Menyusuri Jalan yang tak terlihat

7 4 0
                                    

Hari-hari yang berlalu semakin terasa ringan bagi Melati. Ia mulai menemukan kedamaian dalam rutinitas sehari-harinya, yang dulu terasa penuh dengan kekosongan. Sering kali, ia teringat kata-kata Anton tentang menemukan kedamaian dalam perjalanan, bukan hanya tujuan.

Anton, dengan cara yang halus, terus membimbingnya tanpa memaksakan apapun. Ia tahu bahwa setiap perjalanan mereka—baik itu berjalan di hutan, duduk di tepi danau, atau hanya berbagi secangkir teh—adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar untuk menemukan diri mereka masing-masing.

Suatu sore, saat cuaca sedang cerah, Melati menerima pesan dari Anton.

“Ada yang ingin kuajak kamu lihat. Bawa jaket dan sepatu yang nyaman. Kita akan naik sedikit.”

Melati membaca pesan itu dengan rasa penasaran. Ia tahu bahwa Anton tidak pernah mengajak sembarangan, jadi ia segera menyiapkan dirinya. Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah jalan setapak menuju bukit yang baru saja ditemukan oleh Anton beberapa waktu lalu.

Ketika mereka bertemu, Anton sudah menunggu di tepi jalan. Melati menyapanya dengan senyum. “Mau bawa aku ke mana?”

Anton tersenyum. “Sebuah tempat yang tenang. Aku rasa kamu akan suka. Tapi kita harus berjalan sedikit lebih jauh.”

Melati mengangguk, merasa antusias. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang semakin menanjak, dikelilingi oleh pepohonan yang mulai menguning karena musim gugur. Selama perjalanan, mereka saling berbicara tentang hal-hal ringan—tentang buku yang sedang mereka baca, tentang pemandangan yang mereka nikmati, dan tentang kehidupan yang mereka jalani.

Setelah beberapa waktu, mereka sampai di sebuah tempat yang sangat sunyi. Di depan mereka terbentang pemandangan luas, dengan padang rumput hijau yang seakan tidak berujung, dan di kejauhan, pegunungan yang menjulang tinggi.

“Ini luar biasa,” kata Melati, terpesona oleh keindahan alam yang ada di depan mereka.

Anton mengangguk, duduk di sebuah batu besar yang terletak di dekat tepi padang rumput. “Tempat ini mengingatkanku bahwa kadang kita perlu sedikit melangkah lebih jauh dari zona nyaman kita untuk menemukan sesuatu yang benar-benar menenangkan. Kadang, kedamaian itu hanya ada di tempat yang tak terduga.”

Melati duduk di sebelahnya, memandang langit yang mulai menggelap. Ia merasa ringan, seolah semua kekhawatiran dan keraguannya terangkat oleh angin yang berhembus lembut.

“Terima kasih,” kata Melati akhirnya, suaranya rendah dan penuh makna. “Terima kasih sudah mengajakku ke sini. Aku tidak tahu apa yang aku cari, tapi aku merasa menemukan sesuatu di sini.”

Anton menoleh, menatap Melati dengan pandangan yang penuh pemahaman. “Kadang, kita tidak perlu mencari. Cukup biarkan diri kita berada di tempat yang tepat, dengan orang yang tepat, dan kedamaian itu datang dengan sendirinya.”

Melati tersenyum, merasa bahwa, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia bisa bernafas dengan lega. Ada kedamaian dalam dirinya yang tidak ia miliki sebelumnya.

Malam itu, saat mereka berjalan turun, suasana terasa berbeda. Tidak ada pembicaraan berat, hanya langkah kaki yang sejajar, dan kedamaian yang terjalin dalam kesunyian.

I Find Peace In SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang