Sore itu, mereka sampai di sebuah desa kecil yang tampaknya jarang dikunjungi orang. Rumah-rumah kayu berdiri berderet, dikelilingi sawah yang luas dan hijau. Anak-anak berlarian di jalan tanah, sementara para petani terlihat sibuk di ladang.
Mereka memutuskan untuk tinggal semalam di desa itu. Seorang penduduk desa yang ramah menawarkan sebuah kamar kecil di rumahnya, dengan kasur sederhana dan jendela yang menghadap ke sawah.
Malam itu, Anton dan Melati duduk di teras rumah bersama tuan rumah, seorang pria tua bernama Pak Surya. Ia bercerita tentang kehidupan di desa, tentang kesederhanaan dan bagaimana alam mengajarkan mereka untuk selalu bersyukur.
“Apa yang kalian cari di perjalanan ini?” tanya Pak Surya dengan nada penasaran.
Anton dan Melati saling pandang, sebelum akhirnya Melati menjawab, “Mungkin… kami tidak mencari sesuatu yang spesifik. Kami hanya ingin memahami diri kami lebih baik.”
Pak Surya tersenyum bijaksana. “Kadang, perjalanan seperti itu justru yang paling bermakna. Alam selalu punya cara untuk menunjukkan apa yang kita butuhkan, bahkan ketika kita tidak menyadarinya.”
Setelah percakapan itu, mereka duduk dalam diam, menikmati suara jangkrik dan angin yang berhembus pelan melalui sawah.
Melati menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit malam. “Kamu pernah merasa bahwa hidup ini terlalu rumit?” tanyanya pelan.
Anton menoleh, mengangguk. “Sering. Tapi aku rasa, itulah kenapa kita butuh momen seperti ini. Momen untuk mengingat bahwa ada kedamaian di tengah segala kerumitan.”
Melati tersenyum, merasa bahwa apa yang Anton katakan benar. Perjalanan ini, meskipun sederhana, membantunya menemukan kedamaian yang selama ini ia cari—bukan dalam tujuan besar, tetapi dalam langkah-langkah kecil yang mereka ambil bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Find Peace In Silence
NonfiksiDua orang yang Mengisi kekosongan masing masing