26. Ancaman?

11 2 2
                                    

Angin yang berembus tenang memberikan rasa nyaman dan damai saat hari mulai gelap seperti ini. Rambut coklat gelapnya berterbangan mengikuti gerak angin. Di temani segelas teh hangat dan beberapa buah jeruk, hasil curiannya dari Septian secara diam-diam, Sahara kini sedang asik menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi sambil menatapi bulan dari balkon kamarnya.

Entah sudah berapa lama Sahara tak merasakan ketenangan seperti ini.

Sengaja ia pejamkan matanya, menikmati bisik-bisik kan angin pun sayup-sayup terdengar suara jangkrik dari pekarangan rumah. Hening dan hanya terdengar ramainya suara klakson mobil di kejauhan sana.

Tubuhnya terasa remuk-redam setelah beberapa saat yang lalu membantu acara pindahan paman Bas dan juga sepupunya.

Awalnya, paman Bas hanya ingin memberitahukan kepada Septian untuk menyampaikan acara pindahannya pada bunda dan juga ayah. Namun mengingat kejadian beberapa hari kebelakang, Septian memutuskan menyampaikannya kepada bunda, apalagi ayah sampai sekarang belum menampakkan batang hidungnya setelah kejadian di kuburan seminggu yang lalu.

Dan akhirnya, Septian pun mengajak Sahara untuk membatu paman Bas serta sepupunya Leo untuk ikut memindahkan barang-barang. Walaupun banyak pekerja yang menjalankan tugas mereka, kedua kakak-beradik itu masih ikut membantu. Contohnya Sahara yang tadi ikut merapikan kamar Leo.

Bisa dibilang mereka berdua memiliki selera yang sama, dari genre musik, warna, hobi bahkan buku. Tapi untungnya sifat mereka tak sama, bahkan sangat berlawanan. Leo si humoris dan ekspresif sedangkan Sahara adalah orang yang sulit menampilkan ekspresinya, datar.

Kembali lagi, mungkin sekitar satu jam yang lalu Sahara dan Septian pulang. Kini waktu juga sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang dan jalanan di kompleks perumahannya telah sepi.

Sahara memutuskan untuk masuk ke dalam kamar tepat setelah tehnya telah ia minum hingga tandas.

Segera Sahara menggeser pintu kaca balkonnya dan menarik gorden untuk menutupinya.

Setelah itu, Sahara pun memasuki kamar mandi untuk membersihkan wajahnya dan gosok gigi seperti biasanya.

"Capek banget." Monolognya sembari membasuh wajahnya.

Saat keluar dari dalam kamar mandi, Sahara mengelap wajahnya setelah mengambil handuk kecil yang tergantung di hanger pintu belakang kamar mandi.

Namun, Sahara seketika memekik terkejut dan memundurkan tubuhnya sebagai gerak spontan saat sebuah batu besar dengan kertas biru merangkum batu tersebut, dilemparkan oleh seseorang ke dalam kamarnya melewati pintu kacanya.

Serpihan kaca berserakan di ujung sana, dan bunyi keras yang dihasilkannya membuat Septian yang kamarnya bersebelahan dengan Sahara pun ikut mengalihkan pandangannya dari laptopnya.

Lain halnya dengan Septian, Sahara masih berdiri mematung terkejut dalam diam dengan tangan yang masih membawa handuk kecilnya.

Gadis itu mencoba mendekati batu itu dan memeriksanya. Tapi, belum sempat ia akan membuka bungkusan batu itu, Septian mengetuk pintu kamarnya. Yang mana membuatnya langsung kehilangan fokus dan berbalik lalu tanpa sengaja, kakinya yang tak berbalut apapun itu tertusuk serpihan kaca atau beling yang berserakan di bawahnya.

"Akh!" Pekiknya sambil meringis ketika darah mulai mengalir dari telapak kakinya yang tertancap oleh kaca cukup kecil.

"Hara?" Seru Septian sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Sahara saat mendengar pekikan tadi.

"Lo denger ada suara nggak?" Tanya Septian lagi ketika Sahara tak menjawab.

Gadis itu masih meringis walupun kaca itu lumayan kecil. Lalu kemudian ia melepaskan pegangan pada tembok dan berjalan pelan ke arah kanan ranjang untuk mencari kotak P3K nya di laci bawah nakas samping tempat tidur.

Need (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang