Putih tidak selalu suci, hitam pun tidak selalu kotor. Dalam kalimat sederhana itu, terdapat rahasia besar dalam dua dimensi. Dimana selama ini kau melihatnya hanya satu.
Membingungkan.
Jimin sendiri tidak bisa lekas mendapat titik terangnya.
Gadis...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
— Tolong, menjauhlah dariku ..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pemakaman umum Seoul, banyak presensi yang menghambur keluar melewati pilar persegi lima itu ketika Jimin datang. Motor sport hitam Jimin menggantikan tempat parkir Renault putih yang baru saja melenggang.
Bergegas turun berikut melepas helm, secara naluri desisan terlepas kala pergerakan cukup menimbulkan nyeri di lengan sebelah kanannya. Tetapi Jimin mengabaikannya, telak berlarian memasuki kawasan peristirahatan terakhir itu.
Kalut membuatnya berkali-kali nyaris menubruk pribadi di hadapan, mengharuskannya berkali-kali pula membungkuk disertai ucap kata maaf atas kecerobohan diri. Berlalu tungkai kembali dipacu cepat, sampai langkah telak tercekat kala atensi menemukan presensi sang target. Sama tercekat laju pernapasan, dada membusung tinggi sesaat kala tekanan nyeri mendera tanpa diinginkan.
Mendadak tungkai terasa berat tuk diangkat, langkah menjadi teramat lambat hanya untuk memangkas jarak yang tertinggal tidak lebih dari satu meter. Sampai berhasil berdiri di sisi belakang gadis itu, Jimin kian kesulitan mengontrol laju suaranya.
Sama dengan tangisan menyakitkan gadis itu, hati Jimin teremat sakit melihat gundukan tanah baru bertabur berbagai bunga segar —beberapa bucket juga, dengan nisan bertuliskan nama sang empu peristirahatan terakhir.
Yoon Namjoon.
"Boyoung-ah." Getar yang tak dapat ditepis dari suara, Jimin harus bersiap atas kemungkinan terburuk ketika panggilannya ditanggapi.
Dan telak terjadi. Gadis itu menoleh —menengadah, memamerkan seraut kacaunya oleh air mata. Bola mata total memerah dengan pelupuk membengkak, sesuatu yang pasti. Pun pucat di belah bibir yang biasanya selalu segar.
Bersumpah.. Jimin sakit hati melihatnya.
Tetapi, dilema begitu kentara tersorot dari sepasang mata jernih itu. Ketika pada akhirnya melihat Jimin kembali, ada keinginan yang begitu besar tuk menyambar tubuh tegap pemuda itu ke dalam dekapan erat. Menangis sepuas hati di dada bidangnya, melepaskan segala derita yang menikam dirinya kini.