Matahari mulai tenggelam di balik horizon, memberikan langit nuansa jingga dan merah yang menenangkan. Kendaraan Cora melaju dengan stabil di jalanan yang kini mulai terasa lebih rata, jauh dari puing-puing dan reruntuhan. Setelah melalui hari yang panjang, mereka akhirnya tiba di sebuah area yang tampak cukup aman. Sebuah plang tua yang sedikit berkarat bertuliskan "Kota Deipok - 52 KM" terlihat di sisi jalan.
"Kita udah deket," kata Hansel sambil meregangkan tubuhnya di kursi penumpang. "Tapi gue rasa kita harus berhenti di sini untuk malam ini. Gue nggak mau nyetir sambil ngantuk dan tiba-tiba ketemu jurang."
Cora mengangguk setuju sambil menepuk setir kendaraan. "Gue juga butuh istirahat. Mesin ini panas banget seharian."
Mia yang duduk di belakang melompat keluar dari kendaraan begitu mereka berhenti. "Oke, gue setuju. Gue butuh makan, istirahat, dan waktu bebas dari drama kalian berdua."
Hansel melompat keluar dari sisi penumpang, menatap Mia dengan alis terangkat. "Drama? Maksud lo, obrolan penuh kebijaksanaan gue tadi soal sejarah perang?"
Mia mendengus sambil membawa tasnya. "Bukan kebijaksanaan, Hansel. Itu cuma lo ngomong nggak berhenti sepanjang jalan soal berapa kali lo selamat dari Beast Droid sambil 'ngelucu' tentang betapa 'keren' lo waktu perang."
Cora tertawa kecil sambil mematikan mesin. "Dia bener, Hansel. Lo nggak berhenti ngomong soal 'Raja Besi' lo yang sekarang tinggal kenangan. Gue kira lo bakal nangis pas ngebahas tombol merah waktu itu."
Hansel menatap Cora dengan wajah penuh protes. "Gue nggak nangis! Gue cuma emosional karena kehilangan kendaraan terbaik gue."
Mia memutar matanya sambil berjalan ke tempat mereka memutuskan untuk mendirikan api unggun. "Kalau itu yang terbaik, lo punya standar rendah banget, Hansel."
Hansel menatap Mia dengan ekspresi terkejut palsu. "Hah! Lo berani menghina 'Raja Besi'?! Itu kendaraan penuh sejarah! Kalau dia masih ada, dia bakal—"
Cora menyela sambil tertawa. "Meledak lagi, mungkin? Kayak terakhir kali?"
Hansel hanya mendesah, memilih untuk tidak memperpanjang argumen. Mereka mulai menyiapkan area istirahat, sementara Cora menyalakan api unggun kecil di tengah. Cahaya hangat api memantul di wajah mereka, memberikan suasana yang sedikit lebih nyaman.
Saat suasana mulai tenang, Mia berkeliling kendaraan Cora, mencoba memeriksa barang-barang yang mungkin berguna. Tapi kemudian, matanya menangkap sesuatu yang membuatnya terdiam—sebuah tombol merah besar di bagian belakang kendaraan.
Mia tertegun sejenak, lalu tersenyum tipis. "Eh, Hansel?" panggilnya dengan nada yang penuh arti.
Hansel yang sedang duduk di dekat api menoleh, wajahnya langsung berubah curiga. "Apa? Nada lo kayak ada masalah."
Mia menunjuk ke bagian belakang kendaraan. "Lo mau jelasin kenapa kendaraan ini juga punya tombol merah?"
Hansel langsung berdiri, bergegas ke arah Mia. Begitu melihat tombol itu, dia langsung mengelus wajahnya dengan frustasi. "SERIUSAN?! ADA TOMBOL MERAH LAGI?! Cora, lo nggak bilang kendaraan ini ada tombol mautnya juga!"
Cora yang sedang duduk santai di dekat api tertawa terbahak-bahak. "Oh, itu? Ya, gue lupa kasih tau. Tapi gue nggak tahu itu buat apa. Gue belum pernah pencet."
Mia menyipitkan matanya sambil menatap Hansel. "Ini kayak deja vu. Apa kendaraan ini juga bakal meledak kalau tombol ini kepencet?"
Hansel memandang Cora dengan serius. "Cora, jujur. Itu tombol self-destruct juga?"
