Bel istirahat pun berbunyi. Suasana istirahat di sekolah terasa lebih hidup dari biasanya. Anak-anak berkumpul di berbagai sudut lapangan, ada yang pergi ke kantin untuk mengisi perut, menikmati waktu luang sebelum pelajaran berikutnya.
Di sisi lapangan , Ardan dan Farel sedang berlatih bola basket.
"Fokus Dan! Jangan cuma gaya doang!" seru Farel, yang sedang mendribble bola.
Ardan tertawa kecil. "Santai aja kali, gue fokus kok"
Namun, perhatian Ardan tiba-tiba teralihkan ketika ia melihat Zaisha berjalan melewati lapangan bersama Naureen, Reina, dan Dyara yang menuju ke kantin.
Mata Ardan langsung tertuju pada Zaisha. Hatinya berdegup lebih kencang, dan ia merasa ini adalah momen yang tepat untuk menunjukkan kehebatan dirinya.
"Rel, lempar bolanya ke gue!"
Farel melirik ke arah Ardan, yang jelas-jelas ia lebih fokus ke Zaisha daripada ke permainan.
"Apaan sih? Lo gak fokus gitu malah liatin zaisha terus".
"Udah, cepet lempar aja!" desak Ardan kesal.
Farel mengangkat bahu, kemudian melempar bola pada Ardan dengan keras. Ardan berhasil menangkapnya dan mulai mendribble bola dengan gaya berlebihan, seolah-olah ingin menunjukkan sesuatu.
Namun, saat ia bersiap melakukan dunk, Zaisha dan teman-temannya berhenti sejenak di tepi lapangan, berbincang satu sama lain. Melihat itu, Ardan bersiap siap untuk meningkatkan aksinya.
"Serius dikit dong, Dan ah elah!" teriak Farel lagi, merasa Ardan terlalu berlebihan.
"Awas awas, gue mau tunjukin skill gue!" balas Ardan dengan semangat.
Ia melompat, berusaha melakukan dunk terbaiknya. Namun, di saat yang sama, salah satu pemain lain yang sedang berlatih di lapangan melempar bola ke arah yang tidak terduga. Bola itu meluncur cepat dan- plak!! mengenai kepala Ardan dengan cukup keras.
"Ah, sial!" Ardan kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tanah dengan suara keras, membuat semua orang di lapangan tertawa.
"Eh bro! Sorry banget gue gak sengaja. Lo gapapa kan?" Ucap salah satu pemain lain.
Ardan memejamkan mata, mencoba menahan nyeri di kepalanya. "Sakit sih, tapi gue gapapa kok, santai aja" jawabnya sambil memaksa tersenyum karena malu.
Pemain itu berjongkok di samping Ardan, terlihat benar-benar merasa bersalah. "Seriusan Lo gak papa? Gue kira tadi bolanya gak bakalan kena Lo".
"Iya gapapa. Sans aja." Ucapnya santai sembari menepuk pelan bahunya.
Pemain tersebut membantu Ardan berdiri sebagai permintaan maaf nya.
Farel yang sedari tadi memperhatikan langsung memegangi perutnya karena tak bisa menahan tawa. "Yaampun Dan! Gue bilang juga apa, serius mainnya. Lo malah caper. Kena batunya, kan!"
Ardan meringis sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia menatap Farel dengan kesal. "Lo nggak mau bantuin gitu, malah ngetawain gue?"
"Mana bisa gue nggak ketawa? Ini kocak banget, sumpah. Sampe sakit perut gue ngetawain elu" Farel terus tertawa, bahkan sampai berlutut di lapang.
Zaisha yang melihat kejadian itu, berhenti sejenak, kemudian menutup mulutnya dengan tangan untuk menahan tawa. Dyara dan Reina juga ikut menertawakan nya.
"Demi apa, Ardan yang katanya jago basket, tapi malah kena pukul bola" ejek Reina sembari tak henti-hentinya tertawa.
"Malu tuh pasti" sambung Dyara.
"Lo liat gak sha? Mantan Lo kena bola" bisik naureen ke zaisha.
Zaisha mengangguk sambil tersenyum kecil. "Karma kali, ya?" gumamnya pelan, meski dalam hati ia merasa sedikit kasihan.
Ardan yang menyadari Zaisha melihatnya, mencoba bangkit dengan gaya sok santai, seakan-akan tidak terjadi apa-apa, meski pipinya memerah karena malu.
"Gue baik-baik aja! Gak sakit atau apa" teriaknya, lebih kepada dirinya sendiri.
Farel kembali mendekatinya sambil menepuk pundaknya "Lo hebat, Dan. Bukan cuma gagal caper, lo malah jadi bahan ketawaan satu sekolah. Sungguh sebuah prestasi."
"Diam lo, rel kereta api" balas Ardan sambil memukul kepala Farel pelan.
Namun, saat ia melihat Zaisha pergi dengan tawa kecil di wajahnya, Ardan merasa ia telah membuat gadis itu tersenyum, meskipun bukan dengan cara yang ia inginkan.
Ia menghela nafas pelan, "Seenggaknya, dia ketawa," gumam Ardan pelan sambil tersenyum tipis.
"Lo ngomong apa barusan?" tanya Farel sadar, yang masih terkikik.
"Nggak ada. Yuk, main lagi." Ardan kembali mengambil bola, mencoba mengalihkan rasa malunya dengan permainan yang lebih serius, meskipun ia tahu hari ini namanya akan jadi bahan lelucon di sekolah.
🐰🐰🐰
Jam sekolah akhirnya usai, Zaisha terdiam diri mencoba mengulur waktu. Ia tahu Ardan pasti sudah menunggu di taman, tetapi ia merasa belum siap untuk menghadapi pembicaraan itu.
"Sha, lo beneran mau temuin Ardan?" tanya Reina, menyadari keraguan di wajah sahabatnya.
Zaisha hanya mengangguk pelan. "Gue gak bisa ngehindarin dia terus, Rei. Gue harus ngalah dan denger apa yang dia mau."
"Lagian gue juga yang cape tiap hari harus denger suara dia mohon-mohon ngajak balikan."
Reina memegang lengan Zaisha menguatkan, "Kalau lo gak kuat, gue Dyara sama Naureen bisa nemenin."
"Iya yuk kita anter" tambah Dyara.
Zaisha tersenyum kecil, menggeleng pelan. "Enggak usah. Ini urusan gue sama dia. Gue pasti bisa ngeberesin nya kok. Kalau ada apa-apa, gue kabarin kalian."
Mereka mengangguk menyetujui, sementara Zaisha berjalan keluar kelas dengan langkah berat menuju taman.
🐰🐰🐰
Di taman, Ardan sudah menunggu di bangku yang terletak di bawah pohon. Ia terlihat gelisah, memainkan kunci motornya sambil sesekali menatap ke arah pintu sekolah, berharap zaisha datang menemuinya.
Saat Zaisha tiba di taman, ia melihat Ardan duduk dengan kepala menunduk, kedua tangannya saling bertaut, tampak gelisah. Ia menarik napas panjang, mencoba menguatkan dirinya sebelum mendekat.
Ardan mendongak saat mendengar langkah kaki Zaisha. Wajahnya langsung berubah lega bercampur gugup.
Ia pun berdiri menyambut kedatangan zaisha.
"Hai, makasih udah mau datang," ucapnya senang.
Zaisha tetap menjaga jarak, menatapnya dengan dingin. "Langsung to the point aja, Dan!"
Ardan menatapnya dalam, seolah-olah mencari cara untuk menyampaikan isi hatinya. "Sha, aku cuma mau kamu tahu. Aku masih sayang sama kamu. Aku nyesel banget udah ngecewain kamu. Aku pengen kita balik..."
Zaisha mendesah pelan, menahan emosinya. "Cukup Dan! Gue udah denger itu berkali-kali. Tapi semua kata-kata lo gak cukup buat hilangin rasa sakit gue." Potong zaisha.
"Sha, tolong kasih aku satu kesempatan lagi. Aku bakal buktiin kalau aku udah berubah. Gak akan kecewain kamu lagi" pinta Ardan dengan suara penuh harap.
Zaisha menatapnya lama, berusaha mencari kejujuran di mata Ardan. Namun, ia tahu ini bukan soal kejujuran atau perubahan. Ini soal hatinya yang belum sepenuhnya pulih. Ia masih trauma dengan semua ini.
"Gue gak bisa jawab sekarang, Dan. Gue butuh waktu." ucapnya akhirnya, sebelum berbalik meninggalkan Ardan yang hanya bisa berdiam diri terpaku.
🐰🐰🐰
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
ARZA
Novela Juvenil"Ardan! Kita putus." "Putusnya jangan lama - lama. Besok atau lusa kita balikan lagi." - Nama nya Ardan gracio . Dia emang suka gonta ganti cewek padahal dia punya cewe. Cantik pula. Dan dia Zaisha lexa clairine . Tapi seorang ardan tetap akan mempe...
