.
.
.
Dalam gereja yang tengah sepi itu, Jeongin perlahan melangkah, memecah hening sebab malam yang kian larut.
Langkahnya terdengar lesu, sedang matanya pun hanya menatap kosong pada patung Yesus yang terpajang di atas altar.
Lilin-lilin menyala terang, memberikan cahaya pada kegelapan yang dibawa oleh malam. Jeongin mengambil satu buah lilin baru kemudian mempertemukan sumbunya dengan sumbu lain yang terbakar api.
Ia meletakkan lilin miliknya di jajaran lilin lainnya sebelum tubuhnya jatuh bersimpuh tanpa adanya daya.
Kedua tangannya mengepal erat di depan dada, ia memejamkan mata erat-erat selagi merapalkan doanya.
"Tuhan, aku mencintainya, tapi dia bukanlah milikku. Seandainya kau beri aku kesempatan di lain waktu, tolong pertemukan diriku dan dirinya lagi. Bukan sebagai orang yang terpaksa mengikhlaskan, melainkan memang kau takdirkan untuk bersatu. Di kehidupan selanjutnya aku ingin mencintainya lagi dan ku harap kau juga membuatnya jatuh cinta padaku ..."
Kala kedua mata terpejam, air matanya mengalir. Namun, tak lagi terisak ataupun mengeluarkan suara.
Jeongin jelas tengah menangis tanpa sepatah kata, sekarang bukan cuma hatinya yang terluka, melainkan jiwanya juga.
Maka dari itu ia memutuskan untuk datang gereja dengan harapan Tuhan akan menyembuhkan dirinya, meredakan rasa sakit dan hancur yang ia derita.
Perlahan matanya yang basah terbuka, dapat ia lihat api pada lilin-lilin itu terhembus oleh angin yang menerpa lembut.
Tubuhnya yang lemas mencoba untuk bangkit, kepalanya mendongak. Ia menghela napas berat.
"Malam ini aku putuskan untuk melupakannya, tolong bantu aku. Kembalikan semua keceriaan ku seperti dulu, buat aku tidak lagi mencintainya, buat aku tersadar jika aku tidak akan pernah bisa menggapainya, semoga kau mengabulkan permintaanku ... Aamiin,"
Ia lantas berbalik, melenggang cepat sebab dinginnya udara malam semakin menusuk bagi dirinya yang hanya mengenakan baju tebal seadanya.
Di ambang pintu ia sempat menoleh kearah belakang, menghembuskan napas kasar tatkala patung Yesus ia lihat dengan lekat. Sebelum ia sambung langkahnya yang sempat terhenti.
..
.
"Hyun-ie," Felix duduk di samping Hyunjin yang kini tengah termenung di tangga sendirian.
Tak ada jawaban dari Hyunjin, kelihatannya sang suami sibuk memikirkan banyak hal. Bahkan kehadirannya pun tak di sadari, mata itu tetap kosong.
"Hyun-ie, apa yang kau pikirkan?" tanyanya lagi. Ia sandarkan kepalanya di bahu itu, membuat Hyunjin sontak tersadar dari lamunannya.
"Hmmm?" Namun alih-alih menjawab, Hyunjin menanggapinya dengan deheman pelan, seolah tak mendengar pertanyaannya barusan.
Felix mengukir senyum tipis, ia meraih tangan besar itu dan menggenggamnya seerat mungkin.
"Kau memikirkan ku?" terkanya yang mana mendapat kekehan kecil dari sosok Hyunjin.
"Ya, kau tidak pernah pergi dari kepala ini, sedetik pun." sahut Hyunjin lalu mengusap rambutnya lembut.
"Benarkah?"
Ada anggukan kepala yang ia dapat, disusul kecupan manis di pucuk kepalanya.
Ada jeda antara keduanya, hanya terdengar suara dari kayu yang dibakar pada perapian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long For You [Hyunlix Ft Jeongin]
RomanceNiat untuk mengembangkan kemampuan melukisnya yang masih terbilang pemula nyatanya gagal total, kala Jeongin malah berakhir jatuh cinta pada Hyunjin. Seorang seniman terkenal yang bersedia untuk mengajarinya cara melukis yang benar. Jeongin mencinta...