Cora mengangkat bahu dengan santai. "Gue nggak tahu. Bisa aja itu cuma tombol buat klakson atau lampu darurat."
Hansel memukul dahinya. "Gue beneran nggak ngerti kenapa semua kendaraan dari era Gastra ini punya tombol merah mencurigakan. Apa insinyurnya dulu iseng atau gimana?"
Mia menatap tombol itu dengan mata berbinar penuh rasa penasaran. "Tapi... gimana kalau ini tombol buat sesuatu yang keren? Kayak peluncur roket atau sistem pertahanan otomatis?"
Hansel langsung menunjuk Mia dengan ekspresi panik. "MIA! Jangan mulai lagi! Gue nggak mau ngulang kejadian terakhir kali! Kalau lo pencet itu, gue nggak tahu apakah kita masih punya cukup nyawa untuk lolos!"
Mia tersenyum nakal, jarinya perlahan mendekat ke tombol itu. "Tapi... Hansel... penasaran itu alami untuk manusia, kan? Lo sendiri yang bilang waktu itu."
Hansel berteriak sambil melompat ke depan Mia, berdiri di antara dia dan tombol itu. "STOP! JANGAN! Kalau lo pencet itu dan kita meledak, gue bakal pastiin nama lo tercatat di sejarah sebagai orang paling idiot di dunia ini!"
Cora, yang sejak tadi hanya menonton dengan senyum geli, akhirnya ikut bicara. "Hey, kalau kalian mau pencet, kasih tau gue dulu biar gue bisa kabur."
Mia mendekatkan wajahnya ke tombol itu, jarinya masih menggantung di udara. "Cuma satu pencetan kecil aja, Hansel. Ayolah. Kalau ini ngeaktifin sesuatu yang keren, lo bakal berterima kasih ke gue!"
Hansel berusaha menahan tangannya sambil menatapnya dengan ekspresi penuh frustasi. "GUE NGGAK PEDULI KALAU TOMBOL ITU NGEAKTIFIN HELIKOPTER! JANGAN PENCET!"
Cora hampir terjatuh dari tempat duduknya karena tertawa. "Kalian berdua kayak anak kecil yang ribut rebutan mainan. Ini lucu banget."
Mia akhirnya menyerah, menarik tangannya sambil tertawa kecil. "Oke, oke, gue nggak pencet. Tapi serius, Hansel, gue rasa lo harus belajar ngatasi rasa takut lo sama tombol merah."
Hansel memelototinya. "Ini bukan soal rasa takut. Ini soal logika! TOMBOL MERAH ITU SELALU BURUK!"
Mia mengangkat bahunya dengan santai. "Kita nggak pernah tahu kalau kita nggak coba."
Hansel hanya menutup matanya sambil menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Gue nggak percaya kita bakal mati konyol gara-gara tombol ini suatu hari nanti."
Cora menyalakan korek untuk menambah kayu ke api unggun, lalu menoleh ke mereka. "Kalau kalian beneran mau pencet, setidaknya tunggu gue bikin jarak dulu. Gue masih pengen hidup."
Hansel menatap Cora dengan wajah lelah. "Terima kasih, Cora. Setidaknya lo lebih logis daripada Mia."
Mia hanya tersenyum penuh kemenangan. "Kalau gue pencet nanti, Hansel, lo harus akui bahwa gue punya insting yang lebih baik daripada lo."
Hansel hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil kembali duduk di dekat api unggun. "Kalau itu terjadi, Mia, gue bakal nyanyi lagu kemenangan lo. Tapi sampai saat itu, JANGAN sentuh tombol merah apa pun, di mana pun, kapan pun!"
Cora tertawa lagi, lalu menyandarkan tubuhnya. "Kalian ini... Gue nggak pernah nyangka bakal nemu partner perjalanan yang segila ini. Perjalanan ini bakal menarik."
Hansel mendesah sambil menatap api. "Gue nggak tahu apa ini menarik atau stres. Tapi gue tahu satu hal—gue nggak bakal pernah bisa santai kalau Mia ada di dekat tombol merah."
Mia hanya tertawa kecil, lalu ikut duduk di dekat api, merasa puas telah berhasil membuat Hansel panik.
![](https://img.wattpad.com/cover/373117069-288-k31593.jpg)