bab 18🦋

1 1 0
                                    

Di sekolah Mara beraktivitas seperti biasanya, dan hari ini adalah kegiatan bekerja bakti bersama lagi di lingkungan sekolah.

Semua pun tampak berada di setiap halaman sekolah, ada yang di lapangan, maupun taman. Beberapa anak kelas X berada di lapangan dan di taman sementara kelas XI berada di lingkungan depan sekolah, kemudian mencabut rumput liar yang berada di sekitar sekolah.

Bersih-bersih sekolah diadakan hingga pukul delapan pagi. Setelah itu para siswa-siswi diberikan waktu istirahat 15 menit sebelum kegiatan belajar dimulai.

Kantin di SMA ARCANTRA 1 begitu ramai seperti biasanya. Kantin adalah tempat yang dipergunakan sesuka hati oleh siswa-siswi. Entah itu berbincang dengan posisi memojok sambil memakan beberapa cemilan atau lain hal semacamnya.

Sanara yang tidak berjalan bersama Mara dan lainnya ke kantin menduduki salah satu kursi tersebut dan Sanara pun ingin membeli makanan pertama kalinya ia di kantin. Dia pun menunggu Mara dan yang lainnya ke kantin.
Tampak geng Sintiya ingin membuat keributan lagi dengan Sanara.

"Hei, cupu pindah lo, cari tempat duduk lain sana!"

"T-tapi Kak."

"Gua bilang pergi sana, ini tempat duduk gua sama temen-temen gua."

"I-iya, Kak."

Sanara pun pergi tetapi tidak disangka langkahnya di hentikan oleh seorang lelaki yang berada di depannya. Lalu lelaki itu membelah kerumunan yang langsung melebarkan mata. Dengan langkah panjang lelaki itu mendekat ke arah geng Sintiya dan teman-temannya yang sudah duduk di kursi itu.

Lelaki itu menggebrakkan meja di depan geng Sintiya hingga membuat semua orang kaget.

"Pindah sekarang!"

"Lo, ngusir?!" tanya Sintiya sewot.

"pindah nggak lu sebelum gua panggil pak tirta."

"Rese banget lu."

Mau tidak mau Sintiya beserta gengnya pindah ke tempat lain. Lalu lelaki itu pun menarik tangan Sanara ke tempat duduk yang diduduki Sanara sebelumnya dan Sanara
merasa takut dengan tatapan semua orang.

"Apa kalian liat-liat!" ujar lelaki itu.

benar saja Zalion lagi lah yang menolong Sanara. Sanara pun sebenarnya sangat takut kepada Zalion tetapi ia hanya bisa diam dan berterima kasih.

"Udah makan! kenapa liatin gua, dingin makanan lo kasian."

"I-iya, Kak, emm ... Kakak, nggak makan?"

Tidak berlangsung lama Zalion menolehkan kepalanya dan melirik kesana-kemari mencari Exell, ternyata Exell sedang berada di stan bakso lalu Zalion pun memanggil Exell untuk membelikannya bakso.

Exell pun mengiyakan, tidak berselang lama bakso itu pun sudah berada di tangan Zalion, lalu Exell pun disuruh pergi oleh Zalion.

Zalion dan Sanara pun makan bersama di kantin yang di tengahnya dibatasi meja. Tampak mereka makan sambil diem-dieman, tetapi sesekali Zalion bertanya-tanya tentang Sanara dan Sanara pun merespon dengan hati-hati.

"Intinya lu harus bisa lawan mereka yang suka bully lo!"

Sanara seperti biasa ia hanya mengangguk pelan. Zalion dan Sanara yang lagi asik menikmati makan suara teriakan Istari membuat semua orang menoleh kaget.

"Omg bisa-bisanya ayang beb Zalion gue duduk sama cewe cupu itu!"

Sanara menoleh suara teriakan tersebut serta Zalion yang menghela nafas kasar, karena tahu apa yang akan dilakukan Istari. Zalion segera beranjak dari kursi dan menarik tangan Sanara ke arah lain menuju rooftop.

Istari dan Vania pun berlari mengejar Zalion tetapi malah Istari dan Vania menabrak orang sehingga memiliki masalah baru.

