Putih tidak selalu suci, hitam pun tidak selalu kotor. Dalam kalimat sederhana itu, terdapat rahasia besar dalam dua dimensi. Dimana selama ini kau melihatnya hanya satu.
Membingungkan.
Jimin sendiri tidak bisa lekas mendapat titik terangnya.
Gadis...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
— Mahkota harus dibayar senjata. Kerusakan harus seimbang. Jiwa harus dibayar nyawa. Yang telah merenggut, sama harus dihabisi ..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Han Seokjin!?"
Kali kedua usai yang terakhir kali, reaksi serupa yang secara otomatis membuat Jey yakin.. kali ini pun gadis itu mengenal targetnya. Hanya saja dramatis berkesan berbeda dari tempo hari, terkejut yang sama, tetapi kali ini tersirat syok atas suatu ketidakterimaan.
"Lebih daripada mengenalnya, kau memiliki hubungan dengannya, Ra?"
Secepat penasaran mematai tajam cetak foto di dalam map yang ia beri, sepasang netra coklat itu bergulir cepat membalas tatapnya. Sentakan ganda, kejutan bertambah. Sekali lagi membuat Jey yakin, jawabannya adalah ya.
Menurut Bae Jaehyun —itu bencana, pasti akan menjadi rumit.
"Siapa yang menginginkan Jin mati?"
"Kang Mingyu. Persaingan bisnis."
Prakh!*
Seketika map berwarna biru tua itu melayang, hempasan kuat membuatnya menghantam meja di hadapan. "Batalkan! Jika perlu, justru Kang Mingyu itu yang akan ku habisi!"
Jey memicing, emosi gadis itu kini benar-benar berbeda. Tidakkah dia akan menyesal nanti?
"Kau yakin? Aku—"
"Ku bilang batalkan!" Gadis itu menyentak dirinya tuk bangkit, ketegasan dalam sorot tajamnya tiada bisa dibantah. "Aku tidak menerima penawaran apapun. Persetan sebanyak apa dia akan membayarku." Dia berbalik, hentakan kakinya kala berlalu menjadi tanda nyata emosinya.
"Aku memiliki informasi penting tentang Han Seokjin yang berkaitan dengan apa yang kau cari selama ini, Im Seora."
Semanjur interupsi menghentikan langkah si gadis Im, dia lantas berbalik, tatapannya menebar ancaman —enggan dipermainkan. "Apa maksudmu?"