•
•
•
Untuk mengganti kemarin hari Minggu nggak up
__________________
Sahara menoleh ke arah pintu ketika ayah datang. Ia kini sedang berada di dalam ruang inap bunda bersama Septian yang sedang mengupaskan buah untuk bunda.
Sahara pun menoleh ke arah bunda yang tersenyum saat ayah datang.
Ayah pun mendekat dan duduk di kursi tempat Septian duduk tadi. Sedangkan laki-laki itu berpindah tempat duduk disamping Sahara.
"Gimana sama meeting nya, yah?" Tanya bunda dengan senyuman manis.
"Lancar." Jawab ayah dengan senyuman juga. Cekungan di masing-masing pipinya pun terlihat dan itu diturunkan persis kepada Sahara.
"Kalau kamu, gimana udah enakkan?" Tanya ayah lagi.
Obrolan kedua nya berlanjut hingga tak menyadari jika kedua anaknya masih berada di sana dan mendengar jelas semua percakapan yang diucapkan mereka.
"Iya, aku sudah sepakat untuk bawa Satra ke London buat penyembuhannya." Kata ayah.
Ayah kemudian menoleh ke arah Sahara, tatapan nya menajam, "Ayah ijinin kamu buat ikut, tapi ada satu syarat." Pria itu sengaja menjeda, dia meneliti raut wajah anaknya.
"Ayah akan suruh Samudra juga untuk temani kamu dan ayah harap kalian selesain urusan kalian berdua sekalian di sana."
Sahara membulatkan matanya sebagai respon awal. Sebenarnya ia tak masalah jika Samudra juga ikut, namun mengingat kejadian siang tadi Sahara menjadi enggan.
Gadis itu pun menatap ke arah bunda yang diam, ia berfikir mungkin bunda lah yang mengatakan itu pada Ayah. Sahara tak ambil pusing karena itu, tapi Sahara heran dengan perubahan sikap ayah, lagi.
Tumben sekali pria itu ikut serta melerai dan seolah ayah tak mau anak-anaknya bertengkar. Padahal sebelum ini, ayah akan bersikap acuh jika ada perang dingin yang terjadi diantara mereka.
"Kamu dengar, Sahara?" Sekali lagi.
Sahara pun menghela napas pasrah, maka tak ada pilihan lain selain mengangguk.
"Terserah ayah."
Kemudian ia dan Septian pamit untuk sekedar memberi ruang untuk kedua orang tua mereka berbicara. Padahal sebenarnya Sahara terlihat banyak pikiran yang tertuju pada ayah.
Ketika mereka melewati lorong, sore ini rumah sakit terlihat lumayan ramai.
Desas-desusnya ada kecelakaan beruntun yang membuat banyak korban terluka parah hingga ada yang meninggal di tempat.
Tanpa Septian sadari, Sahara berjalan dengan menunduk seraya meremas kaos longgar yang ia kenakan.
Gadis itu jadi mengingat kejadian bulan lalu, saat Satra kecelakaan.
Ia tak bisa membayangkan bagaimana jika saat itu Satra tak selamat.
Tapi untung saja Tuhan masih memberikan kakaknya itu untuk hidup. Setelah melewati masa kritis nya Sahara akan menunggu lagi sampai Satra membuka mata dari koma.
"Lo denger gue, Sahara?" Sahara tersentak tiba-tiba saat Septian menepuk pundaknya.
"A-apa?" Septian menghela napas berat mendengarnya, jadi benar sedari tadi ia berbicara sendiri?
Septian memilih tak menanggapinya, mungkin sedari tadi adiknya itu kembali teringat tentang keadaan Satra, apalagi setelah keluar ruangan bunda Sahara langsung diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Need (On Going)
Teen FictionBELUM DIREVISI!! "Bunda.. apa Hara harus sakit dulu supaya bisa diperhatikan sama kalian kayak gini?" Jatuh-bangun Sahara melewati berbagai rintangan yang mengancam keluarganya. Namun, jika yang membawa malapetaka adalah keluarganya sendiri, apakah...