Riuk penonton malam di sebuah pedesaan yang hampir berbatasan dengan kota, melihat penampilan sosok di panggung tengah bernyanyi dan sedikit bergoyang menghibur para penonton.
Sebut saja Haechan, pemuda berusia 22 tahun yang berprofesi sebagai penyanyi di desanya. Semua kalangan usia suka mendengar dan menyaksikan penampilan dirinya setiap malam minggu, hasil dari manggungnya juga lumayan bisa menghidupi dirinya dan sang ayah. Tak kala jika sebuah kelompok mobil berdatangan dan menyaksikan langsung dirinya kemudian menawarkan sejuta uang untuk tidur dengannya. Haechan selalu mengingat pesan sang ayah, semiskin apapun mereka tidak boleh merendahkan kita karena harga diri di atas segalanya.
“Mantap bener!”
Haechan menoleh ke belakang saat sedang sibuk berberes karena manggung telah selesai.
“Haha, makasih Na.”
Nana, teman semasa SMP nya. Haechan memang hanya lulus SMP karena saat ini sang ayah mengalami stroke hingga berhenti bekerja dan Haechan tak bisa melanjutkan pendidikan SMA di kota. Sementara Nana terbilang dari keluarga terpandang di desa, ia bahkan sudah S1. Tapi, rada pertemanan mereka tak pernah berubah dan selalu erat juga tidak ada kata sombong di antara keduanya.
“Pulang sama siapa malam ini? Sama Jovan lagi?” Tanya Nana
“Iya, dia udah nunggu di depan.”
“Hm, yaudah hati hati ya chan.”
“Iyaa.”
—°°—
Haechan menaruh dagunya di pundak Jovan, sepupunya. Sepeda motor yang mereka kendarai kini melajuh membelah angin malam.
“Mas Jovan kapan ke kota?”
“Lusa, dek. Emang kenapa?”
“Adek pengen ke kota, tapi ga bisa.”
Terlihat wajah sendu di layar kaca spion motor Jovan, “jangan sedih, nanti suatu saat kamu bisa ke kota ya? Mas juga ke kota karena pendidikan bukan cuma mau jalan jalan.”
“Ya itu mas! Adek pengen sekolah tinggi-tinggi kaya kalian bukan malah manggung sana sini... Adek capek mas, adek pernah ngerasa dunia ga adil sama adek. Apa sampai tua adek terus terusan hidup kek gini? Kapan adek punya jodoh kalo yang ketemu selalu orang orang yang cuma suka sama tubuh adek? Semuanya brengsek, mas.”
Jovan, menarik pergelangan tangan Haechan kemudian menautkan kedua tangan mereka. Ia tau adik sepupunya ini selalu merasa insecure setiap hari dan hebatnya ia bisa terlihat biasa biasa saja jika dengan orang lain.
“Takdir ga ada yang tau, dek. Siapa tau kamu bisa sukses nanti, setiap kesuksesan seseorang tidak bisa di ukur sama rata karena jalan sukses seseorang itu berbeda beda.”
“Iya, mas. Makasih ya mas, cuma mas jovan sama ayah sama nana pria yang ga brengsek.”
“Hahah”
Keduanya tertawa kecil sembari menikmati angin malam yang menyapu wajah keduanya. Melupakan sejenak kesedihan kesedihan yang selalu mengikuti keduanya.
—°°—
“Yang mana sih rumah pak kades?!”
Sejak tadi Mark membawa mobilnya berkeliling desa, mungkin sudah hampir 18 tahun ia tak pernah lagi ke desa semenjak sang ayah meninggal sehingga ia dan bubu pergi ke kota meninggalkan desa. Jadi wajar jika ia lupa rumah kepala desa alias pamannya.
“Maaf saya mau tanya.”
Sosok yang di ajak Mark berbicara kini menghentikan motornya, “ada apa, ya?”

KAMU SEDANG MEMBACA
BIDUAN
FanficHaechan adalah seorang penyanyi di sebuah desa, ia sering manggung di berbagai tempat setiap malam. orang orang terpikat pada suaranya bahkan parasnya yang sangat cantik. meski begitu, Haechan tidak mudah luluh pada semua laki laki yang selalu memba...