Lavinia menatap Christopher, ragu-ragu mencari kata-kata yang tepat. Ia merasa dilema antara keinginan untuk jujur dan ketakutan membahayakan pria di hadapannya. Perasaan yang berkecamuk membuat suasana hening beberapa saat.
“Aku menghargai itu, Chris. Aku benar-benar menghargainya,” jawab Lavinia akhirnya, suaranya terdengar lembut namun mengandung ketegangan. “Tapi ada beberapa hal yang... sulit untuk kujelaskan. Aku tidak ingin melibatkanmu lebih jauh.”
Christopher menghela napas panjang. “Éloise, aku tidak tahu apa yang kau hadapi, dan aku tidak akan memaksa. Tapi aku harap kau tahu, kau tidak perlu selalu memikul segalanya sendirian.”
Lavinia tersenyum samar. “Aku sudah terbiasa, Chris.”
Christopher menggeleng, matanya menatap Lavinia penuh empati. “Kebiasaan itu tidak selalu baik. Jika suatu saat kau berubah pikiran, aku akan ada di sini. Kau hanya perlu memanggilku.”
Lavinia mengangguk perlahan, merasa hangat oleh perhatian Christopher, tetapi tetap berhati-hati. Setelah beberapa saat, Christopher bangkit dari kursinya.
“Aku akan pergi minggu depan,” katanya. “Tapi sebelum itu, aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak di Port Lorna. Jika kau membutuhkan apa pun, kau tahu di mana mencariku.”
Lavinia hanya menjawab dengan senyum kecil, tanpa menyadari bahwa Marie yang berdiri di sudut ruangan sudah merancang sesuatu di benaknya.
Marie, yang selama ini memperhatikan hubungan Lavinia dan Christopher dengan cermat, memutuskan bahwa ia tidak bisa membiarkan kesempatan ini berlalu. Ia mengatur pertemuan kecil di rumah mereka dengan alasan sederhana: ucapan terima kasih kepada Christopher atas kebaikan dan bantuannya selama ini.
“Ini hanya makan malam sederhana,” jelas Marie pada Lavinia di pagi hari. “Kita perlu menunjukkan penghargaan sebelum Tuan Sinclair pergi. Dia telah banyak membantu kita.”
Lavinia awalnya menolak, merasa acara itu tidak perlu. “Marie, aku tidak tahu apakah ini ide yang bagus. Kita sudah cukup merepotkan Christopher.”
Namun, Marie tidak mundur. “Nyonya, ini bukan hanya tentang kita. Dia adalah orang baik, dan saya yakin ini bisa menjadi cara untuk menunjukkan bahwa anda menghargai kehadirannya.”
Akhirnya, Lavinia mengalah, meski masih merasa canggung. Marie segera mempersiapkan segala sesuatunya dengan cermat, memastikan suasana malam itu akan menjadi santai tetapi juga berkesan.
Ketika malam tiba, Christopher datang mengenakan pakaian sederhana namun rapi. Wajahnya cerah, meski matanya menyiratkan sedikit kesedihan karena akan segera meninggalkan Port Lorna.
“Terima kasih sudah mengundangku, Marie, Éloise,” ucapnya hangat saat masuk ke rumah kecil itu. “Aku tidak tahu kalian akan repot-repot seperti ini.”
“Ini bukan apa-apa dibandingkan apa yang telah Anda lakukan,” jawab Marie dengan senyum tulus.
Sepanjang makan malam, pembicaraan mengalir ringan. Lavinia merasa lebih rileks dari yang ia duga. Christopher terus menunjukkan kepeduliannya, meski tidak secara langsung mengungkapkan perasaannya. Marie, yang diam-diam memperhatikan, semakin yakin bahwa pria ini adalah harapan terbaik mereka untuk keluar dari situasi yang semakin sulit.
Di akhir malam, ketika Christopher pamit, Marie memberanikan diri untuk bicara. “Tuan Sinclair, terima kasih telah menerima undangan kami. Jika Anda tidak keberatan, saya punya satu permintaan.”
Christopher menoleh, penasaran. “Apa itu, Marie?”
Marie melirik Lavinia yang masih berada di ruang makan, sebelum berkata dengan hati-hati. “Tolong jaga Nyonya Éloise, bahkan jika itu hanya dari jauh. Saya yakin dia lebih membutuhkan Anda daripada yang terlihat.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duchess's Deception (END)
RomanceSaat Lavinia terbangun, perasaan aneh menyelimuti dirinya. Tubuhnya terasa berbeda, dan lingkungan di sekitarnya terasa asing. Dia membuka matanya dan melihat ruangan dengan perabotan mewah, penuh dengan dekorasi antik. Kepala Lavinia terasa berat...