu siapapun"
Mahmoud Darwish


Jarum jam menunjukkan pukul 09 malam. Ini adalah rumah sakit ke-7 yang mereka datangi. Peluh terlihat jelas di wajah keduanya, tetapi Bisma tampak tidak merasakan lelah sedikit pun. Matanya yang tajam menatap resepsionis dengan penuh harap.

"Permisi, ada pasien bernama Azka di sini?" Bisma bertanya dengan nada tegas, sementara Dika di sampingnya masih mengatur napas, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berpacu cepat akibat kelelahan mengikuti langkah cepat Bisma.

Bisma gelisah, menggoyangkan kakinya tak sabar menunggu informasi dari perawat. Setiap detik terasa seperti selamanya. Ia mencuri pandang ke arah jam dinding yang berdetak lambat, seolah waktu menguji ketahanan nya.

"Maaf, kami masih mencari," jawab resepsionis, wajahnya menunjukkan empati, tetapi Bisma tidak bisa menunggu lebih lama. Dia melangkah mundur, berputar untuk mengawasi ruang tunggu yang sepi

Saat dika ingin menghampiri Bisma memberi penguatan, seorang perawat keluar dari ruangan dan menghampiri mereka, "Anda mencari Azka? Dia ada di ruang perawatan intensif. Mari saya tunjukkan."

Bisma berdiri, ia langsung mengikuti perawat tersebut, melewati lorong-lorong rumah sakit yang dingin. Dika, meski lelah, berusaha untuk tetap fokus. Setiap langkah menuju ruang perawatan intensif terasa semakin berat.

mereka tiba di depan pintu ruang perawatan intensif. Perawat itu membuka pintu dan mempersilakan mereka masuk.

***
Pov Dika

Aku mengikuti Bisma, ku lihat ketegangan di balik punggung nya.

Di depan pintu itu ia mematung. Matanya terlihat sendu. Aku tidak tahu apa hubungan di antara mereka, tetapi ada sesuatu yang terasa aneh dalam hatiku. Sebuah firasat yang mengatakan bahwa mungkin, saat ini, aku tidak perlu ikut masuk ke dalam.

Aku bisa merasakan beban emosional yang ia bawa, tapi aku tak tau apa itu, aku hanya berdiri di sampingnya, memberikan dukungan tanpa kata. Dalam diam, aku berharap Bisma bisa menemukan kekuatan untuk melangkah maju. Namun, Bisma tetap terpaku, seolah waktu berhenti di antara mereka. Aku merasakan ketegangan di udara, sebuah kesedihan yang mendalam.

Bisma mengatur nafasny, mengumpulkan keberanian. Dengan langkah perlahan, dia melangkah masuk. Aku tetap di luar, merasakan detak jantungku yang berdengung, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Di dalam, aku bisa melihat Bisma menghampiri ranjang Azka. Bisma berbisik, suara lembut namun penuh emosi. "Az, aku di sini." Aku tidak bisa mendengar kata-kata selanjutnya, tetapi aku bisa melihat perubahan di wajahnya. Air mata mulai mengalir di pipinya, menandakan betapa dalamnya perasaanya.

Aku terdiam beberapa saat lalu meninggalkan mereka berdua disana. Aku cukup dewasa untuk mengetahui bahwa mereka berada di hubungan yang sulit kuartikan.

End of Dika Pov

***

Bisma Pov

Azka terbaring di sana, melihatnya seperti itu membuatku merasa sesak. Aku ketakutan seperti sesuatu menghimpit dadaku.

Aku ragu, langkah ku pelan mendekati ranjang Azka, setiap langkah seolah terasa berat, Aku menggenggam tangannya yang dingin, merasakan betapa rapuhnya dia saat ini, hati ku sakit

"Az, aku di sini," bisikku, suaraku nyaris tak terdengar. Aku berharap kata-kata itu bisa menjangkau hatinya. Jari-jariku menggenggam erat, berharap bisa memberikan sedikit kehangatan di dalam kedinginan yang menyelimutinya.

Azka membuka matanya
Perlahan "bisma.... " dapat kulihat duka yang ia tahan di pelupuk matanya, aku menangis dibuku tangan nya lama, setidaknya aku ingin menangis menggantikan nya

"sini bis.. " ku lihat Azka memberi ruang untuk ku. aku memandang nya dan berbaring sambil memeluknya erat. kami tak banyak bicara malam itu.

End Of Bisma Pov

***

"Bis, percaya reinkarnasi gak?" ini sudah jam 02.00 pagi tapi dua orang itu masih terjaga, tenggelam dalam kerinduan yang teramat sangat.

Bisma masih memeluk azka, ia tak ingin beranjak bahkan sedetik pun, mendengar pertanyaan yang diberikan oleh orang yang baru beberapa hari membuat nya hampir gila bisma hanya menunggu.

"Dikehidupan selanjutnya kita bisa bahagia bis"

Azka berandai,.

Bisma tak menjawab, ia hanya ingin bersama azka. Ia tak ingin berpisah lagi, bisa hilang kewarasan nya jika hal itu terjadi.

"Bis.... Di kehidupan ini..... Aku.... Bis"

Azka terisak, bisma mengeratkan pelukan nya,

"Az, ayo kepantai. Kita lihat matahari terbit"

Bisma menggengam tangan azka, membawanya pergi meninggalkan tempat yang penuh sesak ini menuju matahari terbit.

ini masih gelap, dingin nya cuaca tak mengurungkan niat mereka. Bisma meninggalkan semua agar bersama azka. Meninggalkan Dika keluarga terbaiknya tanpa pamit menuju matahari terbit bersama azka.

Tangan keduanya masih tertaut, Bisma enggan melepas tautan itu, entah dia terlalu takut ditinggalkan atau karna ia merasa azka adalah rumah terbengkalai yang ingin ia isi.

Di pesisir pantai dengan angin yang menusuk kulit ini, mereka saling mendekatkan diri di dalam selimut yang Bisma bawa dari rumah sakit. Ia mengurus azka,

Azka menatap bisma, ia tak tau bahwa perasaan Bisma padanya dalam.

"Bis, mau dengar rahasia? Sebenarnya aku

Sejak pertama kita ketemu

Aku duluan

Aku yang suka kamu duluan"

Mereka saling menatap, suara angin bercampur degupan.

Wajah memerah bisma terlihat lebih jelas dari dekat, bisma menunggu ia terlalu gugup untuk berbicara.

"Bis, aku boleh cium kamu sekali ini?"

Bisma bisa saja menyerahkan segalanya untuk azka, tapi ia tak menjawab. Ia tak tau harus melakukan apa, ia hanya menunggu dan menutup matanya. Azka tampak berkaca, ia menautkan bibir mereka. Ciuman mereka dalam tapi tak terburu. Ada butiran air mengalir dari ujung mata mereka.

***

"Ayo az"

Azka dan Bisma berjalan mendekati bibir pantai, tangan mereka tertaut erat perlahan tenggelam bersama terbitnya matahari. ,

AzkaBismaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang