Kendaraan tempur "Raja Besi" terus melaju perlahan di atas medan berbatu menuju reruntuhan kota tua. Hansel masih fokus pada kemudi, sementara Mia—yang sudah mati-matian menahan godaannya terhadap tombol merah—akhirnya menyerah dengan memalingkan pandangan ke luar jendela.
Namun, perdebatan mereka tentang tombol merah itu belum selesai sepenuhnya.
"Jadi, gue serius, Hansel," kata Mia sambil menyilangkan tangan, "Kalau lo nggak tau tombol itu buat apa, gimana lo bisa yakin tombol itu bakal ngeledakin kita? Gimana kalau itu cuma alarm atau sirine?"
Hansel memutar setir dengan ekspresi datar. "Mia, gue udah bilang, nggak ada tombol di kendaraan perang yang cuma buat iseng. Tombol merah gede? Itu pasti buat sesuatu yang buruk. Atau sesuatu yang keren banget tapi bakal bikin kita mati konyol."
Mia memutar matanya. "Iya, iya. Tapi lo sendiri nggak yakin, kan? Lo bahkan lupa fungsinya."
Hansel menoleh sedikit, menatap Mia dengan ekspresi galak. "Dengar, kalau lo mau pencet tombol itu, tunggu sampai gue udah bikin surat wasiat. Karena kalau kita mati, gue nggak mau meninggal dengan perasaan gue lupa bayar utang ke Pak Arman."
Mia membuka mulut untuk membalas, tapi sebelum dia sempat berkata apa-apa, kendaraan itu tiba-tiba berguncang keras. DUG DUG DUG! Sebuah gempa kecil mengguncang tanah, membuat kendaraan kehilangan keseimbangan sejenak.
"WOI! Apa itu?!" teriak Mia, memegangi dashboard untuk menjaga keseimbangan.
Hansel mencoba mengontrol kendaraan, tetapi guncangan itu terlalu kuat. "Sial! Ini pasti tanah longsor kecil atau gempa! Pegangan, Mia!"
Namun, kendaraan itu terguncang lebih keras, dan Hansel kehilangan keseimbangannya. Saat mencoba meraih tuas kemudi, tubuhnya terdorong ke arah Mia. Dengan tubuhnya yang besar, ia menabrak Mia tanpa sengaja, dan kepala Mia langsung terdorong ke... TOMBOL MERAH BESAR.
KLIK.
Mia membeku, dan Hansel juga berhenti bergerak. Suara "klik" itu seperti gong kiamat bagi mereka berdua.
"WARNING: SELF-DESTRUCTION SEQUENCE INITIATED. VEHICLE WILL SELF-DESTRUCT IN 10 MINUTES."
Lampu di kabin berubah menjadi merah, dan suara sirine mulai meraung-raung.
Mia menoleh ke Hansel dengan ekspresi panik. "Lo bercanda, kan?! Itu tombol buat self-destruct? SERIUSAN, HANSEL?! KENAPA ADA TOMBOL SELF-DESTRUCT DI SINI?!"
Hansel berdiri terpaku di tempatnya, mulutnya terbuka lebar. "Gue... gue nggak tau! GUE NGGAK INGAT ITU BENERAN BUAT SELF-DESTRUCT!"
Mia mulai panik, tangannya bergerak liar mencoba mencari tombol lain untuk membatalkan perintah. "Gue baru aja nonjok tombol itu pake kepala gue karena lo dorong gue! Dan sekarang kita bakal MELEDAK?! LO SERIUS?!"
Hansel mengangkat kedua tangannya. "HEY! Itu bukan salah gue! Gempa yang bikin gue jatuh! Jangan salahin gue!"
"Ya jelas gue salahin lo!" teriak Mia sambil menekan-nekan tombol-tombol di sekitar dashboard secara acak. "Kalau lo tau tombol ini bahaya, kenapa lo nggak pasang penutup atau kunci atau apalah?!"
Hansel menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa panas. "Eh, gue pikir nggak bakal ada orang idiot yang neken tombol merah segede itu! Itu kan udah jelas kayak tombol 'JANGAN SENTUH'!"
Mia menatapnya dengan ekspresi mati rasa. "Lo lupa siapa partner lo sekarang, Hansel? Gue penasaran banget sama tombol ini sejak pertama kali lihat!"
Hansel hanya menghela napas panjang sambil mencoba menekan tombol-tombol lain, berharap bisa membatalkan perintah self-destruct. Tapi suara sistem terus berbunyi.