Sanara dan Zalion pun sudah sampai ke rooftop,mereka dengan nafas yang tidak beraturan tanpa disadari Zalion menggandeng tangan Sanara dan belum dilepas, tidak berselang lama Zalion pun menyadarinya ia langsung melepaskan tangannya.

"Kak, kenapa kita lari ke sini?"

"Kak, sebenernya ngapain di sini?"

"Udah gausah banyak tanya, sementara diem dulu di sini."

"T-tapi Kak dikit lagi pelajaran dimulai."

"Bolos sesekali nggak masalah kan."

Sanara yang enggan untuk meninggalkan Zalion ia memilih bolos sesekali di rooftop bersama Zalion hingga pelajaran pertama selesai.

Saat berada di rooftop ponsel Sanara berdering, Sanara pun segera mengambil ponselnya dan ternyata Mara yang
meneleponnya.

"Sanara, kamu baik-baik aja kan?"

"Iya, Kak, aku baik-baik aja kok."

Lagi menelepon Sanara pelajaran kedua sudah dimulai dan guru sudah memasuki kelasnya. Mara pun menutup teleponnya.

"Lu temenan sama Mara, sejak kapan?"

"Sejak kemarin."

"Ouh."

"Emangnya kenapa, ya, Kak."

"Gapapa."

Entah mengapa Zalion bercerita tentang masalalu pertemananya ke Sanara, mungkin ia sudah menganggap Sanara seperti adiknya juga, setelah menceritakan itu semua Sanara sangat kaget dan merasa empati kepada Zalion.

Sejam berlalu istirahat pun kembali tampak seperti biasanya.
Tampak Sanara dan Zalion turun dari rooftop dan berjalan masing-masing.
Mara dan lainnya segera menghampiri Sanara yang ternyata mereka mendengar kalau ada keributan di kantin.

15 menit telah berlalu bel masuk berbunyi untuk pelajaran ketiga. Setelah beberapa menit berlalu siswa-siswi berhamburan seperti biasanya keluar dari kelas untuk pulang sekolah.

***

(Di rumah Agam)
Malam hari pun tiba tampak Agam sedang asik menelpon seseorang)

"Sa, apa kabar?"

"Baik, gua."

"Btw kapan lu bisa pulang?"

"Masih seperti biasa, yang gua bilang sampe kuliah  di sana?"

"Eh gua lupa lu kan udah punya cewe kesayangan lo itu, seorang Agam kulkas 2 pintu di luluhi oleh seorang wanita."

"Gausah ledek lo, lu tuh susah banget suka sama wanita tapi gua nggak kayak lo."

"Hemm ... bagi gua wanita itu nggak penting selain ibu gua yang udah tiada, dan gua maunya yang persis seperti ibu gua."

"Iya, iya gua tau, jadi lu mau orang itu persis mirip ibu lo?"

"Mungkin iya, udahlah kenapa jadi bahas kaya gini."

Agam pun tertawa-tawa asiknya teleponan dengan sahabatnya.

(yang sedari tadi teleponan dengan Agam adalah sahabat kecilnya yaitu Sagara Faresta Aakash biasa dipanggil sebagai Sagara, Sagara pindah saat kelas 6 sekolah dasar).

Setelah menelepon sahabat lamanya mata Agam melirik kesana-kemari melihat dinding yang di penuhi dengan foto bersama Sagara saat masih kecil. Sekisar umur 7 tahun saat masih sekolah dasar. Dan dia pun melirik foto saat masih SMP, memperlihatkan ia bersama dua orang teman SMP nya.

Agam menuju meja laci mengambil sebuah buku album yang berisikan foto-foto album bersama temannya termasuk foto bersama Mara yang ditaruh di dalam album, saat melihat foto-foto masa SMP-nya Agam tiba-tiba saja mengeluarkan air mata.

"Ki, maafin gua dan coba aja waktu itu gua ngangkat telepon dari lu pasti nggak bakal kejadian, dan sekarang pun pasti lu masih ada dan kita pasti masih bertiga."

"Ki, Gua ngebiarin lu mati, gua ngerasa jadi pembunuh."

"Gua, pantas nebus kesalahan gua di masa lalu."

Terseduh-seduh dengan tangisannya ia selalu merasa bersalah setiap mengingat kejadian persahabatan nya dahulu sebelum mengenal dan bersahabat dengan Hengky.



MARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang