Aku berjalan menyusuri lorong Hogwarts menuju Black Lake dan melihat Draco di sana, berdiri di tepi danau, menatap permukaan air dengan hening.
“Aku tahu kau akan di sini,” kataku.
Draco tersentak dan berbalik, “Professor? Apa yang kau lakukan di sini?”
Aku membuka penutup kepala, menampakkan rambutku. “Ini aku, Alois. Sepertinya ada sesuatu yang mengganggumu.”
Draco tersenyum tipis dan duduk di tepi dermaga, diikuti olehku. “Aku tidak menyangka kau menyamar sebagai guru di sini,” katanya sambil menatap danau dengan tatapan melamun.
“Masih ingat saat pertama kali kau bisa mengendalikan petirmu? Kita berlatih di sini, lalu Professor Dumbledore memarahi kita. Aku ingin kembali ke masa itu,” ucap Draco dengan nada penuh kerinduan.
“Ya, aku juga. Tapi itu mustahil. Waktu tidak bisa diulang.”
Draco terdiam sejenak. “Bagaimana jika aku menjadi demigod sepertimu? Seandainya aku lahir dari rahim Aunty Rachel, mungkin aku lebih memilih hidup di Camp Half-Blood, aman di sana bersama para demigod lainnya.” Draco merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah portkey dan menyerahkannya padaku. “Ini milikmu. Maaf baru kukembalikan. Tempat itu tampak aman dan menyenangkan. Kau bisa tinggal di sana kalau mau, Alois. Kau masih muda, terlalu berharga untuk ikut dalam kekacauan dunia sihir.”
Aku menerima portkey itu dan tersenyum. “Terima kasih, Draco. Tapi aku tak akan mengubah pilihanku.”
Draco menundukkan wajah. “Aku hanya berharap kau aman. Kini hanya kau harapan keluarga Malfoy, satu-satunya yang bisa bebas berkeliaran. Aku dan Ibu akan bergabung dengan The Dark Lord, dan aku tak ingin kau menjadi musuh kami. The Dark Lord pasti akan mengincarmu sebelum Harry Potter. Jika tertangkap, kau hanya punya dua pilihan: berpihak padanya atau mati. Ibu mengumumkan kematianmu agar kau aman, agar kau punya kesempatan melarikan diri.”
Aku menghela napas panjang. “Aku tahu, Draco. Aku tak membenci kalian. Kalian adalah keluargaku. Aku berharap kau mau ikut denganku dan melawan The Dark Lord.”
Draco menggeleng. “Itu terlalu sulit, Alois. The Dark Lord sudah memberiku misi. Tapi, jangan khawatir. Professor Snape ada di pihakku; dia bersumpah dengan Ibu untuk melindungi kita.”
“Aku bisa melindungimu, Draco. Kita bisa bebas dari The Dark Lord.”
Draco berdiri, menggeleng pelan. “Tidak semudah itu. Meski begitu, kau tetap harapan keluarga kami. Tapi The Dark Lord bukan musuh yang mudah dikalahkan.” Dia mulai berjalan menjauh.
Langit yang semula cerah mendadak gelap. Petir menyambar-nyambar. “Aku akan memastikan Voldemort mati di tanganku,” bisikku pada diriku sendiri saat memandang Draco yang semakin jauh.
---
Aku memasuki ruangan Professor Dumbledore, dan dia menawariku secangkir teh.
“Aku tahu cara untuk mengalahkannya,” kataku tegas.
Dumbledore menatapku penuh perhatian. “Oh? Bagaimana caranya?”
“Dia sudah pernah dikalahkan, namun tetap bisa bangkit. Pernahkah kau berpikir bagaimana dia bisa hidup kembali setelah kematian orang tua Harry? Seharusnya, dia sudah mati waktu itu.”
Dumbledore mengangguk pelan. “Aku menduganya. Sepertinya dia memiliki Horcrux.”
“Itu masuk akal. Aku akan menyelidikinya.” Dumbledore berjalan menuju laci dan mengeluarkan buku diary berlubang dan sebuah cincin. “Buku ini, Harry menghancurkannya di tahun kedua. Saat itu, kau masih tahun pertama.”
“Dua Horcrux telah dihancurkan, dan dia masih hidup. Menurutmu, ada berapa Horcrux yang dia buat?” Aku memegang buku itu, dan tiba-tiba mendapat vision—terseret ke masa lalu saat Tom Riddle membunuh Myrtle Warren dan melakukan ritual gelap untuk membuat buku diary itu menjadi Horcrux.
Aku tersentak, tubuhku bergetar hebat.
“Alois! Kau baik-baik saja?” tanya Dumbledore, khawatir.
Aku memegang kepala yang terasa berdenyut. “Aku mendapat vision dari buku ini. Aku melihat bagaimana Tom Riddle membuatnya menjadi Horcrux. Sangat kejam...”
“Bagaimana bisa kau mendapat vision dari benda yang sudah dihancurkan?” Dumbledore terkejut.
Aku menggeleng pelan. “Aku tak tahu. Tapi sekarang tubuhku terasa sangat lelah.” Aku duduk di kursi dekat meja.
Saat itu, pintu ruangan terbuka, dan Harry Potter masuk. “Ada apa, Professor?”
Dumbledore tersenyum kecil. “Mr. Malfoy telah menemukan jawaban yang kita cari. Kita harus menghancurkan Voldemort.”
Darah tiba-tiba mengalir dari hidungku. “Alois... kau baik-baik saja?” tanya Harry khawatir.
Aku mengangguk pelan. “Tak apa... Hanya lonjakan energi yang sulit kukendalikan. Aku akan membantu kalian menghancurkan Horcrux Voldemort.”
Harry mengerutkan kening. “Alois, maaf menanyakan ini, tapi... bagaimana dengan Draco Malfoy? Apakah dugaanku benar?”
Aku terdiam, tak ingin membahayakan Draco. Aku menggelengkan kepala. “Aku sudah lama tidak berhubungan dengan keluargaku, jadi aku tak tahu apa pun tentang mereka.”
Maaf, batinku. Aku tak ingin Hogwarts membencimu.
Harry mengangguk. “Professor Slughorn mengundangku ke pesta makan malamnya.”
“Kalau begitu, kau harus hadir,” kata Dumbledore. Lalu ia menoleh padaku. “Mr. Malfoy, bisakah kau hadir juga?”
Aku menggeleng. “Entahlah, untuk saat ini, kurasa aku akan mengawasi dalam diam.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Son of Zeus : Alois Malfoy
FantasyMenjadi satu-satunya Demigod diantara para penyihir dan menjadi bagian dari keluarga Malfoy? Yap.. Inilah kisahku, seorang anak persilangan dari Raja para Dewa dan seorang penyihir. Btw karya ini bukan murni hasil fikiran Rui karena Rui pun terinspi...