PROLOG

11 1 7
                                    

⊶⊷⊶⊷⊶⊷⋆⊶⊷⊶⊷⊶

WARNING❗:
CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN DAN ADEGAN BERBAHAYA. DIMOHON KEPADA PARA PEMBACA UNTUK TIDAK MENIRU ATAU MENGIKUTI ADEGAN YANG ADA DALAM CERITA INI.

⚠️ ⊶⊷⊶⊷⊶⊷⋆⊶⊷⊶⊷⊶⚠️

Hujan turun seperti tirai kelabu, menyelimuti kota dalam suasana muram dan dingin. Di sudut pemakaman tua yang nyaris terlupakan, di bawah bayang-bayang pohon beringin yang menggigil diterpa angin, seorang gadis berdiri mematung. Air hujan mengalir di wajahnya, tetapi tidak cukup untuk menyamarkan air mata yang jatuh lebih deras dari langit. Namanya Zea Safira Winata, seorang gadis dengan mata tajam yang menyimpan amarah sekaligus kesedihan yang sulit dipahami.

Di hadapannya, sebuah nisan berdiri kokoh, dingin dan tak bernyawa. Tulisan di atasnya terasa seperti belati yang terus-menerus menusuk relung hatinya.eliza Safira Winata, nama itu terukir di batu nisan, mengingatkan Zea akan kehilangan yang tidak pernah benar-benar ia terima. Ibunya meninggal tiga tahun lalu, dalam apa yang dikatakan semua orang sebagai kecelakaan tragis. Namun, kata-kata itu tak pernah cukup baginya. Ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang tak bisa ia abaikan.

Malam ini, di bawah desiran hujan dan angin yang berteriak, zea berbisik, "Kecelakaan? Atau kau dibunuh?" Suaranya tenggelam di antara rintik hujan, tetapi pertanyaan itu terasa menggema di udara, seperti doa yang tertuju kepada sesuatu yang lebih besar-atau lebih gelap.

Di sisi lain kota, di sebuah ruang sempit yang dipenuhi aroma tembakau dan alkohol basi, seorang pemuda menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu yang reyot. Zen Wilantara Wijaya, dengan tatapan dingin yang sanggup membuat siapa pun bergidik, bermain-main dengan pisau kecil di tangannya. Di depannya, tiga pria berdiri gemetar, berkeringat meski udara malam begitu menusuk.

"Jadi, kalian pikir bisa mempermainkan keluarga Wijaya?" Suaranya rendah, tetapi penuh ancaman. Pisau di tangannya berhenti bergerak. Dalam satu gerakan cepat, ia menancapkan pisau itu ke meja, hanya beberapa sentimeter dari tangan salah satu pria. Tidak ada yang berani bernapas.

Namun, pikiran Zen jauh dari ruangan itu. Ia tidak peduli pada urusan kecil ini. Ada sesuatu yang lebih besar yang menghantuinya-sebuah rahasia yang ia tahu akan menghancurkan segalanya jika terungkap. Ia sudah hidup terlalu lama dalam bayangan darah dan dosa, tetapi malam ini, sebuah firasat aneh merayapi dirinya. Sesuatu yang tak terjelaskan, seolah ada angin dingin yang membawa kabar buruk.

Di luar, hujan mulai mereda, tetapi gemuruh halilintar tetap menggema di kejauhan. Dua jiwa, berbeda seperti siang dan malam, berjalan di jalur yang perlahan mulai saling mendekat. Zea dengan amarahnya yang diam, dan Zen dengan rahasia kelamnya yang mengerikan.

Mereka tidak tahu, tetapi benang-benang takdir mulai dijalin di malam itu. Sebuah rahasia yang terkubur di masa lalu mereka, sesuatu yang akan memaksa mereka untuk menghadapi kebenaran yang lebih mengerikan daripada kematian itu sendiri.

Ketika hujan berhenti, dan malam kembali sunyi, sebuah langkah kecil akan membawa perubahan besar. Dan ketika semua rahasia itu terkuak, tidak akan ada tempat untuk bersembunyi-tidak dari masa lalu, dan tidak dari diri mereka sendiri.

Cerita ini tersedia hanya:
1. Wp
2.wacaku

Jika cerita novel ini ditemukan di aplikasi lain tanpa izin, berarti itu merupakan tindakan plagiat

zea milik si berandalan[ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang