Setelah momen di toko buku itu, Melati merasa hubungan mereka berubah menjadi sesuatu yang lebih kuat tetapi tetap sederhana. Mereka tidak selalu bertemu, tetapi setiap kali mereka berbicara atau berbagi kabar, ada rasa saling memahami yang tidak perlu dijelaskan.
Melati juga mulai menulis lebih banyak, terinspirasi oleh keberanian Anton untuk membagikan ceritanya kepada dunia. Ia memutuskan untuk mengirimkan naskah pertamanya ke sebuah penerbit, sesuatu yang selama ini hanya menjadi mimpi.
Beberapa bulan kemudian, ketika salju pertama turun di kota mereka, Melati duduk di ruang tamunya, membaca buku Anton untuk kedua kalinya. Kali ini, ia tidak hanya membaca sebagai teman, tetapi sebagai seseorang yang memahami setiap kata dan maknanya.
Ketukan di pintu memecah lamunannya. Ketika ia membuka pintu, Anton berdiri di sana, membawa secangkir kopi panas dan sebuah amplop kecil.
“Boleh aku masuk?” tanya Anton.
“Tentu,” jawab Melati sambil tersenyum.
Anton menyerahkan amplop itu pada Melati. “Ini dari penerbit.”
Melati terkejut. Ia membuka amplop itu dengan tangan bergetar, membaca surat di dalamnya: “Kami senang mengabarkan bahwa naskah Anda telah diterima untuk diterbitkan. Terima kasih telah membagikan kisah Anda kepada kami.”
Melati menatap Anton dengan mata berbinar. “Ini semua karena kamu. Kalau aku tidak bertemu kamu, aku mungkin tidak akan pernah mencoba.”
Anton menggeleng pelan. “Kamu selalu memiliki itu di dalam dirimu, Melati. Aku hanya menemani perjalananmu untuk menemukannya.”
Mereka duduk bersama di ruang tamu Melati, membiarkan keheningan menyelimuti mereka.
Dan di keheningan itu, ada kedamaian
KAMU SEDANG MEMBACA
I Find Peace In Silence
Non-FictionDua orang yang Mengisi kekosongan masing masing